Dosen Informatika UII Raih Gelar Guru Besar
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menambah cacah profesor. Kali ini jabatan akademik tertinggi diraih oleh Dosen Jurusan Informatika, Fakultas Teknologi Industri (FTI) yaitu Dr. Sri Kusumadewi, S.Si., M.T pada Bidang Sistem Pendukung Keputusan Klinis. Sehingga, sampai saat ini UII telah memiliki 56 guru besar yang 50 diantaranya masih aktif di segala macam bidang keilmuan.
Prosesi serah terima Surat Keputusan (SK) Kenaikan Jabatan Akademik Profesor secara resmi diserahkan pada Kamis (12/08) di Gedung Kuliah Umum, Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII oleh Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta, Prof. Setyabudi Indartono, M.M., Ph.D kepada kepada Rektor UII, Fathul Wahid dan kemudian diserahkan kepada Sri Kusumadewi.
Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan rasa syukurnya atas bertambahnya guru besar di UII. Fathul berharap capaian guru besar ini bisa membuka banyak pintu kebaikan di masa mendatang, tidak hanya bagi yang bersangkutan, tetapi juga untuk UII, dan lebih penting lagi untuk masyarakat.
Berkaitan erat dengan bidang keilmuan Sri Kusumadewi, Fathul Wahid menyampaikan data dipercaya mempunyai banyak manfaat, bahkan saat ini data menjadi minyak bumi baru (data is the new oil) sebab nilai yang dikandungnya yang disamakan dengan peran minyak bumi pada masa revolusi industri.
Tetapi, data tidak serta merta memberikan manfaat. Data perlu didapatkan dari sumber yang tepat (data provenance), disiapkan dengan baik (data preparation), dilindungi (data protection), dan disadari aspek privasinya (data privacy). Pemahaman seperti ini diperlukan supaya tidak terjadi “kebakaran data” yaitu beragam masalah yang muncul terkait dengan data (Talagala, 2022).
“Selain itu, ada banyak salah kaprah soal dalam memosisikan data terkait pengambilan keputusan yang perlu kita pahami. Kita perlu menambah literasi data kita. Sebagai warga kampus, apalagi akademisi, pemahaman seperti ini penting, supaya kita tidak latah dan dapat terlibat dalam proses edukasi publik,”
Karenanya, jangan sampai kita suka berhalusinasi, bahwa dunia akan semakin indah, jika semua pengambilan keputusan ditentukan sepenuhnya oleh data dan algoritma tanpa campur tangan kita. Bisa jadi, dunia justru menjadi mengerikan, karena manusia direnggut kemerdekaannya, dan diperlakukan tak beda dengan onderdil mesin, yang mengikuti algoritma desainernya.
Dalam wawancara, Sri Kusumadewi menyampaikan bahwa menjadi seorang profesor membawa banyak kewajiban. Seorang profesor tidak hanya dituntut untuk menghasilkan karya melalui buku atau publikasi ilmiah bereputasi. Lebih dari itu, peran profesor juga mencakup tanggung jawab menjaga dan mengembangkan kualitas perguruan tinggi. Esensi terpenting dari perguruan tinggi, seperti pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah Islamiyah (khusus di UII), harus terus ditingkatkan. Hal ini tidak boleh diabaikan agar perguruan tinggi tetap relevan dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Sri Kusumadewi menjelaskan bahwa setelah menjadi profesor, tuntutan untuk mengajar justru harus lebih baik daripada sebelumnya. Menurutnya, membuat karya ilmiah relatif lebih mudah karena melibatkan dirinya dan tim kecil. Namun, dalam mengajar, tantangannya lebih besar karena berhadapan dengan mahasiswa yang sangat beragam. Materi perkuliahan juga harus selalu diperbarui dan didukung teknologi serta media pembelajaran yang relevan. Terlebih di era sekarang, akses terhadap materi pembelajaran relatif lebih mudah, sehingga dosen dituntut untuk memberikan nilai tambah yang bermakna.
Selain itu, Bu Cicie, sapaan akrab Sri Kusumadewi, menekankan bahwa dari sisi pengabdian kepada masyarakat, implementasi keilmuan harus selaras dengan kebutuhan masyarakat masa kini. Ia menilai pentingnya menyiapkan berbagai unsur pendukung secara matang untuk mewujudkan esensi penting perguruan tinggi. Menurutnya, seorang profesor tidak boleh hanya terfokus pada bidang akademik semata. Peran profesor juga mencakup kemampuan menerjemahkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Seorang guru besar sejatinya tidak hanya meneliti, tetapi juga mengaplikasikan keilmuannya dalam menyelesaikan permasalahan di dunia nyata. Dengan demikian, kontribusi profesor dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat luas.
Profesor yang aktif di Pusat Studi Informatika Medis (PSIMed) UII ini berharap bidang keilmuannya dapat membantu pemerintah dalam mengintegrasikan layanan kesehatan primer. Sri Kusumadewi menjelaskan bahwa Sistem Pendukung Keputusan Klinis memiliki potensi besar untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan. Namun, penerapannya di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Salah satu tantangan terbesarnya adalah faktor budaya kerja dan tingkat penerimaan teknologi informasi. Tantangan serupa umumnya juga dihadapi di sebagian besar negara berkembang.
“Saya ingin punya peran dalam memanfaatkan data kesehatan yang saat ini mulai diupayakan pemerintah untuk terintegrasi,” ujarnya. “Data ini dapat menjadi sarana penting dalam membantu proses pengambilan keputusan, terutama di bidang kesehatan.” Ia menegaskan bahwa pemanfaatan data tersebut akan sangat berguna dalam meningkatkan efektivitas kebijakan kesehatan.
Sri Kusumadewi berinisiatif membentuk Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) di lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII). Melalui Posbindu ini, data kesehatan setiap pegawai akan dicatat secara berkala untuk memantau kondisi kesehatan mereka dari waktu ke waktu. Informasi yang terkumpul akan dimanfaatkan untuk melakukan skrining kesehatan secara terukur dan sistematis. Hasil skrining tersebut dapat digunakan untuk deteksi dini, tindakan pencegahan, serta pemantauan faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Dengan demikian, Posbindu diharapkan menjadi sarana efektif dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sivitas akademika UII. (FW/AHR/RS)