Direktorat Layanan Akademik (DLA) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Kuliah Umum Pascasarjana UII ke-20 yang dilaksanakan pada Sabtu (24/5) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Kuliah umum ini dilaksanakan secara hybrid dengan tambahan akses melalui tayangan langsung di kanal YouTube resmi Universitas Islam Indonesia.

Kegiatan yang mengangkat tema Kontestasi Norma Tatanan Internasional Liberal (Liberal International Order) menghadirkan Irawan Jati, S.IP., M.Hum., M.S.S., Ph.D. selaku dosen Program Studi Hubungan Internasional UII yang meraih gelar doktoral dari Political Science and International Studies, The University of Queensland, Australia sebagai narasumber utama dan dimoderatori oleh Farhan Abdul Majiid, S.Sos., M.A, dosen Program Studi Hubungan Internasional UII. Peserta acara ini merupakan seluruh mahasiswa pascasarjana UII Semester Genap Tahun Akademik 2024/2025.

Sesi kuliah umum sebelumnya diawali dengan sambutan Rektor UII, Fathul Wahid yang menyatakan bahwa tema kuliah umum yang diadakan saat ini sangat relevan dan penting untuk dibahas karena dalam beberapa terakhir terjadi permasalahan global dimana kebijakan suatu negara bisa memberikan pengaruh bagi negara-negara lain.

Ia juga menyinggung bahwa sejatinya integrasi atau persatuan diantara negara-negara di dunia masih merupakan permasalahan yang tidak pernah berhenti hingga saat ini. “Pekerjaan rumah integrasi masih dikeluhkan. Bisa jadi ada norma yang terkontestasi yang dimana tidak bisa dilebur. Di lapangan ceritanya berbeda, tidak seindah di buku dan seminar-seminar” ungkapnya.

Irawan Jati, S.IP., M.Hum., M.S.S., Ph.D dalam penyampaian materinya menyatakan bahwa ada banyak permasalahan mengenai definisi ulang atau kontestasi dari tatanan global sejak Donald Trump dilantik menjadi presiden Amerika Serikat (AS) ke-47 pada tahun 2025. Dari isu perdagangan global kontemporer saat ini misalnya, sejak Donald Trump menerapkan berbagai kebijakan seperti pengenaan tarif impor di AS yang menyebabkan banyak negara berkembang bergabung dengan organisasi antar-pemerintah BRICS (Akronim dalam Bahasa Inggris dari: Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) termasuk Indonesia untuk menghadapi dominasi politik dan ekonomi AS.

 

Norma dan Kontestasi Norma Tatanan Internasional Liberal (TIL)

Irawan mengungkapkan bahwa pada kenyataannya konsep TIL selalu menghadapi kontestasi norma dari berbagai negara. TIL pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh dominasi AS dan dunia barat. Kontestasi norma TIL pada dasarnya berarti proses dimana individu, kelompok, atau organisasi secara aktif menantang dan mengkritik norma, standar perilaku, atau harapan bersama yang ada dalam sistem internasional (disarikan dari Wiener, 2011).

Salah satu bentuk dari kontestasi norma TIL adalah Liberal Mimicry dengan cara menginterpretasikan norma liberal. Irawan mencontohkan negara Cina yang dianggap oligarki karena hanya memiliki satu partai yaitu Partai Komunis Cina (PKC), namun negara Cina menyatakan bahwa negaranya menerapkan good governance sebagai validitas kontestasi demokratisasi di Cina.

Terakhir, Irawan menyimpulkan bahwa norma TIL terbukti mendapat kontestasi dari dalam dan luar sistem. Kebijakan dalam Donald Trump akhir-akhir ini juga termasuk dalam kontestasi validitas norma TIL. Dalam sesi tanya jawab, Irawan menjawab salah satu pertanyaan mengenai alasan Amerika Serikat dalam menerapkan kebijakan-kebijakan baru yang kontroversial saat ini. Irawan mengungkapkan bahwa Donald Trump membuat kebijakan-kebijakan tersebut untuk memproteksi federasi AS itu sendiri.

