Universitas Islam Indonesia (UII) kembali mengukuhkan tiga guru besar terdiri atas dua dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yaitu Prof. Dr. apt. Vitarani Dwi Ananda Ningrum, S.Si., M.Si dalam bidang Farmasi Klinis dan Farmakoterapi dan Prof. apt. Suci Hanifah, S.F., M.Si., Ph.D dalam bidang Farmasi Klinis serta satu dari Fakultas Teknologi Industri yaitu Prof. Dr. Sri Kusumadewi, S.Si., M.T dalam bidang Sistem Pendukung Keputusan Klinis. Ketiganya menyampaikan pidato pengukuhan pada Kamis (18/12) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII.


Pengobatan Presisi: Translasi Bench to Bedside  untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien
Dalam pidato pengukuhannya bertajuk “Pengobatan Presisi: Translasi Bench to Bedside  untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien”, Prof. Vitarani menyinggung tentang pengobatan presisi yang merupakan upaya pengobatan yang lebih menekankan pada keselamatan pasien jika dibandingkan dengan pengobatan yang konvensional atau pendekatan “satu ukuran untuk semua” (one-size-fits-all).

“Pendekatan one-size-fits-all yang terjadi akibat keterbatasan pengetahuan dan teknologi telah ditinggalkan menuju ke pengobatan presisi. Istilah pengobatan presisi (precision medicine) sendiri mulai dikenalkan melalui Human Genome Project (HGP) yang resmi diluncurkan pada tahun 1990 yang menekankan keutamaan pertimbangan variabilitas individu dalam gen, lingkungan, dan gaya hidup dalam keputusan pengobatan,” jelasnya.

Dari hal ini, Prof. Vitarani menekankan pengobatan presisi ini penting untuk didukung pemerintah melalui program nasional  dengan melibatkan semua fasilitas kesehatan yang lengkap dan kapasitas SDM yang handal. Menurutnya, pengobatan presisi ini perlu diberlakukan untuk semua warga negara Indonesia dengan tetap menjunjung tinggi prinsip etik, berkeadilan serta berorientasi pada kemaslahatan.

“Melalui integrasi pengobatan presisi dengan akal imitasi (AI) di Indonesia melalui Healthcare AI Hackathon 2025 diharapkan dapat menyediakan algorime prediksi keamanan dan efektivitas penggunaan obat berbasis maha data pasien yang memerlukan komitmen bersama dalam mewujudkannya,” harap Prof. Vitarani.

Apoteker dan Keamanan Terapi Parenteral pada Perawatan Kritis
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Suci Hanifah memberikan pidato pengukuhannya bertajuk “Apoteker dan Keamanan Terapi Parenteral pada Perawatan Kritis” menekankan pentingnya peran apoteker dalam menjamin keamanan dan efektivitas terapi parenteral, khususnya pada pasien dengan kondisi kritis.

Prof. Suci menjelaskan bahwa terapi parenteral merupakan fondasi utama perawatan pasien kritis di unit perawatan intensif (ICU) dimana hampir seluruh intervensi farmakologis pada pasien dengan kondisi mengancam nyawa diberikan melalui jalur ini karena cepat, invasif, dan tanpa toleransi terhadap kesalahan, Namun memiliki risiko  tinggi jika tidak dikelola dengan tepat. “Terapi parenteral bukan semata persoalan teknis pemberian obat, tetapi persoalan etik dan sistemik yang menuntut perhatian serius karena berdampak langsung pada keselamatan pasien,” ujarnya.

Menurut Prof. Suci, kompleksitas terapi pada pasien kritis diperparah oleh perubahan fisiologis yang ekstrem serta penggunaan banyak obat intravena secara bersamaan, sehingga meningkatkan potensi kesalahan farmakoterapi dan inkompatibilitas obat.

Oleh karena itu, Ia menegaskan pentingnya keterlibatan apoteker secara aktif dalam tim perawatan kritis. “Apoteker harus hadir sebagai penjaga rasionalitas terapi dan keamanan sistem, bukan hanya sebagai penyedia obat,” tegasnya.

Mewujudkan Layanan Kesehatan Primer Cerdas dan Inklusif Melalui Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Data

Dalam pidato pengukuhannya bertajuk «Mewujudkan Layanan Kesehatan Primer Cerdas dan Inklusif Melalui Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Data», Prof. Sri Kusumadewi, menekankan pentingnya pemanfaatan Sistem Pendukung Keputusan Klinis (SPKK) berbasis data dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan, khususnya pada layanan kesehatan primer yang inklusif dan berkelanjutan.

