Beberapa waktu lalu, dalam perjalanan dari Jakarta, saya menyempatkan diri mengunjungi sebuah toko buku. Saya membeli sebuah buku berjudul How to Tell a Story karya Meg Bowles dan kawan-kawan (2023).
Mengapa buku ini saya beli? Saya teringat perjalanan ke beberapa musem yang ada Eropa. Koleksi yang mereka punya sepintas “terlihat biasa”, tetapi mereka mampu menghadirkan narasi yang menggugah dan kontekstual, narasi yang luar biasa. Kemampuan menarasikan peristiwa atau bercerita inilah yang perlu kita asah.
Kemampuan bercerita relevan untuk banyak konteks: interaksi personal, komunikasi profesional, penyampaian gagasan di ruang publik, penulisan ilmiah, hingga penulisan status di media sosial. Cerita yang baik dapat menjembatani jarak, membangun kepercayaan, dan memikat perhatian.
Sambutan ini terinspirasi beberapa gagasan dalam buku tersebut, terkait dengan bagaimana menceritakan pengalaman yang sifatnya personal. Meski perlu juga dicatat, artikel jurnal ilmiah atau buku juga intinya adalah bercerita (Angler, 2020). Gagasan atau temuan riset yang sama, bisa diceritakan dengan cara yang berbeda.
Cerita yang jujur
Buku tersebut mengingatkan kita bahwa kekuatan cerita personal tidak terletak pada kehebatan tokohnya, tapi pada kejujuran dan kerentanannya. Cerita yang mampu menggugah hati adalah cerita yang tidak dibuat-buat, yang menunjukkan sisi manusiawi—tempat di mana orang lain bisa melihat dirinya sendiri. Dalam konteks ini, kelulusan bukanlah akhir cerita, melainkan kelanjutan dari perjuangan yang sudah Saudara jalani, penuh warna dan emosi.
Kita sering tergoda untuk hanya menampilkan bagian yang indah dari perjalanan kita—kesuksesan, penghargaan, dan pencapaian. Padahal, cerita yang membekas justru sering berasal dari saat-saat kita tersandung. Saat merasa tidak cukup pintar. Saat nilai tidak sebaik harapan. Saat waktu hampir habis dan ide belum juga muncul. Tapi Saudara memilih bertahan. Di sanalah keajaiban narasi dimulai.
Dalam dunia yang makin dipenuhi dengan citra sempurna, keberanian untuk mengakui ketidaksempurnaan adalah tindakan radikal. Cerita tentang bagaimana Saudara pernah gagal, lalu bangkit, lebih jujur dan lebih kuat dibanding cerita kemenangan yang steril. Karena justru di saat-saat terendah, karakter diuji dan dibentuk. Dan di situlah orang lain bisa belajar, terinspirasi, dan terhubung secara emosional.
Cerita hidup bukan lomba pencitraan. Ia bukan katalog prestasi, melainkan perjalanan batin. Maka, tak perlu malu untuk bercerita tentang rasa takut, keraguan, atau kesedihan yang Saudara alami selama masa studi. Sebab, setiap detik yang Saudara lalui adalah bagian sah dari perjuangan, dan tidak satu pun dari itu sia-sia.
Menulis cerita hidup
Cerita yang layak dibagikan bukan yang membuat kita terlihat hebat, tapi yang menunjukkan kita tetap berusaha meski keadaan sulit. Dan orang-orang tidak terinspirasi karena kita tak pernah jatuh, melainkan karena kita selalu berusaha bangkit. Cerita seperti inilah yang membentuk empati, memantik semangat, dan menumbuhkan rasa percaya bahwa setiap orang punya ruang untuk berkembang.
Kegagalan bukan tanda bahwa Saudara lemah, tetapi bahwa Saudara sedang belajar. Bahkan, keberhasilan hari ini tidak berdiri sendiri. Ia dibentuk dari akumulasi keberanian di masa-masa sulit. Maka, jika Saudara hari ini berdiri di panggung kelulusan, itu bukan karena tidak pernah gagal, tetapi karena tidak menyerah ketika gagal.
Kelak, saat Saudara berkarya dan memimpin, ceritakanlah perjuangan itu. Jangan hanya bercerita tentang apa yang dicapai, tapi juga tentang apa yang dikorbankan, tentang luka yang sembuh perlahan, tentang air mata yang berubah menjadi kekuatan. Dunia yang kita nikmati hari ini disusun dari berjuta ketidaksempurnaan di masa lampau. Dunia tidak butuh lebih banyak kesempurnaan; ia butuh lebih banyak kejujuran.
Ingatlah: cerita paling kuat adalah yang paling manusiawi. Manusiawi berarti berani mengakui bahwa kita pernah goyah, pernah salah, tapi terus memilih berjalan. Sebagian episode cerita itu sudah Saudara susun di kampus ini.
Cerita seperti apa yang Saudara bayangkan untuk disampaikan ke anak cucu, tergantung dengan rangkaian ikhtiar baik selama mengemban beragam peran dan tanggung jawab selepas wisuda. Saya berharap di sana tidak ada cerita soal pengkhiatan, termasuk penyalahgunaan kewenangan dan korupsi.