Meski begitu, sebagaimana negara-negara demokrasi kebijakan-kebijakan itu akan selalu berubah sehingga kekhawatiran bisa diminimalisir. “Pertama ini memang proteksionis untuk internal. Tapi ini temporer, karena beberapa kebijakan itu bisa di-revoke kembali oleh presiden yang baru dengan executive order misalnya. Dan kedua ada beberapa kebijakan itu yang harus ada persetujuan dari kongres Model kebijakan di Amerika itu ada dua power-nya di presiden dan kongres. Jadi, Trump itu tidak menjadi solo agent dalam membuat keputusan. Ini akan berganti saya yakin dan tidak akan berterusan asal bukan berasal dari Republican (Partai Republik),” pungkasnya. (AAU/AHR/RS)

Tiga dosen dari Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa (IKJ) dan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) yakni Dr. Ade Indah Wahdini, Sp.KJ, dan dr. Baiq Rohaslia Rhadiana, M.Sc., Sp.KJ, serta Dr. dr. Sunarto, M.Kes berbagi berbagi pengalaman terkait cara berkomunikasi hingga pendampingan untuk para kader  pendamping ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) dalam Kegiatan Pelatihan Kader Pendamping ODGJ pada Sabtu (24/05) di Ruang Audio-Visual Fakultas Hukum (FH) UII.

Mengenal Gangguan Jiwa

Ade Indah Wahdini, Sp.KJ dalam penyampaian materinya memberikan banyak istilah penting terkait ODGJ. Ia menyampaikan beberapa kriteria gangguan jiwa yang terdiri dari adanya gejala klinis bermakna, menimbulkan distress seperti rasa tidak nyaman hingga nyeri, bahkan tidak mampu merawat diri.

“Penyebab gangguan jiwa ini multifaktorial. Dari sisi biologis dipengaruhi oleh genetik, ketidakseimangan zat kimia dalam tubuh, hormon yang berubah, hingga kondisi medis. Sisi psikologis bisa dari kepribadian hingga riwayat trauma. Dari lingkungan juga bisa dari keadaan ekonomi dan konflik sosial yang memicu stress berkepanjangan,” ungkap dr. Ade.

Kemudian, dr. Ade juga memberikan informasi terkait tanda dan gejala dari gangguan jiwa mulai dari segi pikiran yang sulit berkonsentrasi hingga halusinasi. Perasaan yang selalu sedih hingga takut. Bahkan dalam berperilaku, ODGJ dalam membahayakan diri sendiri hingga orang lain.

Lebih lanjut, dr. Ade memberikan informasi kepada kader pendamping ODGJ dalam deteksi dini gangguan jiwa dengan 3 instrumen yakni Self Reporting Questionnaire dengan 20 dan 29 pertanyaan serta Geriatric Depression Scale (GDS).

Keterampilan Komunikasi Bagi Kader
Lanjut pada materi kedua yang dibawakan oleh dr. Baiq Rohaslia Rhadiana, M.Sc., Sp.KJ yang memaparkan bagaimana para kader mampu berkomunikasi dengan tepat baik dengan pasien ODGJ maupun keluarga karena komunikasi memiliki peran yang sangat penting untuk membentuk perilaku keteraturan minum obat untuk pasien.

“Bagaimana strategi komunikasi yang tepat dan efektif untuk pasien dan keluarga? Berangkat dari kebutuhan keluarga dan pasien, dari itu perlu dilakukan validasi terlebih dahulu pemahaman mereka (pasien dan keluarga -red) tentang informasi yang merek butuhkan. Penting bagi kita (kader pendamping -red) untuk memberi edukasi dan informasi yang dianggap perlu diketahui keluarga dengan tetap mengedepankan prinsip komunikasi yang baik,” jelas dr. Baiq

Selain itu, perlu ada sambung rasa dengan interaksi antara pasien dengan pewawancara yang didalamnya terdapat rasa percaya dan pengertian sehingga pasien dan keluarga lebih mudah membuka diri pada pemeriksa.

Peran dan Fungsi Kader Jiwa

Materi terakhir disampaikan oleh Dr. dr. Sunarto, M.Kes bagaimana pentingnya peran dan fungsi dari kader jiwa. Disampaikan oleh dr. Sunarto, peran kader sangat penting dalam mendampingi pasien ODGJ untuk pulih meliputi pendataan, pemantauan kasus gangguan jiwa di wilayah hingga menjadi motivator dalam pelaksanaan pengobatan dan rehabilitasi.