Ia menjelaskan bahwa SPKK dirancang untuk membantu tenaga kesehatan dalam pengambilan keputusan medis, mulai dari diagnosis, pemilihan terapi, hingga pemantauan pasien. “Sistem pendukung keputusan klinis dapat memberikan rekomendasi yang informatif dan tepat untuk mendukung keputusan medis yang bersifat kritis,” jelasnya.

Menurut Prof. Cici, begitu sapaan akrab dari Prof. Sri Kusumadewi, pengembangan SPKK di Indonesia sejalan dengan transformasi layanan kesehatan melalui Program Integrasi Layanan Primer (ILP) dan platform SatuSehat yang memungkinkan interoperabilitas data kesehatan lintas fasilitas. Dengan integrasi tersebut, deteksi dini penyakit dan pemantauan kelompok rentan seperti balita, ibu hamil, dan lansia dapat dilakukan secara lebih sistematis dan berbasis data.

Lebih lanjut, Prof. Sri menegaskan bahwa penerapan SPKK juga mendukung pendekatan promotif dan preventif melalui deteksi dini berbagai kondisi kesehatan, serta membantu tenaga kesehatan menyesuaikan intervensi secara lebih adaptif dan berbasis data. “Pemanfaatan sistem pendukung keputusan klinis memungkinkan layanan kesehatan menjadi lebih responsif, terintegrasi, dan berorientasi pada kebutuhan pasien,” ujarnya. menambahkan bahwa pengembangan dan implementasi SPKK oleh UII telah dimanfaatkan dalam layanan kesehatan berbasis masyarakat di Tirtorahayu, Galur, Kulon Progo serta pada kegiatan Posbindu sivitas akademika FTI UII. (AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali mengukuhkan dua guru besar dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSP) yaitu Prof. Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D., IPU dalam bidang rekayasa pengolahan air dan limbah serta dari Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag dalam bidang hukum perdata Islam. Dua guru besar ini menyampaikan pidato pengukuhan pada Selasa (16/12) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII.

Inovasi Pengolahan Air dan Limbah Berkelanjutan Menggunakan Adsorben Ramah Lingkungan
Dalam pidato pengukuhannya yang bertajuk “Inovasi Pengolahan Air dan Limbah Berkelanjutan Menggunakan Adsorben Ramah Lingkungan”, Prof. Eko Siswoyo menyoroti Pertumbuhan populasi penduduk yang cepat dan industrialisasi yang tak terbendung saat ini menjadikan kualitas sumber daya air kita terancam secara signifikan. Di berbagai lokasi di dunia, termasuk Indonesia, sungai dan sumber air lainnya telah mengalami pencemaran yang parah akibat limbah rumah tangga dan limbah industri yang tidak dikelola dengan baik

“Pencemaran sungai dan sumber air oleh limbah domestik maupun industri, terutama yang mengandung logam berat seperti kadmium, timbal, dan kromium, dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Kontak dengan logam berat ini dapat mengakibatkan kerusakan ginjal, gangguan sistem saraf, hingga berbagai jenis kanker,” ungkapnya.

Menurutnya, kondisi tersebut menuntut pengembangan teknologi pengolahan air yang efektif, efisien, dan mudah diterapkan. Salah satu solusi yang disoroti adalah teknologi adsorpsi menggunakan adsorben ramah lingkungan berbasis biomassa dan limbah. Prof. Eko menyebut metode ini memiliki keunggulan dari sisi biaya, kemudahan operasional, serta kemampuan tinggi dalam menyerap polutan berbahaya, terutama logam berat.

Lebih lanjut, Prof. Eko memperkenalkan inovasi adsorben berbentuk serat (fiber) yang dikembangkannya. Berbeda dengan adsorben serbuk, adsorben fiber lebih mudah dipisahkan dari air setelah proses pengolahan dan berpotensi untuk digunakan kembali, sehingga lebih praktis dan berkelanjutan.

“Inovasi ini diharapkan dapat menjadi solusi pengolahan air yang murah, mudah, dan memiliki efisiensi tinggi, khususnya untuk menjawab keterbatasan teknologi dan biaya di masyarakat,” tutup Prof. Eko.