Maka tulislah cerita hidup Saudara dengan tinta kejujuran, keberanian, dan harapan. Insyaallah, banyak orang siap mendengarkan, membacanya, dan terinspirasi.
Referensi
Angler, M. W. (2020). Telling science stories: reporting, crafting and editing for journalists and scientists. Routledge.
Bowles, M., Burns, C., Hixson, J., Jenness, S. A., & Tellers, K. (2023). How to tell a story: The essential guide to memorable storytelling from The Moth. Crown.
Sambutan pada acara wisuda Universitas Islam Indonesia, 28-29 Juni 2025.
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
Diplomasi Kuliner Rebung dalam Pring Pethuk Bamboofest 2025
Bambooland Indonesia (BLID) adalah sebuah organisasi sosial yang menyediakan waralaba gagasan hulu hilir pemuliaan dan pemanfataan bambu mendapatkan kepercayaan untuk memanfaatkan Layanan Dana Masyarakat untuk Lingkungan melalui Dukungan Sumber Dana Kerja Sama Indonesia Norwegia Tahap 2&3 [FOLU-NC2&3]. Layanan dana ini dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup. Yang mendanai program Bamboo Scholae: Culinary Diplomacy untuk Peningkatan Ekonomi Sirkular Kawasan Tematik Bambu, dari sindikasi Bamboland Indonesia.
Rebung bambu sebagai salah satu khazanah kekayaan bahan makanan belum optimal pemanfaatannya sebagai menu kuliner di Indonesia. Di sisi lain, permintaan arang bambu sebagai bahan memasak resto-resto bebakaran, bahan penjernih air, bahan penyerap kelembaban, dan lain-lain. Bahan arang aktif bambu juga digunakan untuk pemurnian air, penyerap gas berbahaya, bahan penahan api, purnian bahan bakar (katalis), sampai bahan makanan dan kosmetika.
Dari banyaknya kegunaan rebung bambu tersebut menginspirasi Bamboo Scholae atau Sekolah Bambu menggelar pelatihan Pembuatan Arang Bambu (Workshop Arangabu) dan Pelatihan Memasak Rebung Bambu (Rebung Reborn Workshop) selama 2 hari, Sabtu – Minggu (12-13/07) bertempat di Ballab atau Bamboo Living Labo yang dikelola oleh sindikasi Bambooland Indonesia sejak tahun 2017. Diikuti oleh 50 peserta warga lokal dan masyarakat yang berminat dengan syarat pendaftaran, berdedikasi dan menunjukkan motivasi lanjutan setelah program usai.
Hasil pelatihan, Kata Yulianto, dirayakan dalam acara Rebung Bujana wujud Dahar Kembul Mustika Rasa Rebung, sebagai ungkapan syukur atas sewindu kehadiran Bambooland Indonesia (BLID). Delapan tahun layanan BLID disyukurayakan bersama peserta, warga dan tamu undangan diwujudkan dalam delapan menu masakan utama.
“Acara ini sebagai rangkaian Pring Pethuk Bamboofest yang dihelat rutin sejak 2022 di Sleman dalam berbagai ragam, skema dan skala kegiatan sebagai ruang aktivasi kesenian dan kebudayaan bambu di D.I. Yogyakarta. Diharapkan dari acara ini produk Arang Bambu dan Rebung Bujana bisa menjadi alat dan seni diplomasi kuliner rebung di level nasional dan internasional yang akan meningkatkan ekonomi sirkular di kawasan tematik bambu,” harap Ketua Program Studi Profesi Arsitek UII. (YPP/AHR/RS)
Palestina Terluka, UII Membela
Ratusan mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) berkumpul di pelataran Auditorium Prof. K.H. Kahar Muzakkir dalam sebuah aksi solidaritas bertajuk “Aksi Bela Palestina: Palestina Terluka, UII Membela”. Aksi ini menjadi bentuk nyata dukungan moral dan kemanusiaan dari sivitas akademika UII terhadap penderitaan rakyat Palestina yang hingga kini masih menghadapi genosida dan penjajahan oleh rezim Zionis Israel.
Aksi ini merupakan kolaborasi sejumlah Lembaga Dakwah di lingkungan UII, yakni KODISIA (Korps Dakwah Mahasiswa UII), TMUA (Takmir Masjid Ulil Albab), HAWASI (Hafidz Hafidzah Mahasiswa UII), UAM (UII Ayo Mengajar), DHM (Dakwah Hijrah Mahasiswa), dan LDK Al Fath. Bersama-sama, mereka menggelar acara yang berlangsung tepat setelah pelaksanaan salat Jumat dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk anak-anak dan warga sekitar.