“Fungsi kader jiwa juga meliputi banyak aspek misalnya dari segi promotif, kader pendamping perlu menyampaikan informasi pentingnya memelihara kesehatan jiwa. Kemudian, langkah preventif juga dilakukan oleh kader dalam membantu mengenali gejala gangguan jiwa. Fungsi kuratif dengan mendorong dan memfasilitasi penderita untuk berobat. Hingga menjalankan fungsi rehabilitative dengan mendampingi pasien dalam proses pemulihan dan reintegrasi sosial,” jelas dr. Sunarto

dr. Sunarto juga memberikan beberapa rekomendasi untuk pemangku kepentingan dalam meningkatkan kinerja dari para kader pendamping ODGJ dan integrasi dalam penuntasan masalah ODGJ di wilayah DIY meliputi pendataan dan pemetaan wilayah kerja kader sehingga sasaran prioritas bisa maksimal.

“Pembentukan forum atau jejaring kader jiwa DIY sebagai wadah koordinasi, belajar bersama, dan bentuk dukungan. Penting juga dalam pengintegrasian program puskesmas, pemerintah desa, hingga dinas terkait bahkan rumah sakit. Selanjutnya, edukasi dan kampanye kesadaran jiwa dengan melakukan diskusi dengan warga hingga media sosial,” jelasnya.

Selain itu, monitoring dan evaluasi berkala dengan membuat indicator kinerja sehingga sasaran prioritas bisa terukur. Terakhir, advokasi untuk insentif dan perlindungan kader dengan perlingdingan hukum dan kesehatan, serta insentif dari dana desa maupun CSR (corporate social responsibility) atau tanggung jawab sosial dari pemangku kepentingan maupun mitra. (AHR/RS)

Memperingati hari skizofrenia sedunia, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa (IKJ) dan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) menyelenggarakan Pelatihan Kader Pendamping ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) pada Sabtu (24/5) di Ruang Audio Visual Gedung Fakultas Hukum UII.

Mengangkat tema “Peningkatan Kompetensi Kader Kesehatan Jiwa Masyarakat dalam Deteksi Dini Psikosis se-DIY dan turut mengundang Dr. Ade Indah Wahdini, Sp.KJ, dan dr. Baiq Rohaslia Rhadiana, M.Sc., Sp.KJ, dan Dr. dr. Sunarto, M.Kes sebagai pemateri yang dibagi dalam tiga sesi. Acara dihadiri oleh perwakilan kader dari lima daerah yaitu Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kota Yogyakarta.

Kesehatan jiwa kini menjadi isu krusial. Temuan terbaru menunjukkan bahwa salah satu daerah dengan angka tertinggi gangguan psikosis justru datang dari pusat pendidikan dan budaya yaitu Yogyakarta. “Data nasional itu ternyata, Psikosis Indonesia itu juaranya di D.I Yogyakarta. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia 2023, Indonesia mendapat 4% orang dengan gejala, sedangkan diagnosa tegas itu 3%. Artinya ada 1% yang tidak tertegakkan diagnosisnya. Ternyata di D.I Yogyakarta itu orang bergejala 9,3% artinya melebihi persentase nasional,” ungkap Dr. dr. Isnatin Miladiyah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran UII dalam sambutannya.

Fathul Wahid, Rektor UII menyinggung bahwa semua orang bisa terkena gangguan kesehatan mental. Tidak terkecuali para mahasiswa. Untuk mendukung hal tersebut, UII menyediakan layanan konseling bagi mahasiswa. “Ini penting untuk memberikan kesadaran karena potensi gangguan kejiwaan bisa menjangkiti siapa saja. Preferensinya lebih tinggi di kalangan remaja,” ujar Fathul.

Orang yang mengalami gangguan kesehatan mental beresiko melakukan tindakan bunuh diri. Fathul mengatakan, kasus bunuh diri setiap tahun terjadi sebanyak 1.800 kasus. Ia juga turut mengapresiasi para peserta yang bersedia menjadi kader dan memberikan kontribusi nyata dalam menjadi pendamping ODGJ di wilayahnya masing-masing.