Realitas Baru dan Masa Depan Indonesia Berbasis Islam Peradaban
Pada kesempatan yang sama,  Dalam pidatonya yang bertajuk “Realitas Baru dan Masa Depan Indonesia Berbasis Islam Peradaban” Prof. Yusdani menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap hasil reformasi konstitusi UUD NRI Tahun 1945, baik dari sisi substansi maupun implementasinya dalam praktik penyelenggaraan negara.

Menurut Prof. Yusdani, perubahan konstitusi merupakan hal yang lumrah dalam negara demokratis. Ia menegaskan bahwa bangsa Indonesia perlu terus bergerak maju melalui mekanisme perubahan UUD yang konstitusional, bukan kembali ke format lama. “Perubahan Undang-Undang Dasar adalah bagian dari dinamika negara konstitusional dan telah diatur secara resmi dalam UUD 1945,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Yusdani menyoroti adanya sebagian kelompok masyarakat, termasuk umat Islam yang masih memandang konstitusi sebagai produk sekuler sehingga melahirkan mentalitas “luar pagar”. Ia menegaskan bahwa konstitusi sejatinya merupakan kesepakatan bersama yang memuat nilai-nilai luhur dan bersifat inklusif. “Demokrasi sejati harus berjalan sesuai konstitusi, karena itulah yang disebut demokrasi konstitusional,” katanya.

Dalam konteks keislaman, Prof. Yusdani menekankan perlunya dialog antara nilai-nilai Islam dan nilai dasar konstitusi. Ia menegaskan bahwa nilai keadilan, kemanusiaan, dan kemaslahatan yang terkandung dalam UUD 1945 sejatinya selaras dengan ajaran Islam. “Tantangan umat Islam hari ini bukan formalisasi simbolik, tetapi bagaimana menghidupkan nilai konstitusi secara adil dan jujur,” tegasnya.

Menutup pidatonya, Prof. Yusdani mengajak umat Islam untuk berperan aktif dalam memperkuat etika, integritas, dan kejujuran dalam penyelenggaraan negara. Ia menegaskan bahwa kesetiaan terhadap konstitusi merupakan bagian dari komitmen moral dan kebangsaan, sehingga Islam dan konstitusi dapat berjalan saling melengkapi dalam bingkai Pancasila dan UUD 1945. (AHR/RS)

Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Webinar Pengabdian Masyarakat dengan tema “Systemic Lupus Erythematosus (SLE): Deteksi Dini, Pengobatan, dan Kisah Inspiratif Penyintas.” Acara yang disiarkan secara daring melalui kanal zoom Meeting pada Minggu (14/12)  bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit autoimun kronis yang bersifat sistemik dan menahun. Webinar ini menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu dr. Ana Fauziati, M.Sc., Sp.PD, dr. Nurul Aini, M.Sc., Sp.PD, dan seorang penyintas Lupus, dr. Syafira Laila Nurulita, serta dr. Andre Gita Arumsari sebagai moderator.

Pemateri pertama, dr. Ana Fauziati, M.Sc., Sp.PD. menjelaskan secara mendalam mengenai Lupus. Ia menegaskan bahwa, “Lupus atau SLE adalah penyakit autoimun kronis yang bersifat sistemik, di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringannya sendiri, dan bersifat tidak menular,” jelasnya.

Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita usia produktif (15-45 tahun), dengan estimasi prevalensi di Indonesia mencapai sekitar 1,3 juta orang. dr. Ana Fauziati menyebutkan bahwa penyebab SLE bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks antara faktor genetik, lingkungan, hormonal, dan stres.

Gejala umum yang paling banyak ditemukan meliputi arthritis atau nyeri sendi sebanyak 88%, kelainan kulit 86%, dan keterlibatan ginjal 47%. “Gejala khas SLE yang perlu diwaspadai meliputi nyeri atau bengkak pada persendian yang berlangsung lebih dari 3 bulan, dan ruam kemerahan di pipi berbentuk kupu-kupu yang melintang dari pipi kanan ke kiri (malar rash),” ucap dr. Ana.

Untuk deteksi dini, pemerintah telah meluncurkan program yang disebut SALURI (Periksa Lupus Sendiri) yang mendorong masyarakat untuk mengenali gejala dan segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan terdekat.

