Melampaui Reduksionisme Melalui Pendekatan Transdisiplin

Penyelenggaraan Seminar Nasional Civil Engineering Research Forum 2025 (CE ReForm ke-9) mengindikasikan konsistensi dari Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia, dengan dukungan komunitas, untuk mengawal bahwa jembatan antara pengambil kebijakan, praktisi, dan akademisi harus terus dirawat.

Sebelum melanjutkan, saya harus melakukan pengakuan, bahwa latar belakang keilmuan saya sama sekali tidak berhubungan dengan disiplin teknik sipil. Tapi saya setuju dengan teori sistem umum (general system theory) yang dikembangkan oleh Ludwig von Bertalanffy (1968), seorang alhi biologi yang juga ahli filsafat Austria.

 

Reduksionisme dan isomorfisme

von Bertalanffy mengkritik pendekatan reduksionisme dalam melihat sebuah fenomena atau dalam pengembangan ilmu.

Salah satu perspektifnya yang sering kita temukan dan bahkan kita kutip adalah: “The whole is more than the sum of its parts.” Keseluruhan lebih dari sekadar jumlah bagian-bagiannya.

Dia juga mengenalkan konsep isomorfisme. Baginya ada kesamaan struktural dalam berbagai disiplin, yang memungkinkan kita mentransfer tilikan antardisiplin.

Sebagai contoh, jaringan saraf tiruan yang menjadi salah satu pemodelan penting dalam perkembangan akal imitasi (AI) terinspirasi cara kerja saraf biologis. Demikian juga algoritma semut, yang terinspirasi kerja koloni semut.

Bahkan, teori komunikasi yang kita kenal selama ini, mengutip model komunikasi Shannon-Weaver di bidang teknik elektro untuk sistem telekomunikasi.

Yang terbaru, pada 2024, dua orang pemenang hadiah Nobel bidang Fisika, John J Hopfield dari Princeton University (Amerika Serikat) dan Profesor Geoffrey E Hinton dari University of Toronto (Kanada), adalah pengembangan akal imitasi. Konsep fisika mereka gunakan sebagai fondasi.

Apa yang saya pahami di bidang informatika atau sistem informasi, disiplin yang saya tekuni, bisa jadi relevan digunakan untuk melihat fenomena lain di disiplin yang berbeda.

 

Kolaborasi transdisiplin

Baik, kita lanjutkan. Terkait dengan ketiga kelompok: pengambil kebijakan, praktisi, dan akademisi.

Beragam konseptualisasi bisa dikembangkan untuk melihat karakteristik dominan perspektif ketiga kelompok ini. Jika kita kaitkan dengan pembangunan infrastruktur, salah satu kata kunci dalam seminar kali ini, beragam perspektif dominan mungkin kita temui. Perbedaan ini seharusnya dapat saling melengkapi.

Perspektif Fokus utama Cara pandang Horizon waktu
Pengambil kebijakan Kepentingan publik dan politik Infrastruktur sebagai alat pembangunan Menengah–panjang
Praktisi Implementasi teknis dan operasional Infrastruktur sebagai sistem teknis Pendek–menengah
Akademisi Pemahaman kritis dan reflektif Infrastruktur sebagai fenomena sosial-teknis Panjang

Sebagai contoh, pengambil kebijakan cenderung melihat infrastruktur dengan kaca mata kepentingan publik dan bahkan politik. Mereka mengatakan, “Infrastruktur jalan ini penting untuk membuka akses dan mendongkrak perekonomian daerah.”

Praktisi melihatnya dengan fokus pada implementasi teknis dan operasional. Mereka tertarik dengan ungkapan: “Desain jembatan ini harus sesuai standar beban maksimum dan kondisi tanah setempat.”

Di sisi lain, akademisi memberikan perhatian pada pemahaman kritis dan reflektif. Mereka secara kritis akan mengatakan: “Infrastruktur mencerminkan relasi kuasa dalam masyarakat dan menentukan siapa yang mendapat akses dan siapa yang tidak.”

Tentu, ilustrasi di atas adalah sebuah penyederhanaan untuk memudahkan melihat keragaman perspektif, yang kadang dipertentangkan. Titik pijak awal akan menentukan cara pandang kita dan bahkan bingkai waktu yang digunakan: jangka pendek, menengah, dan panjang.

Pengambil kebijakan akan cenderung melihat infrastruktur sebagai alat pembangunan. Konseptualisasi pembangunan sendiri bisa membuka diskusi yang panjang.

Praktisi lebih tertarik melihat infrastruktur sebagai sistem teknis, dan akademisi memandangkan sebagai fenomena sosial-teknis.

Melihat keragaman perspektif, karenanya menjadi penting dan menarik, untuk menghasilkan pendekatan yang lebih komprehensif yang meminimalkan reduksionisme, atau penyederhanaan berlebihan. Saya berharap pola pikir dan pendekatan seperti ini yang muncul dalam diskusi pada seminar kali ini.

Referensi

Von Bertalanffy, L. (1968). General system theory. New York.

 

Sambutan padaSeminar Nasional CE ReForm ke-9 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, 23 Juli 2025

 

Fathul Wahid

Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026