Acara dibuka oleh dua pembawa acara, Sinta Prasetya Dewi dan Muhammad Agus Kurniawan, yang memandu jalannya aksi dengan khidmat. Kemudian, suasana dibuat hening dan penuh haru ketika Muhammad Zaki Tasnim Mubarok dan Diha Maulana Yusuf membacakan puisi bertema kemanusiaan dan perjuangan Palestina. Salah satu penggalan puisinya menyayat hati peserta aksi:
“Biarlah aku mati sebagai puisi,
Biarlah aku hidup sebagai bait terakhir yang tak pernah tunduk.
Dan akupun diam, bisu, karena malu
tlah membiarkan anak sekecil itu mengajarkan makna iman dengan cara paling kejam.”
Pembacaan puisi ini menjadi pengingat bahwa tragedi kemanusiaan yang berlangsung di Palestina bukan hanya statistik, melainkan kisah pilu yang mengiris nurani. Setelah sesi puisi, giliran dua mahasiswa, Dimas Al Fath dan Alfin Ibnu Hady, menyampaikan orasi mereka. Dalam orasinya, Alfin dengan lantang menyerukan:
“Saudara saudari sekalian. Siang hari ini, di tengah awan yang mending ini, kita akan menunjukkan kepada para pemimpin dunia bagaimana seharusnya bertindak.”
Orasi tersebut disambut dengan pekikan takbir dan seruan solidaritas dari para peserta aksi yang memenuhi area pelataran auditorium. Mereka membawa poster-poster bertuliskan “Free Palestine”, “Stop Genocide”, dan “Humanity for All”, sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan dan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.
Puncak acara ditandai dengan pembacaan Pernyataan Sikap Mahasiswa UII oleh Rival Mustaba. Dalam pernyataan tersebut, mahasiswa UII menegaskan lima poin sikap terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina yaitu Pertama, bertekad untuk terus berdiri bersama rakyat Palestina dan mendukung kemerdekaannya dari segala bentuk penjajahan. Kedua, mendesak seluruh negara di dunia untuk mengakui kemerdekaan Palestina dan memberikan keanggotaan penuh dalam forum-forum internasional. Ketiga, menuntut agar Israel diadili di mahkamah internasional sebagai penjajah dan pelaku kejahatan kemanusiaan.
Keempat, mendukung sikap Pemerintah Indonesia untuk tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel dalam kondisi dan alasan apapun. Kelima, mendukung kebebasan berekspresi masyarakat internasional, termasuk di dunia kampus, dalam menyuarakan dukungan bagi Palestina. Poin-poin tersebut tidak hanya menjadi sikap simbolis, namun juga bentuk komitmen mahasiswa UII untuk terus menggaungkan perjuangan Palestina di berbagai ruang publik, baik melalui aksi nyata maupun kampanye sosial di media.
Acara diakhiri dengan pembacaan doa oleh Muhammad Farhan Shiddiq, yang memohon keselamatan dan kemerdekaan bagi rakyat Palestina serta keistiqamahan umat Islam di seluruh dunia untuk terus membela keadilan. Suasana haru menyelimuti akhir acara, di mana banyak peserta meneteskan air mata dan saling berpelukan sebagai bentuk simpati mendalam atas tragedi yang terus berulang di tanah para nabi.
Aksi ini menjadi bukti bahwa semangat kemanusiaan dan solidaritas masih hidup di kalangan mahasiswa, khususnya di lingkungan UII. Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya menjadi pelajar di ruang kelas, tetapi juga menjadi agen perubahan yang membawa suara-suara kebenaran ke ranah publik. Dengan aksi damai dan bermartabat ini, mahasiswa UII menegaskan bahwa isu Palestina bukan hanya isu umat Islam, melainkan isu kemanusiaan yang seharusnya menggugah hati nurani siapa pun yang cinta perdamaian. (MFPS/AHR/RS)
PPAr UII Dan Dinas PUPKP Kota Yogyakarta Revitalisasi Wilayah Kampung Lampion Kotabaru
Program Profesi Arsitek Universitas Islam Indonesia bersama dengan dinas PUPR Kota Yogya melakukan kick off revitalisasi Kawasan Kumuh Kampung Lampion RT.18 RW.4 di daerah Kotabaru, tepi Sungai Code pada Kamis (03/07). Turut hadir dalam acara tersebut Walikota Yogyakarta, Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan UII, Ketua Program Profesi Arsitek UII, Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII, Kepala Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Pemukiman (DPUPKP) Kota Yogyakarta, pejabat struktural di lingkungan pemerintah Kota Yogyakarta, hingga ketua RT dan RW.
“Jadi kampung ini dinamakan dengan Kampung Lampion karena banyak sekali dihiasi dengan lampion-lampion. Kemudian pada saat ini kami dari dinas PUPKP bekerjasama dengan UII dan UKDW untuk menata bareng-bareng kampung lampion ini. Saat ini untuk kondisinya rumah-rumah ini masih mepet dengan sungai. Harapannya nanti semua rumah yang ada disini mendapatkan akses jalan. Jadi nanti ada jalan 3 meter mepet jalan nanti tembus ke jembatan kleringan,” Jelas Umi Akhsanti, S.T., M.T., Kepala DPUPKP Kota Yogyakarta.