Pemateri kedua, dr. Nurul Aini, M.Sc., Sp.PD, memaparkan pentingnya manajemen lupus secara komprehensif. Diagnosis SLE didukung oleh pemeriksaan penunjang, seperti tes autoantibodi (ANA, anti-dsDNA), dengan kriteria diagnosis berdasarkan skor EULAR 2019. Sebagai penyakit autoimun, pengobatan utamanya bersifat anti-inflamasi dan melibatkan pemberian obat imunosupresan untuk menekan respons imun yang berlebihan. Keterlibatan organ dapat meluas ke darah, ginjal, saraf, paru, hingga jantung, sehingga memerlukan pemeriksaan spesifik untuk setiap sistem organ.

Sesi ditutup dengan sharing session inspiratif dari seorang penyintas SLE sekaligus dokter muda, dr. Syafira. Ia menceritakan perjuangannya melawan Neuropsychiatric SLE (NPSLE) yang sangat berat, termasuk menjalani tujuh kali kemoterapi dan prosedur lanjutan seperti plasmapheresis dan rituximab yang disertai efek samping pengobatan yang parah.

Dr. Syafira juga membagikan realita yang dialami para pasien Lupus (Odapus) “Kadang capek, kadang ngerasa waktu dan energi banyak banget yang harus diluangkan untuk tetap kontrol.” Ia menekankan kunci hidup berdampingan dengan Lupus adalah mengelola stres, mengenali sinyal tubuh (beristirahat jika tidak sanggup), serta tak lupa bersyukur dan berdoa. “Kunci hidup berdampingan dengan Lupus adalah usaha maksimal, doa, dan keyakinan bahwa Allah akan memberikan kesembuhan.” tambahnya.

Kepada masyarakat luas, Dr. Syafira berpesan untuk lebih berempati dan memahami kondisi Odapus, karena menurutnya “Sakit yang enggak tampak itu bukan berarti enggak nyata. Masyarakat perlu lebih berempati, serta memberikan ruang bagi penyandang ‘disabilitas tak tampak’ ini.” Ia juga berharap agar pengobatan lanjutan seperti plasmapheresis dan rituximab dapat dicakup oleh BPJS untuk meringankan beban biaya yang tinggi bagi para penyintas. (NKA/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar UIINyastra  dengan mengangkat tema “Yang Muda Yang Bergerak”. Kegiatan yang berlangsung pada Kamis (11/12) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII ini menampilkan karya-karya puisi dari sivitas akademika UII yang meliputi dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.

Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan setidaknya ada tiga alasan mengapa tema ini diangkat. Pertama, yang muda punya energi, kedua yang muda punya mimpi, ketiga yang muda punya kegelisahan.

“Pembacaan puisi merupakan salah satu cara bagaimana menganalkan energi itu. Karena saya yakin, kawan-kawan sudah mulai gelisah terkait dengan kenyataan, keadaan di sekeliling kita. Yang ada di luar sana memberikan inspirasi untuk itu dan mudah-mudahan kita bisa merangkum ini bersama, mencoba menjawab kegelisahan dan menganalkan energi pada kanal yang positif,” ungkap Fathul Wahid.

Seperti kegiatan UIINyastra sebelumnya, para peserta secara bergantian membaca puisi karya masing-masing, Pada kegiatan kali ini, sebanyak 61 karya puisi yang dibacakan oleh para peserta dengan penuh antusias.

UIINyastra kali ini menghadirkan dua ruang ekpresi yaitu pembacaan puisi dan pameran foto serta poster bertajuk Mengawal Demokrasi: Dari Karya hingga Karsa. Selain mewadahi ruang ekspresi seni untuk sivitas akademika, UIINyastra juga sebagai ajang kritik sosial yang reflektif dan konstruktif terhadap isu yang berkembang. (AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Kafe Prancis menggelar perayaan ulang tahun ke-10 pada Jumat (12/12)  bertempat di Ruang Audiovisual lantai 2 Gedung Moh. Hatta Direktorat Perpustakaan, Kampus Terpadu UII. Acara ini diisi rangkaian kegiatan mulai dari talkshow, penampilan seni, bazar kreatif, hingga presentasi budaya yang melibatkan berbagai pihak. Hadir pula Direktur Institut Français d’Indonésie (IFI), Margaux Nemmouchi, sebagai tamu kehormatan. Perayaan ini menjadi momentum penting untuk menegaskan peran Kafe Prancis sebagai ruang interaksi budaya serta wujud penguatan hubungan diplomatik Indonesia–Prancis yang telah berjalan lebih dari satu setengah abad.

