Kuliah Umum Pascasarjana UII ke-20 Angkat Tema Kontestasi Norma Tatanan Internasional Liberal

Direktorat Layanan Akademik (DLA) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Kuliah Umum Pascasarjana UII ke-20 yang dilaksanakan pada Sabtu (24/5) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Kuliah umum ini dilaksanakan secara hybrid dengan tambahan akses melalui tayangan langsung di kanal YouTube resmi Universitas Islam Indonesia.

Kegiatan yang mengangkat tema Kontestasi Norma Tatanan Internasional Liberal (Liberal International Order) menghadirkan Irawan Jati, S.IP., M.Hum., M.S.S., Ph.D. selaku dosen Program Studi Hubungan Internasional UII yang meraih gelar doktoral dari Political Science and International Studies, The University of Queensland, Australia sebagai narasumber utama dan dimoderatori oleh Farhan Abdul Majiid, S.Sos., M.A, dosen Program Studi Hubungan Internasional UII. Peserta acara ini merupakan seluruh mahasiswa pascasarjana UII Semester Genap Tahun Akademik 2024/2025.

Sesi kuliah umum sebelumnya diawali dengan sambutan Rektor UII, Fathul Wahid yang menyatakan bahwa tema kuliah umum yang diadakan saat ini sangat relevan dan penting untuk dibahas karena dalam beberapa terakhir terjadi permasalahan global dimana kebijakan suatu negara bisa memberikan pengaruh bagi negara-negara lain.

Ia juga menyinggung bahwa sejatinya integrasi atau persatuan diantara negara-negara di dunia masih merupakan permasalahan yang tidak pernah berhenti hingga saat ini. “Pekerjaan rumah integrasi masih dikeluhkan. Bisa jadi ada norma yang terkontestasi yang dimana tidak bisa dilebur. Di lapangan ceritanya berbeda, tidak seindah di buku dan seminar-seminar” ungkapnya.

Irawan Jati, S.IP., M.Hum., M.S.S., Ph.D dalam penyampaian materinya menyatakan bahwa ada banyak permasalahan mengenai definisi ulang atau kontestasi dari tatanan global sejak Donald Trump dilantik menjadi presiden Amerika Serikat (AS) ke-47 pada tahun 2025. Dari isu perdagangan global kontemporer saat ini misalnya, sejak Donald Trump menerapkan berbagai kebijakan seperti pengenaan tarif impor di AS yang menyebabkan banyak negara berkembang bergabung dengan organisasi antar-pemerintah BRICS (Akronim dalam Bahasa Inggris dari: Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) termasuk Indonesia untuk menghadapi dominasi politik dan ekonomi AS.

 

Norma dan Kontestasi Norma Tatanan Internasional Liberal (TIL)

Irawan mengungkapkan bahwa pada kenyataannya konsep TIL selalu menghadapi kontestasi norma dari berbagai negara. TIL pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh dominasi AS dan dunia barat. Kontestasi norma TIL pada dasarnya berarti proses dimana individu, kelompok, atau organisasi secara aktif menantang dan mengkritik norma, standar perilaku, atau harapan bersama yang ada dalam sistem internasional (disarikan dari Wiener, 2011).

Salah satu bentuk dari kontestasi norma TIL adalah Liberal Mimicry dengan cara menginterpretasikan norma liberal. Irawan mencontohkan negara Cina yang dianggap oligarki karena hanya memiliki satu partai yaitu Partai Komunis Cina (PKC), namun negara Cina menyatakan bahwa negaranya menerapkan good governance sebagai validitas kontestasi demokratisasi di Cina.

Terakhir, Irawan menyimpulkan bahwa norma TIL terbukti mendapat kontestasi dari dalam dan luar sistem. Kebijakan dalam Donald Trump akhir-akhir ini juga termasuk dalam kontestasi validitas norma TIL. Dalam sesi tanya jawab, Irawan menjawab salah satu pertanyaan mengenai alasan Amerika Serikat dalam menerapkan kebijakan-kebijakan baru yang kontroversial saat ini. Irawan mengungkapkan bahwa Donald Trump membuat kebijakan-kebijakan tersebut untuk memproteksi federasi AS itu sendiri.

Meski begitu, sebagaimana negara-negara demokrasi kebijakan-kebijakan itu akan selalu berubah sehingga kekhawatiran bisa diminimalisir. “Pertama ini memang proteksionis untuk internal. Tapi ini temporer, karena beberapa kebijakan itu bisa di-revoke kembali oleh presiden yang baru dengan executive order misalnya. Dan kedua ada beberapa kebijakan itu yang harus ada persetujuan dari kongres Model kebijakan di Amerika itu ada dua power-nya di presiden dan kongres. Jadi, Trump itu tidak menjadi solo agent dalam membuat keputusan. Ini akan berganti saya yakin dan tidak akan berterusan asal bukan berasal dari Republican (Partai Republik),” pungkasnya. (AAU/AHR/RS)