Lebih lanjut, Soleh Anwari, S.ST sebagai Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta (P3AP2) dalam sambutannya menekankan dukungan keluarga, empati dan pemahaman tentang ODGJ adalah faktor kunci kesembuhan bagi pasien ODGJ. (NKA/AHR/RS)

Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Islam Indonesia (UII), melalui organisasi Peace Education Community (PEC) yang bergerak dalam bidang dakwah di lingkungan PAI, kembali menggelar kegiatan “Jum’at Bersimpuh” pada Jumat (23/5). Acara ini berlangsung di Ruang Laboratorium PAI lantai 3, Gedung Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII.

Kegiatan yang rutin diselenggarakan setiap Jumat pagi ini diikuti oleh dosen, tenaga kependidikan, serta mahasiswa PAI UII. Mengusung tema “Menguatkan Kebersamaan, Meraih Keberkahan”, kegiatan ini menjadi wadah refleksi spiritual dan kebersamaan bagi sivitas akademika.

Acara diawali dengan pembacaan mujahadah, dipimpin oleh Moh. Mizan Habibi, S.Pd.I., M.Pd.I dosen PAI UII sekaligus pembimbing PEC. Mujahadah dibaca dalam bentuk sholawat, zikir, dan amalan-amalan lainnya. Kegiatan kemudian ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Drs. Imam Mudjiono, M.Ag. 

Dalam wawancara usai kegiatan, Moh. Mizan Habibi menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan mempererat rasa kebersamaan antar sivitas akademika PAI, sekaligus menjadi momen untuk memperkuat spiritualitas di tengah dinamika kehidupan kampus.

“Acara ini terlaksana dalam rangka mengajak para sivitas akademika PAI untuk memulai hari dengan berdoa’, zikir, serta bersholawat untuk melengkapi ikhtiar bersama menjadikan PAI lebih baik lagi” ungkapnya. 

Sementara itu, Ketua PEC, Bunga Solikhah, menambahkan bahwa kegiatan serupa sebenarnya telah dirintis sejak periode sebelumnya, namun belum berjalan optimal. Pada masa kepengurusan PEC saat ini, ia berkomitmen untuk menguatkan kembali agenda ini secara lebih konsisten.

“Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi sarana untuk mendoakan Program Studi PAI agar semakin maju dan memberi manfaat yang lebih luas,” ujarnya.

Dengan semangat kebersamaan dan nilai-nilai spiritual, “Jum’at Bersimpuh” diharapkan menjadi bagian dari budaya akademik yang mendalam dan memberi kesan positif tersendiri bagi lingkungan PAI UII. (GRR/AHR/RS)

Cilacs UII menerima kunjungan dari perwakilan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI), Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan), dalam rangka konsultasi dan penjajakan kerja sama pengembangan program pelatihan bahasa asing bagi Taruna dari tiga matra TNI, yaitu Taruna Akademi Angkatan Udara (AAU), Taruna Akademi Angkatan Laut (AAL), dan Taruna Akademi Militer (Akmil) pada Kamis (22/05).

Kunjungan yang dilaksanakan di Kampus UII Demangan ini dihadiri oleh: Kolonel Permadi, Letkol Yogie, PNS Saeful dan disambut hangat oleh Kepala departemen Pemasaran Aditya Suci dan didampingi Mardianto (staf pemasaran).

Tujuan utama kunjungan ini adalah untuk mendiskusikan kebutuhan peningkatan kompetensi bahasa asing bagi Taruna terpilih yang dipersiapkan untuk mengikuti studi ke luar negeri, khususnya ke Amerika Serikat, Australia, dan Jepang.

Kerja sama ini merupakan pengembangan dari program pelatihan bahasa Jepang yang telah berjalan sebelumnya antara Kemenhan RI dan Cilacs UII. Dalam diskusi tersebut, beberapa kebutuhan program pelatihan yang disampaikan antara lain: Program Conversation (Speaking), Program Preparation TOEFL, Program English for Presentation, Program Preparation for ACT (American College Testing), Program Preparation for SAT (Scholastic Aptitude Test) dan Layanan registrasi resmi tes ACT dan SAT.