Pada sesi sambutan, Koordinator Kafe Prancis UII, Ima Dyah Safitri, menekankan bahwa perjalanan sepuluh tahun Kafe Prancis tidak pernah terlepas dari kontribusi komunitas mahasiswa. Ia menggambarkan bahwa setiap program, kelas, dan kolaborasi yang terbangun selama satu dekade merupakan hasil kerja bersama yang konsisten.

 “Dalam perayaan satu dekade Kafe Prancis ini, kita mengenang perjalanan sepuluh tahun yang penuh dinamika dan pencapaian yang hanya mungkin terwujud berkat dukungan dari kalian semua yang selalu hadir pada setiap agenda yang kami selenggarakan,” ujarnya, menegaskan pentingnya keberlanjutan komunitas.

Ima kemudian melanjutkan pandangannya mengenai fondasi yang telah dibangun selama sepuluh tahun ini. Menurutnya, usia satu dekade adalah bukti bahwa Kafe Prancis tidak hanya bertahan, tetapi terus berkembang sebagai ruang kreatif mahasiswa lintas disiplin.

 “Makna sepuluh tahun itu sekaligus menjadi pengingat bahwa kami masih membutuhkan dukungan yang sama kuatnya untuk masa depan, dengan harapan kalian terus datang menikmati program Kafe Prancis yang akan semakin hidup dan menarik,” tuturnya, menandai optimisme menuju fase berikutnya.

Suasana perayaan semakin hidup ketika Margaux Nemmouchi, Direktur IFI, menyampaikan apresiasinya terhadap keberadaan Kafe Prancis di UII. Ia menyoroti dinamika aktivitas budaya yang berlangsung di UII sebagai salah satu yang paling progresif di Yogyakarta. Margaux menilai bahwa komunitas ini telah menjadi jembatan penting dalam membangun kedekatan antara mahasiswa Indonesia dengan budaya Prancis.

 “Kafe Prancis UII Yogyakarta menunjukkan dinamika terbaik di kota Jogjakarta, menjadi bukti hidup dari hubungan diplomatik Indonesia–Prancis yang telah dibangun selama lebih dari 150 tahun,” ungkapnya, menekankan signifikansi historis hubungan tersebut.

Dalam kesempatan itu, Margaux juga membawa sebuah buku dokumenter yang merekam sejarah panjang hubungan Indonesia–Prancis. Ia menjelaskan bahwa hubungan kedua bangsa tumbuh dari banyak kanal, mulai dari perjalanan para penjelajah, karya para penulis, hingga seniman yang berinteraksi lintas budaya.

“Hubungan panjang itu terekam dalam sebuah buku yang saya hadiahkan hari ini, menuturkan jejak para penjelajah, penulis, hingga seniman yang menjembatani kedua bangsa, termasuk perjumpaan musisi Prancis dengan gamelan yang memantik evolusi kreatif,” jelasnya, memberikan gambaran konkret mengenai kedalaman interaksi budaya tersebut.

Di akhir sambutannya, Margaux menyampaikan komitmen IFI untuk terus memperkuat kerja sama dengan UII dan Kafe Prancis, terutama melalui program-program tahun 2026 yang disiapkan untuk memperluas akses pembelajaran dan pengalaman budaya. Ia menegaskan bahwa perjalanan satu dekade ini menjadi fondasi yang kuat untuk melangkah lebih jauh.

 “Dengan fondasi sejarah yang kuat ini, kami di IFI siap mendukung masa depan melalui program acara Kafe Prancis tahun 2026 dan platform pembelajaran bahasa Prancis bagi semua, sembari merayakan satu dekade perjalanan Kafe Prancis yang semoga terus berumur panjang,” katanya, merinci rencana penguatan kolaborasi jangka panjang.

Acara yang berlangsung seharian ini berisi bermacam rangkaian yang menarik. Talkshow “Gen-Z : Menavigasi Masa Depan dengan Tangguh,” perayaan ini juga menghadirkan penampilan band akustik, presentasi dari Campus France, aneka booth permainan, aktivitas seni seperti Paint the Rose, serta bazar kreatif yang menampilkan produk lokal dan karya mahasiswa. Seluruh rangkaian acara menjadi wujud komitmen Kafe Prancis UII untuk memperluas akses budaya, memperkuat komunitas, dan menciptakan ekosistem pembelajaran yang lebih interaktif bagi sivitas akademika dan masyarakat luas. (IMK/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali meneguhkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas akademik dan kapasitas riset. Tahun 2025, UII resmi menyambut 33 doktor baru yang menuntaskan studi di berbagai perguruan tinggi bergengsi dalam dan luar negeri. Para lulusan tersebut menempuh pendidikan doktoral di sejumlah negara, termasuk Australia, Jepang, Korea, Inggris, Swedia, Turki, Malaysia, Brunei Darussalam, Estonia, dan Indonesia.