Di tahap pertama, ungkap Umi, akan ada revitalisasi 10 rumah, 6 diantaranya dibiayai dengan dana APBD, kurang lebih 1 Miliar, kemudian 4 lainnya dibantu oleh yayasan SPARC dari India dan SPEC Indonesia senilai 580 juta rupiah. “Untuk perancangan kawasan, kita dibantu oleh teman-teman dari UII. Kemudian untuk tanah, karena ini sultan ground, kita meminta izin dari Kanjeng Suryo, untuk ditata. Masyarakat juga akan mendapat kekancingan sesuai dengan lokasi yang baru,” ujarnya.
Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D.,sebagai Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan UII mengatakan program ini mengawali juga program kickoff dari India di Indonesia, yaitu SPARC (Society for the Promotion Area Resources Center), sebuah LSM internasional berbasis di Mumbai, India, yang sudah menjadi mitra UII dalam 2 tahun terakhir ini. SPARC ini mengalokasikan dana untuk revitalisasi permukiman kumuh berskala internasional, di india sudah berjalan, dan di luar India ini yang pertama.
Menurut Wiryono, program ini bukan hanya sebagai Slum Upgrading, tetapi sebagai laboratorium untuk belajar bersama. Program ini akan menjadi media pembelajaran untuk program serupa di negara lain, salah satunya Brazil. “Ini juga mengingatkan kita semua bahwa sebenarnya pendekatan untuk menyelesaikan masalah perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah bukan hanya produksi rumah baru, melainkan juga meningkatkan kualitas perumahan yang sudah ada.” tegasnya.
Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) selaku Walikota Yogyakarta, dalam sambutannya menyebutkan bahwa Kotabaru harus ditertibkan secara riil. “Harus ditertibkan, sayap-sayapnya juga perlu ditertibkan, nanti akan menjadi full pedestrian, untuk wisata, Kotabaru harus bersih, tebing-tebing sungai ini harus bersih,” ucapnya dengan semangat.
Hasto menyebutkan bahwa dalam masa jabatannya sebagai walikota, Ia berharap penertiban wilayah 3 sungai utama di Daerah Kota Yogyakarta yakni Kali Code, Kali Winongo dan Kali Gajah Wong dapat dimulai sesegera mungkin. “Kita harus membersihkan sungai, saya sebagai dokter ya malu, ko kalinya reget (kotor-red),” jelas Hasto.
Acara kemudian dilanjut dengan pemotongan tumpeng oleh Walikota dan pembongkaran secara simbolis jendela serta genteng salah satu rumah yang akan direvitalisasi. (MNDH/AHR/RS)
Kemampuan Bercerita, Bukan Pencitraan
Beberapa waktu lalu, dalam perjalanan dari Jakarta, saya menyempatkan diri mengunjungi sebuah toko buku. Saya membeli sebuah buku berjudul How to Tell a Story karya Meg Bowles dan kawan-kawan (2023).
Mengapa buku ini saya beli? Saya teringat perjalanan ke beberapa musem yang ada Eropa. Koleksi yang mereka punya sepintas “terlihat biasa”, tetapi mereka mampu menghadirkan narasi yang menggugah dan kontekstual, narasi yang luar biasa. Kemampuan menarasikan peristiwa atau bercerita inilah yang perlu kita asah.
Kemampuan bercerita relevan untuk banyak konteks: interaksi personal, komunikasi profesional, penyampaian gagasan di ruang publik, penulisan ilmiah, hingga penulisan status di media sosial. Cerita yang baik dapat menjembatani jarak, membangun kepercayaan, dan memikat perhatian.
Sambutan ini terinspirasi beberapa gagasan dalam buku tersebut, terkait dengan bagaimana menceritakan pengalaman yang sifatnya personal. Meski perlu juga dicatat, artikel jurnal ilmiah atau buku juga intinya adalah bercerita (Angler, 2020). Gagasan atau temuan riset yang sama, bisa diceritakan dengan cara yang berbeda.
Cerita yang jujur
Buku tersebut mengingatkan kita bahwa kekuatan cerita personal tidak terletak pada kehebatan tokohnya, tapi pada kejujuran dan kerentanannya. Cerita yang mampu menggugah hati adalah cerita yang tidak dibuat-buat, yang menunjukkan sisi manusiawi—tempat di mana orang lain bisa melihat dirinya sendiri. Dalam konteks ini, kelulusan bukanlah akhir cerita, melainkan kelanjutan dari perjuangan yang sudah Saudara jalani, penuh warna dan emosi.
Kita sering tergoda untuk hanya menampilkan bagian yang indah dari perjalanan kita—kesuksesan, penghargaan, dan pencapaian. Padahal, cerita yang membekas justru sering berasal dari saat-saat kita tersandung. Saat merasa tidak cukup pintar. Saat nilai tidak sebaik harapan. Saat waktu hampir habis dan ide belum juga muncul. Tapi Saudara memilih bertahan. Di sanalah keajaiban narasi dimulai.