Cilacs UII menyambut baik inisiatif ini sebagai bagian dari kontribusi institusi dalam mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia pertahanan Indonesia yang mampu bersaing secara global melalui penguasaan bahasa asing. (ANK/AHR/RS))

Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII), melalui Program Studi Magister Ilmu Agama Islam dan Program Doktor Hukum Islam, menggelar Kuliah Pakar bertajuk “Tantangan Ketahanan Keluarga Sebagai Miniatur Ketahanan Bangsa di Era Global.” Kegiatan ini berlangsung pada Selasa (20/5), bertempat di Ruang Kuliah 3.16, Gedung KH. Wahid Hasyim FIAI UII.

Kuliah pakar ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Prof. Dr. Drs. K.H. Muhammad Amin Suma, B.A., S.H., M.A., M.M., selaku Ketua Umum Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI), serta Khoiriyah Roihan, S.Ag., M.H., yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama Yogyakarta. Acara ini ditujukan khusus bagi mahasiswa Program Magister Ilmu Agama Islam dan Program Doktor Hukum Islam.

Selain kuliah pakar, kegiatan ini juga dirangkai dengan prosesi pelantikan pengurus HISSI Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2025–2029 oleh Prof. Muhammad Amin Suma. Sebanyak 25 orang pengurus dilantik secara resmi dalam sesi tersebut.

Dalam sambutannya, Dekan FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni, M.A., menegaskan pentingnya ketahanan keluarga sebagai isu aktual umat. Ia menyoroti bahwa cinta, sakinah, mawaddah, dan rahmah menjadi fondasi utama dalam menjaga keutuhan rumah tangga.

“Saya heran kenapa ketahanan rumah tangga selalu dikaitkan dengan faktor material. Padahal, perceraian seringkali terjadi karena tidak adanya ketahanan cinta. Ini menjadi tugas kita bersama untuk membimbing umat agar kehancuran rumah tangga tidak menjadi bagian dari kehidupan mereka,” ujarnya

Memasuki sesi kuliah pakar, moderator Dr. Mukhsin Ahmad, S.Ag., M.Ag. memandu jalannya diskusi. Narasumber pertama, Prof. Amin Suma, menyampaikan bahwa angka perceraian di Indonesia menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Beberapa provinsi seperti Maluku, NTT, dan Aceh mencatat rasio perceraian yang lebih rendah dibanding daerah lain.

“Penyebab perceraian tidak hanya faktor ekonomi, tetapi juga muncul karena persoalan sosial seperti komunikasi yang buruk, penundaan pernikahan, hingga ketakutan perempuan terhadap kehamilan dan persalinan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa dalam banyak kasus, konflik rumah tangga muncul karena pasangan suami istri lebih sering menuntut hak daripada menjalankan kewajiban. Hal ini mengarah pada hubungan yang rapuh dan mudah berakhir di meja perceraian.

Narasumber kedua, Khoiriyah Roihan, menyoroti tantangan yang dihadapi lembaga peradilan agama. Ia mengungkapkan bahwa masyarakat kerap salah kaprah dalam memandang peran pengadilan agama sebagai pihak yang menyebabkan perceraian.

“Padahal, kami ini berada di hilir. Kami hanya menerima masalah yang sudah kompleks dari hulu. Banyak pasangan muda datang ke pengadilan setelah melewati pergaulan bebas, hamil di luar nikah, dan tekanan sosial lainnya,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa pengadilan agama sejatinya tidak memiliki kewenangan penuh untuk mencegah perceraian. Meski begitu, upaya mediasi terus dilakukan sebagai langkah untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga.

Dalam proses pernikahan dini, pengadilan juga telah menerapkan proses penyaringan (screening) meliputi aspek kesehatan reproduksi, kesiapan mental, dan pemahaman keagamaan. “Faktor ekonomi memang bukan satu-satunya penyebab perceraian, namun hampir semua,” ungkapnya. (GRR/AHR/RS)

Pusat Studi dan Advokasi Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyelenggarakan agenda, Srawung Demokrasi, bertepatan dengan peringatan milad lembaga tersebut yang pertama, Selasa (20/5). Dengan tema Refocusing Khittah Reformasi, acara ini menghadirkan tiga tokoh nasional yakni Anies Baswedan, Prof. Connie Rahakundini Bakrie, dan Hamid Basyaib sebagai pembicara utama. Kegiatan berlangsung di Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito Lt.1, Kampus Terpadu UII.