Momentum tahunan ini menjadi langkah strategis UII dalam memperkuat SDM akademik serta mendorong terbangunnya ekosistem penelitian dan pengabdian masyarakat yang semakin unggul. Acara penyambutan digelar di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII, Kamis (11/12/2025), dihadiri Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII, Rektor dan Wakil Rektor, para dekan, serta pejabat struktural UII.

Dari 33 doktor baru tersebut, 16 dosen menyelesaikan studi di dalam negeri, sementara 17 lainnya meraih gelar doktor dari kampus luar negeri. Keragaman latar belakang akademik ini diharapkan memperluas perspektif keilmuan dan menguatkan jejaring kolaborasi internasional UII.

Sejumlah capaian istimewa turut mewarnai penyambutan tahun ini yaitu Nur Ellyanawati Esty Rahayu, S.E., M.M. dari Program Studi Analisis Keuangan Program Sarjana Terapan dan dr. Linda Rosita, M.Kes., Sp.PK(K)  dari Program Studi Kedokteran keduanya berhasil menyelesaikan studi doktoral dalam waktu tercepat, yakni 2 tahun 9 bulan.

Prestasi akademik juga ditorehkan oleh Moh. Hasyim, S.H., S.U. dari Program Studi Hukum , Supriyanto, S.T., M.Eng., M.Sc., Ph.D. dari Program Studi Teknik Lingkungan, dan Dr. Drs. Suwarsono dari Program Studi Manajemen yang masing-masing meraih IPK sempurna 4,00.

Rektor UII, Fathul Wahid menyambut dengan bahagia kembalinya para doktor baru UII. Ia menegaskan bahwa keberagaman lintasan akademik para doktor baru ini mencerminkan keluasan orientasi intelektual UII serta keterbukaan kita terhadap kolaborasi dan pertumbuhan nasional dan global. “Keberagaman keilmuan, latar pendidikan, dan pengalaman internasional para doktor baru menjadikan universitas ini lebih resilien, lebih subur secara intelektual, dan lebih siap menghadapi tantangan zaman.

Lebih lanjut, Fathul Wahid meyakini ragam latar belakang tidak hanya memperkaya pandangan keilmuan di lingkungan UII, tetapi juga membuka jalan bagi jejaring kolaborasi internasional yang semakin luas dan strategis. “Dengan hadirnya para doktor baru ini, kita memperkuat posisi UII dalam ekosistem pendidikan tinggi—baik di tingkat nasional maupun global—melalui kontribusi akademik yang lebih bermakna, relevan, dan berguna bagi masyarakat luas,” harapnya.

Hingga akhir 2025, UII memiliki 254 dosen bergelar doktor (32,60%) dari total 779 dosen. Angka ini akan terus meningkat seiring 202 dosen yang kini masih menempuh studi doktoral. UII memproyeksikan jumlah dosen berpendidikan S3 akan mencapai 456 orang atau 58,54% dalam beberapa tahun mendatang.

Kehadiran doktor baru menjadi penanda penting dalam upaya UII menjadi kampus riset berdaya saing global. Para doktor diharapkan menjadi motor penggerak peningkatan mutu akademik melalui penelitian relevan, publikasi ilmiah bereputasi, dan program pengabdian masyarakat yang berdampak.

UII terus mendorong penelitian lintas disiplin, kolaborasi internasional, publikasi bereputasi, dan inovasi pengabdian masyarakat. Bertambahnya jumlah doktor baru menjadi modal utama bagi UII dalam memperkuat perannya sebagai perguruan tinggi yang adaptif, kompetitif, dan bermanfaat bagi masyarakat luas. (IA/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyelenggarakan Ngaji Bareng bertajuk Visi Al-Qur’an Menjawab Tantangan Zaman pada Senin (8/12) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII. Ngaji bareng kali ini masih dibersamai oleh K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim atau kerap disapa dengan Gus Baha dan Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Lc., M.A. yang dimoderatori oleh Rektor UII, Fathul Wahid.