Dalam dunia yang makin dipenuhi dengan citra sempurna, keberanian untuk mengakui ketidaksempurnaan adalah tindakan radikal. Cerita tentang bagaimana Saudara pernah gagal, lalu bangkit, lebih jujur dan lebih kuat dibanding cerita kemenangan yang steril. Karena justru di saat-saat terendah, karakter diuji dan dibentuk. Dan di situlah orang lain bisa belajar, terinspirasi, dan terhubung secara emosional.
Cerita hidup bukan lomba pencitraan. Ia bukan katalog prestasi, melainkan perjalanan batin. Maka, tak perlu malu untuk bercerita tentang rasa takut, keraguan, atau kesedihan yang Saudara alami selama masa studi. Sebab, setiap detik yang Saudara lalui adalah bagian sah dari perjuangan, dan tidak satu pun dari itu sia-sia.
Menulis cerita hidup
Cerita yang layak dibagikan bukan yang membuat kita terlihat hebat, tapi yang menunjukkan kita tetap berusaha meski keadaan sulit. Dan orang-orang tidak terinspirasi karena kita tak pernah jatuh, melainkan karena kita selalu berusaha bangkit. Cerita seperti inilah yang membentuk empati, memantik semangat, dan menumbuhkan rasa percaya bahwa setiap orang punya ruang untuk berkembang.
Kegagalan bukan tanda bahwa Saudara lemah, tetapi bahwa Saudara sedang belajar. Bahkan, keberhasilan hari ini tidak berdiri sendiri. Ia dibentuk dari akumulasi keberanian di masa-masa sulit. Maka, jika Saudara hari ini berdiri di panggung kelulusan, itu bukan karena tidak pernah gagal, tetapi karena tidak menyerah ketika gagal.
Kelak, saat Saudara berkarya dan memimpin, ceritakanlah perjuangan itu. Jangan hanya bercerita tentang apa yang dicapai, tapi juga tentang apa yang dikorbankan, tentang luka yang sembuh perlahan, tentang air mata yang berubah menjadi kekuatan. Dunia yang kita nikmati hari ini disusun dari berjuta ketidaksempurnaan di masa lampau. Dunia tidak butuh lebih banyak kesempurnaan; ia butuh lebih banyak kejujuran.
Ingatlah: cerita paling kuat adalah yang paling manusiawi. Manusiawi berarti berani mengakui bahwa kita pernah goyah, pernah salah, tapi terus memilih berjalan. Sebagian episode cerita itu sudah Saudara susun di kampus ini.
Cerita seperti apa yang Saudara bayangkan untuk disampaikan ke anak cucu, tergantung dengan rangkaian ikhtiar baik selama mengemban beragam peran dan tanggung jawab selepas wisuda. Saya berharap di sana tidak ada cerita soal pengkhiatan, termasuk penyalahgunaan kewenangan dan korupsi.
Maka tulislah cerita hidup Saudara dengan tinta kejujuran, keberanian, dan harapan. Insyaallah, banyak orang siap mendengarkan, membacanya, dan terinspirasi.
Referensi
Angler, M. W. (2020). Telling science stories: reporting, crafting and editing for journalists and scientists. Routledge.
Bowles, M., Burns, C., Hixson, J., Jenness, S. A., & Tellers, K. (2023). How to tell a story: The essential guide to memorable storytelling from The Moth. Crown.
Sambutan pada acara wisuda Universitas Islam Indonesia, 28-29 Juni 2025.
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
Menghidupkan Kembali Api Perjuangan
Suasana Selasar Auditorium Prof. Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), mendadak berubah menjadi ruang dialektika yang hangat dan penuh semangat juang, Senin (30/6) sore. Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) UII bersama Pusat Studi Demokrasi dan Agama (PSAD) UII menggelar diskusi publik bertajuk “Menghidupkan Kembali Api Perjuangan di Kampus Perjuangan” yang secara khusus membahas isu krusial: Brutalitas aparat terhadap mereka yang tidak sejalan dengan rezim.
Diskusi ini menghadirkan tiga tokoh penting, Shinta Maharani, Koresponden TEMPO wilayah Yogyakarta, Despan Heryansyah, Peneliti PSAD UII; dan Rektor UII, Fathul Wahid. Ketiganya mengajak mahasiswa untuk merenungkan situasi kebebasan sipil dan akademik yang kian terdesak dalam rezim yang tak ramah terhadap suara-suara kritis.
Sejak pukul 16.00 WIB, puluhan mahasiswa berkumpul di area selasar. Antusiasme tinggi terasa dari awal hingga akhir acara. Diskusi berlangsung hidup dengan interaksi aktif antara pembicara dan peserta. Spanduk-spanduk bertuliskan “UII Melawan Brutalitas Aparat”, “UII Melawan”, dan “Kematian Perjuangan” menghiasi lokasi diskusi, menjadi simbol perlawanan sekaligus ekspresi keresahan mahasiswa atas represi yang terus terjadi di berbagai wilayah tanah air.