Direktur PSAD UII, Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si., M.A. menyampaikan refleksi perjalanan lembaga dalam mengawal wacana demokrasi di ranah akademik. Disusul oleh sambutan Rektor UII, Fathul Wahid, dan dewan penasehat PSAD, Prof. Dr. H. M. Mahfud MD, yang secara khusus menyoroti urgensi memperkuat kembali semangat reformasi di tengah kecenderungan kemunduran demokrasi.

“Banyak sekali cerita yang tampaknya tidak mudah kita ungkapkan hari ini, karena banyak memang yang ditutupi untuk tidak terbuka di ruang publik. Jadi, momen hari ini, selain memperingati satu tahun PSAD UII, juga menjadi pengingat kita bahwa 27 tahun lalu, ada harapan yang disemai, harapan yang digantungkan, yang hari ini, harapan itu ternyata layu sebelum berkembang,” ungkap Fathul Wahid dalam sambutannya.

Setelah sesi pembukaan, PSAD UII turut meluncurkan dua buku bertema demokrasi. Buku pertama berjudul “Suara Sunyi di Tengah Keriuhan” oleh Fathul Wahid, dan buku kedua “Membumikan Demokrasi & Etika Publik” oleh  Prof. Masduki. Kedua karya ini menjadi bentuk kontribusi akademik PSAD dalam merawat diskursus publik dan menyuarakan suara publik yang mulai terpinggirkan.

Setelahnya sesi diskusi dimulai dengan dimoderatori oleh akademisi Fakultas Hukum UII, Eko Riyadi. Dalam paparannya, Anies Baswedan mengangkat persoalan sentralisasi kekuasaan yang menurutnya mengikis semangat otonomi daerah yang menjadi bagian penting dari agenda reformasi.

“Ada kecenderungan, beberapa tahun terakhir ini terutama sesudah keluarnya Omnibus, di mana kewenangan-kewenangan daerah ditarik kembali ke pemerintah pusat. Ketika itu terjadi, maka kegiatan pemerintahan di daerah menjadi pincang,” tegas Anies.

Menurutnya, praktik ini berbahaya karena mempersempit ruang inovasi dan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Sementara itu, Prof. Connie Rahakundini Bakrie dalam pemaparannya menekankan pentingnya menghidupkan kembali gagasan kenegaraan yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Ia menyebut konsep Negara Paripurna ala Sukarno sebagai bentuk ideal negara Indonesia yang berdaulat secara menyeluruh.

“Konsep Negara Paripurna Sukarno ini adalah bentuk Negara yang ideal, karena merdeka bukan hanya secara politik, tapi berdaulat dalam segala hal, ekonomi, budaya, keadilan sosial,” jelasnya.

Lebih lanjut, Connie juga mengkritik dominasi suara buzzer dalam ruang publik yang sering kali membungkam intelektual kampus. “Sekarang, tokoh pemikir kampus dianggap suaranya jauh lebih kecil dibandingkan suara buzzer. Harusnya, mahasiswa atau yang hadir di sini, melihat seorang intelektual dari kampus manapun, begitu suara mereka dihancurkan, kalian bersuara dong. Yang mesti kita lawan itu buzzer yang mencoba membelokkan cara kita berpikir.”

Sesi terakhir disampaikan oleh jurnalis senior dan esais, Hamid Basyaib, yang mengangkat tema kebebasan berekspresi dalam demokrasi. Ia mengkritik sensitivitas berlebihan dari para pejabat publik terhadap satire dan kritik masyarakat. “Pejabat kita itu sukanya ngadu kalo diledek. Demokrasi itu tidak melindungi pejabat negara atau figur publik dari satir atau ledek-ledekan,” ujar Hamid, disambut gelak tawa peserta diskusi. Menurutnya, sebagai figur publik, pejabat memiliki banyak privilese sehingga harus siap menghadapi kritik terbuka.

Sebagai penutup, acara dimeriahkan oleh penampilan Band Rock asal Purbalingga, Sukatani Band ini sebelumnya sempat mencuri perhatian publik karena lagu-lagu mereka yang penuh kritik sosial. Dalam penampilannya, mereka membawakan beberapa lagu seperti, Gelap Gempita dan Alas Wirasaba, yang menggugah kesadaran peserta melalui lirik-lirik tajam dan musik yang enerjik.