Dalam paparannya, Gus Baha menekankan pentingnya orang saleh menguasai ilmu hadis agar tidak terjerumus pada penyampaian riwayat yang keliru.

“Keilmuan hadis itu harus dijaga supaya orang sholeh itu tidak berdusta seperti meriwayatkan hadis. Ini penting supaya orang muslim tidak terjebak pada riwayat yang tidak jelas. Orang baik itu mengakui dan taat hukum,” ujar Gus Baha.

Sementara itu, Quraish Shihab menyoroti bahwa tantangan terbesar manusia sepanjang masa adalah perubahan zaman. Menurutnya, manusia dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa melepaskan nilai-nilai ajaran Islam. Ia menegaskan bahwa manusia sebagai khalifah memiliki tugas untuk mengelola bumi berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan memaknai keindahan ciptaan Allah.

“Alam raya ini semuanya indah, semuanya benar, semuanya baik, maka manusia mencari yang terbaik dan di situ manusia menemukan Tuhan. Mencari yang benar, melahirkan ilmu; mencari yang baik, melahirkan akhlaq; mencari yang indah melahirkan seni,” tutur Quraish Shihab. (AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan kegiatan Networking Lunch bersama perwakilan kedutaan mitra, lembaga penyedia beasiswa internasional, dan institusi pendidikan global pada Kamis (04/12)  di Gedung Kuliah Umum, Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian International Day 2025 dan bertujuan memperkuat jejaring kerja sama internasional UII baik di bidang akademik, penelitian, maupun pengembangan mobilitas mahasiswa.

Acara tersebut dihadiri oleh Rektor UII, Fathul Wahid; Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan, Wiryono Raharjo, Direktur Kemitraan/Kantor Kantor Urusan Internasional, Dian Sari Utami; Kepala Divisi Kemitraan Luar Negeri, Joni Aldila Fajri; dan Kepala Divisi Mobilitas Internasional, Nihlah Ilhami. Turut hadir dari pihak mitra internasional Mr. Stephen Lorete, Deputy Head of Mission Kedutaan Besar Kenya di Jakarta; Mr. Théophile Rurangwa, First Counsellor Kedutaan Besar Rwanda di Jakarta; Olivia Jeane Sopacua, Program Officer for Marketing DAAD Indonesia; serta Agung Riantiarno, Koordinator Campus France Indonesia di Yogyakarta.

Dalam sesi diskusi tersebut, UII dan perwakilan Kedutaan Rwanda dan Kenya menyepakati rencana kolaborasi strategis di bidang pendidikan, khususnya dalam hal penerimaan mahasiswa internasional dan pengembangan jejaring kerja sama antar institusi di kedua negara. Kolaborasi ini diharapkan membuka lebih banyak jalur mobilitas akademik dan peluang beasiswa bagi masyarakat Rwanda dan Kenya yang berminat melanjutkan pendidikan tinggi di Indonesia melalui UII. Selain itu, UII juga menjajaki kolaborasi lanjutan dengan DAAD Indonesia dan Campus France Indonesia terkait informasi beasiswa dan penyelenggaraan kegiatan bersama di masa mendatang.

UII menyampaikan apresiasi atas kontribusi seluruh pihak dalam membangun kerja sama yang lebih kuat demi peningkatan kualitas internasionalisasi di lingkungan UII. Kegiatan ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam menghadirkan lebih banyak peluang global bagi mahasiswa UII dan memperluas dampak pendidikan tinggi lintas negara. (NI/DS/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) menyelenggarakan kegiatan Info Session Study in Germany & Scholarship Opportunities pada Kamis (04/12) yang menghadirkan narasumber dari DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst / German Academic Exchange Service). Sesi ini disampaikan oleh Ibu Olivia Jeane Sopacua, Program Officer for Marketing – DAAD Indonesia, yang memaparkan berbagai informasi terkait peluang studi dan beasiswa untuk mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan di Jerman.

Kegiatan dibuka dengan sambutan dari Dr.rer.nat. Dian Sari Utami, Direktur Kemitraan / Kepala Kantor Urusan Internasional UII, yang menyambut baik terselenggaranya sesi sosialisasi ini. Beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian penting dari komitmen UII dalam memperluas wawasan internasional mahasiswa dan dosen serta menyediakan akses informasi langsung mengenai peluang studi dan pendanaan pendidikan di luar negeri. Ia berharap semakin banyak mahasiswa dan dosen UII yang dapat memanfaatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Jerman melalui skema beasiswa DAAD.