Shinta Maharani mengawali diskusi dengan refleksi tajam tentang pentingnya menjaga ruang bebas di lingkungan kampus. Ia mengingatkan bahwa kampus adalah tempat merawat kebebasan berpikir. “Kalau kampus sudah dibelenggu, secara kebebasan akademiknya sudah direnggut, ya bagaimana kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan bersuara itu bisa dipertahankan? Kan sulit,” tegas Shinta.
Ia juga menyinggung kasus intimidasi yang dialami oleh tiga mahasiswa UII baru-baru ini. “Teman-teman juga penting untuk mendukung terhadap tiga mahasiswa itu,” ujarnya, mengajak seluruh elemen kampus untuk bersolidaritas. Menurutnya, suara perlawanan tidak boleh padam. “Sikap tegas itu penting, salah satunya dengan diskusi seperti ini. Suara-suara seperti ini harus terus digaungkan.”
Despan Heryansyah turut memperkuat analisis dengan menyoroti lemahnya kepemimpinan sipil sebagai penyebab menguatnya dominasi militer dalam ruang publik. “Biasanya, di banyak negara, bahkan hampir di semua negara, menguatnya militer itu salah satu sebabnya adalah karena lemahnya kepemimpinan sipil. Dan itu sedang terjadi di kalangan kita sekarang,” ujarnya. Ia juga mengapresiasi keberanian UII yang tetap menyuarakan sikap kritis, berbeda dari banyak kampus lain yang justru memilih diam. “Kampus misalnya, hampir hanya UII yang berani lantang menyuarakan penolakan terhadap berbagai kebijakan,” tambah Despan.
Rektor UII, Fathul Wahid, tak tinggal diam. Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya membangun kultur perjuangan di kalangan sivitas akademika. “Yang ingin saya ajak malah justru kulturnya, supaya kita sebagai warga negara, warga kampus, tahu haknya dan memperjuangkan haknya,” kata Fathul.
Ia menegaskan bahwa kebebasan akademik, mimbar kampus, dan ekspresi adalah hak yang harus diperjuangkan bersama. “Jadi, kebebasan akademik, kebebasan mimbar kampus, kemudian kebebasan berekspresi itu hak yang harus diperjuangkan.” Jelas Fathul Wahid
Diskusi ini bukan sekadar forum intelektual, tetapi juga perwujudan semangat keberpihakan kampus terhadap nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan. Keberanian mahasiswa dan sivitas akademika UII dalam menyuarakan kritik menjadi bukti bahwa api perjuangan belum padam. Acara ini menegaskan kembali identitas UII sebagai “Kampus Perjuangan” yang tidak gentar menyuarakan kebenaran di tengah gelombang tekanan rezim.
Dengan berlangsungnya diskusi ini, LEM UII dan PSAD UII telah membuka ruang yang penting, ruang untuk berbicara, berpikir, dan berani bersikap. Di tengah situasi demokrasi yang kian sempit, suara-suara dari kampus seperti inilah yang menjadi titik terang harapan akan masa depan yang lebih adil dan bebas dari intimidasi. (MFPS/AHR/RS)
UII dan MPKK Komuniti India Malaysia Kolaborasi dalam Pengolahan Sampah Plastik di Arau, Perlis
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menunjukkan komitmennya dalam penguatan pengabdian masyarakat bertaraf internasional. Kali ini, DPPM UII menggandeng Majlis Pengurusan Komuniti Kampung (MPKK) Komuniti India di Arau, Perlis, Malaysia dalam kegiatan pengabdian masyarakat bertema Peningkatan Kapasitas dan Kolaborasi Pengolahan Sampah Plastik Berbasis Komunitas, yang dilaksanakan di Arau, Perlis, pada 18-20 Juni 2025. Read more
UII Laksanakan Pengabdian Masyarakat Internasional di Malaysia, Kolaborasi Bersama UMPSA dan UKM
Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) bersama Fakultas Teknologi Industri (FTI) sukses melaksanakan kegiatan Pengabdian Masyarakat Internasional di Malaysia. Kegiatan ini merupakan kolaborasi strategis antara UII dengan Universiti Malaysia Pahang Al-Sultan Abdullah (UMPSA) dan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), yang berlangsung dari tanggal 16 hingga 20 Juni 2025. Read more
Pentingnya Hijrah dan Dakwah Berbasis Lingkungan
Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia menyambut pergantian tahun baru Islam dengan mengadakan kajian khusus spesial Muharram 1447 H di Aula Pondok Pesantren UII, pada Ahad (29/06). Acara dengan tema “Menguatkan Spirit Hijrah, Menebar Damai untuk Bumi dan Sesama” tersebut dihadiri oleh Pengasuh, santri Putra dan Putri, serta Ikrom Mustofa, S.Si., M. Si., selaku narasumber yang merupakan Dosen Jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII.
Dr. Suyanto, S.Ag., M.S.I., M.Pd, selaku pengasuh Pondok Pesantren UII Putra dalam sambutannya menekankan bahwa isu lingkungan tidak boleh hanya dipandang sebelah mata. Senada, Ikrom Mustofa, S.Si., M. Si., berangkat dari latar belakang akademiknya mengaku senang dapat diundang untuk berdiskusi dan menjadi pembicara dalam acara kajian ini.
“Islam yang rahmatan lil-alamin itu bukan hanya tentang manusia, bukan menetapkan manusia sebagai center of attention tetapi dengan sirkel yang sama seperti makhluk-makhluk lain. Jadi ini penting ya, memubat kita datang ke bumi bukan untuk menjadi raja dari segala-galanya, tetapi kita datang ke bumi sebagai pemimpin, dan kita menjadi pemimpin yang melayani untuk kemaslahatan semua entitas-entitas lain.” tegasnya.
“Isu lingkungan di masyarakat sekarang itu masih jauh dari perhatian masyarakat dibanding isu-isu lain yang hangat, seperti makan makanan bergizi, ketahanan, politik, ekonomi dan sebagainya.” Isu ini, menurut Ikrom perlu ditambahkan dalam hijrah/movement yang berasal dari dalam diri masyarakat. “Hijrah harus bertransformasi dari sejarah ke perubahan sosial, dari egoisme ke empati, dari individualisme ke kolaborasi, dan dari eksploitasi ke pelestarian.” ujarnya.
Tokoh agama, merujuk beberapa riset, berperan penting untuk mengampanyekan ide dan mensukseskan konsep pelestarian lingkungan dibanding dengan aktivis-aktivis lingkungan itu sendiri. Ikrom bercerita ia melakukan riset di Ternate dan Timor Tengah Utara dan bertemu dengan 2 tokoh agama, Suster katolik khusus di salah satu rumah sakit kusta di Timor Tengah Utara, dan seorang ustadz penyandang disabilitas di Ternate. Keduanya merupakan orang kepercayaan pemimpin daerahnya.
“Isu-isu lingkungan yang dibawakan baik di Ternate maupun di Timor Tengah Utara, itu diterima baik, karena apa? Karena ketokohan tadi. Informasi apapun yang disampaikan oleh suster, atau disabilitas tadi itu diamini dan dipercaya oleh masyarakat disana.” ujarnya. Dengan begitu, ia menambahkan bahwa Islam di UII, dan Mahasantri Pondok Pesantren UII punya peran lebih di masyarakat untuk membawa nilai-nilai dakwah islam yang lebih dekat dengan ekologi/lingkungan.
“Egosentrisme harus diubah menjadi ekosentrisme. Hijrah ini tidak hanya fokus pada diri kita, tetapi juga pada lingkungan kita. Kalau kita kaitkan dengan krisis iklim, ini juga krisis etika. Karena apa, iklim hari ini yang kita percayai ada dan terasa sekali disekitar kita, panas yang semakin nyelekit, hujan yang tidak menentu, bencana dimana-mana semakin parah dan semakin masif terjadi, ternyata sebagian besar ini dilakukan atau disebabkan oleh kegiatan bersama,” ucapnya
Menurutnya, dibanding hanya berfokus pada narasi-narasi amaliyah di luar aksi nyata, seorang pendakwah harus bisa mengangkat isu yang ada di dalam masyarakat dan mengaitkannya dengan isu-isu lingkungan. Ikrom menegaskan bahwa keuntungan yang diinginkan seharusnya tidak hanya pada keuntungan ekonomi, tapi juga keuntungan sosial dan lingkungan, sehingga menjadi berkelanjutan.
Dalam penerapan terhadap dakwah seperti ini, ada beberapa inovasi unik, misalnya penerapan dakwah di masjid-masjid Indonesia. “Saya sampaikan ada beberapa masjid di Indonesia yang khutbahnya sudah membawa isu-isu lingkungan, itu sudah ada. Green Mosque, tidak hanya aspek fisiknya saja, seperti air wudhu dari hujan, lampunya LED yang lebih tahan lama, ventilasinya menggunakan ventilasi alami, menggunakan sedikit sekali kipas dan penggunaan panel surya untuk kelistrikan. Tapi disisi lain juga ada nilai-nilai seperti edukasi mengenai wudhu yang tidak membuang-buang air, edukasi anak-anak mengenai islam yang lebih berfokus pada lingkungan, dan khutbah tadi,” ungkap Iqrom. (MNDH/AHR/RS)
UII Wisuda 712 Lulusan, 300 Raih Cumlaude
Universitas Islam Indonesia (UII) mewisuda 712 lulusan dalam upacara wisuda yang diselenggarakan pada Sabtu dan Minggu, 28–29 Juni 2025, di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir UII. Dari total lulusan tersebut, sebanyak 300 wisudawan berhasil meraih predikat cumlaude. Peserta wisuda pada periode ini terdiri atas 3 ahli madya, 10 sarjana terapan, 581 sarjana, 108 magister, dan 10 doktor. Hingga kelulusan ini, UII telah melahirkan 132.318 alumni. Read more
Hindari Riba dengan SIPTARI
Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Majelis Taklim Al-Muttaqin Husnul Khatimah menyelenggarakan kegiatan “Pengajian Akbar Dalam Rangka Memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H” pada Sabtu (28/06) yang disponsori oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) UII di Serambi Masjid Jami’ Al-Ikhlas, Dusun Pokak, Kabipaten Klaten, Jawa Tengah. Kegiatan ini merupakan puncak dari kegiatan pengabdian masyarakat yang diketuai oleh Dr. H. M. Joko Susilo, M.Pd selaku Dosen Program Studi Ilmu Agama Islam Program Magister dengan anggota Dr. Hj. Siti Achiria, SE. MM selaku Dosen Program Studi Ekonomi Islam Program Sarjana. Kegiatan ini juga dibersamai dengan kegiatan launching program SIPTARI (Simpan Pinjam Tanpa Riba) di Dusun Pokak, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Acara diawali dengan penampilan tim hadroh serta dzikir dan tahlil yang dipimpin oleh perwakilan pihak masyarakat Dusun Pokak. Dilanjutkan dengan sambutan sekaligus penyampaian laporan pengabdian dari Ketua Tim Pengabdian Masyarakat FIAI UII di Dusun Pokak, Dr. H. M. Joko Susilo, M.Pd. Ia mengapresiasi program-program pengabdian yang berhasil terlaksana dengan baik dan penerimaan dari masyarakat yang positif sehingga gagasan program SIPTARI bisa terwujud.