Dalam pemaparannya, Olivia menjelaskan secara komprehensif mengenai berbagai keuntungan studi di Jerman, mulai dari kualitas pendidikan yang tinggi, keberagaman program internasional dalam Bahasa Inggris, biaya kuliah yang terjangkau, hingga peluang kerja setelah lulus. Selain itu, peserta mendapatkan informasi mengenai proses pendaftaran, persyaratan akademik dan bahasa, mekanisme visa, skema pendanaan studi, serta berbagai opsi beasiswa seperti EPOS, Helmut Schmidt Programme, Postgraduate Scholarships, Summer Courses, serta beasiswa penelitian untuk mahasiswa Master, PhD, maupun Postdoctoral. Dari kegiatan ini diharapkan semakin banyak mahasiswa dan dosen yang mendapatkan informasi terkait potensi dan kesempatan studi lanjut di Jerman. (NI/DS/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan International Day 2025 di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir pada Kamis (04/12) sebagai ajang perjumpaan budaya global yang mempertemukan mahasiswa dari berbagai negara. Acara tahunan yang diinisiasi oleh Culture and Learning Center (CLC) ini berlangsung selama satu hari penuh dan menghadirkan beragam pertunjukan budaya, bazar internasional, serta aktivitas interaktif yang bertujuan memperkuat pemahaman lintas budaya di kalangan mahasiswa UII.

Rektor UII, Fathul Wahid, dalam sambutannya menegaskan bahwa International Day menjadi pengingat penting bahwa internasionalisasi bukan hanya agenda akademik, tetapi proses memperkuat cara pandang yang terbuka dan kolaboratif di lingkungan kampus. Ia menekankan bahwa keberagaman yang hadir pada hari itu mencerminkan wajah UII sebagai komunitas global yang terus tumbuh.

“Hari ini kampus kita kembali menjadi ruang perjumpaan budaya yang memperkaya cara kita memahami dunia,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa UII berkomitmen membangun ekosistem yang inklusif dan siap berkontribusi di tingkat global.

“Internasionalisasi tidak hanya bicara tentang prestasi akademik, tetapi juga tentang keberanian membuka diri dan berkembang bersama komunitas global,” tegasnya.

Rektor menutup sambutannya dengan penegasan bahwa kehadiran para tamu lintas negara memperkuat langkah UII menjadi universitas yang ramah dan aktif dalam jejaring dunia. “

Inisiatif seperti ini mempertegas posisi UII sebagai institusi yang terbuka dan siap memperluas kontribusi di ranah global,” tuturnya.

Acara tahun ini turut dihadiri tamu undangan internasional, antara lain Mr. Stephen Lorete (Deputy Head of Mission, Kedutaan Besar Kenya), Mr. Theophile Rurangwa (First Counsellor, Kedutaan Besar Rwanda), Olivia Jeane Sopacua dari DAAD, serta Danang Aditya Nizar dari Raoul Wallenberg Institute, yang semakin memperkaya atmosfer global perhelatan.

Sepanjang kegiatan, peserta menikmati Opening Parade yang menghadirkan UII Marching Band dan mahasiswa internasional dalam busana tradisional, International Fashion Show, pertunjukan angklung, tembang Jawa, CLC Buddies Dance, Xaviera Dance, serta penampilan budaya dari berbagai negara yang dipresentasikan oleh mahasiswa. Cultural Bazaar menyajikan kerajinan, produk tradisional, dan makanan khas dari berbagai negara dan daerah, sementara Games Booth menyediakan aktivitas interaktif untuk memperkuat keterlibatan peserta dalam pembelajaran budaya.

Melalui International Day 2025, UII berharap tumbuhnya rasa hormat dan apresiasi terhadap keberagaman di lingkungan kampus, meningkatnya komunikasi lintas budaya antara mahasiswa lokal dan internasional, serta bertambahnya kesadaran mahasiswa terhadap peluang pembelajaran global. Kegiatan ini juga menghasilkan dokumentasi foto dan video, umpan balik peserta, serta penguatan kolaborasi antara komunitas mahasiswa dan jaringan internasional sebagai wujud komitmen UII terhadap lingkungan kampus yang inklusif dan berwawasan global.