Hj. Suciati, S.Pd selaku Kepala Desa yang hadir untuk membuka acara sekaligus melantik kepengurusan pengelola SIPTARI juga turut mengapresiasi digagasnya program ini yang diharapkan mampu mengedukasi masyarakat untuk rajin menabung dan terhindar dari riba yang diharamkan. Suciati juga berterimakasih kepada pihak DPPM UII yang telah turut mengabdi untuk pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Pada acara tersebut juga disampaikan secara simbolis dana stimulan SIPTARI dari tim pengabdian DPPM UII sebesar enam juta rupiah.
Selanjutnya dalam acara inti pengajian, Dr. H. Nur Kholis, S.Ag, S.E.I., M.Sh.Ec sebagai narasumber utama menyampaikan alasan-alasan utama mengapa perlu berhijrah ekonomi secara Islami. Ia menyampaikan ada tiga alasan utama untuk berhijrah ekonomi secara Islami, pertama perintah untuk berislam secara kaffah (menyeluruh) sesuai yang diperintahkan Allah Swt dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 208. Menurutnya, berislam secara kaffah bermakna agama islam tidak hanya terkait ibadah tapi juga muamalah yang didalamnya termasuk aktivitas ekonomi umat Islam baik dari sektor riil maupun keuangan. Semuanya harus dilaksanakan dalam koridor tuntunan syariat Islam.
Kedua, bahwa tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah sebagamaimana tercantum dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 56. Ibadah yang dimaksud memiliki makna bahwa ibadah tidak hanya tentang shalat, zakat, dan membaca Al-Quran, tapi maknanya lebih luas yakni ibadah berarti segala aktivitas setiap muslim yang diniati karena Allah Swt. “Kalau ibadah hanya dianggap dzikir, shalat, maka itu hanya beberapa jam. Tadi kita diciptakan untuk beribadah, maka setiap aktivitas kita harus diniati karena Allah Swt yang hanya mengajarkan kebaikan, jadi jelas kita melakukan amalan minimal yang mubah, tidak mungkin melakukan yangmakruh apalagi yang haram”, jelasnya.
Aktivitas ekonomi adalah salah satu aktivitas manusia yang juga termasuk ibadah kepada Allah Swt. jika dilakukan dengan niat dan dilaksanakan sesuai syariat Islam. Aktivitas yang tidak sesuai Islam termasuk ribatentu tidak bisa bernilai ibadah. Nur Cholis juga menegaskan bahwa menerapkan prinsip ekonomi Islam kini tidak lagi dianggap sebagai teroris, radikal, atau terlalu idealis. “Ekonomi syariah sudah betul-betul legal dan didukung negara. Di Indonesia ada Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang ketuanya tidak main-main, yaitu Presiden Republik Indonesia. Maka umat Islam Indonesia penting untuk menerapkannya dan itu nasionalis,” tegasnya.
Nur Cholis juga mengapresiasi gagasan program SIPTARI dari tim pengabdian sebagai media hijrah ekonomi secara Islami. “Apapun model perekonomian yang berada di masyarakat selama tidak haram maka itu dibolehkan. Tapi penting bagi kita harus waspada, seperti pinjaman online (pinjol) dan lain sebagainya harus terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sesuai syariah. InsyaAllah tidak terjebak dengan rentenir atau tagihan yang sulit terbayar. Dengan alasan tadi di-launching-nya SIPTARI perlu didukung untuk media hijrah ekonomi sesuai syariat dan mandiri agar terhindar dari pinjol ilegal dan riba yang diharamkan,” pungkasnya. (AAO/AHR/RS)