Srawung Demokrasi #6 bukan hanya perayaan ulang tahun PSAD UII, namun juga menjadi pengingat kolektif akan pentingnya merawat nilai-nilai reformasi yang kini kian tergerus. Di tengah derasnya arus informasi dan disinformasi, kegiatan ini menjadi tempat intelektual yang mengajak publik kampus untuk kembali bersuara dan berfikir kritis. (MFPS/AHR/RS)

Di tengah berlangsungnya genosida di Gaza dan menguatnya tekanan Israel terhadap warga Palestina di kawasan Tepi Barat, Universitas Islam Indonesia (UII) kembali berikhtiar menghadirkan ruang diplomasi dan solidaritas internasional dengan menghadirkan Duta Besar Palestina untuk Republik Indonesia, Dr. Zuhair S.M. Al-Shun dalam Ambassadorial Lecture bertajuk Hope for Palestinian Youth: The Role of New Generation for the Future Palestine.

Acara ini merupakan kunjungan kali kelima Dubes Zuhair ke kampus UII, menandai eratnya hubungan antara UII dan Palestina. Dalam sambutannya, Rektor UII, Fathul Wahid, menyampaikan bahwa UII telah bekerja sama dengan Kedutaan Besar Palestina dalam penyediaan beasiswa pendidikan untuk mahasiswa Palestina. Ia berharap, acara ini dapat meningkatkan empati dan solidaritas publik terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Dubes Zuhair membuka paparannya dengan mengingatkan pentingnya Nakba Day (Dzkira an-Nakbah) yang jatuh pada 15 Mei 2025, sebuah hari duka yang memasuki tahun ke-77 sejak pengusiran paksa rakyat Palestina dari tanah kelahirannya oleh Israel. Ia menekankan bahwa meskipun banyak akademisi dan intelektual Palestina yang terpaksa menjadi diaspora, mereka tidak pernah tercerabut dari identitas dan komitmen terhadap tanah airnya.

Menyoroti agresi militer Israel yang didukung kekuatan global, Dubes Zuhair menyatakan bahwa prospek perdamaian yang sudah diperjuangkan sejak era Yasser Arafat kian redup. Ia menegaskan bahwa kunci utama perdamaian terletak pada pengakuan Yerusalem/Al-Quds sebagai ibukota tunggal Palestina.

We are the leaders in talking about two state solutions in international organizations to show the world that we care for peace, but Israel is the one who takes force in this issue,” tegas Dubes Zuhair.

Lebih lanjut, ia mengajak pemuda, termasuk di Indonesia, untuk mengambil peran aktif dalam menyuarakan keadilan, menyerukan sanksi internasional terhadap Israel, dan terus membangun jejaring solidaritas global.

Momentum kuliah umum ini juga ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara UII dengan Kedutaan Besar Palestina, yang mencakup kerja sama pendidikan, pertukaran pelajar dan dosen, serta penguatan hubungan antarlembaga pendidikan tinggi kedua pihak.

Dengan semangat diplomasi pendidikan, UII dan Palestina membuka jalan baru untuk menguatkan harapan bagi generasi muda, bagi perdamaian, dan bagi Palestina yang merdeka. (KUD/AHR/RS)

PKM Corner UII merupakan unit khusus dibawah koordinasi Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan Universitas Islam Indonesia (DPK UII) yang memberikan layanan penuh kepada seluruh mahasiswa aktif UII tingkat sarjana (S1) dan diploma (D3) yang akan ataupun ingin mengikuti kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM). Pada Ahad (18/5) PKM Corner UII mengadakan acara Pendampingan Review Proposal PKM. Acara tersebut diselenggarakan di Auditorium Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia. Dibersamai oleh Prof. Akhmad Fauzy, S.Si., M.Si., Ph.D. yang merupakan reviewer PKM tingkat nasional dan juga sekaligus dosen di UII.

Buku panduan penyusunan proposal PKM yang ditulis oleh Prof. Fauzy dinilai sangat membantu mahasiswa dalam memahami mekanisme teknis. Meski demikian, masih terdapat sejumlah kesalahan kecil yang kerap ditemukan dan berpotensi mengurangi nilai proposal. Oleh karena itu, kegiatan pendampingan ini diselenggarakan guna mengoreksi berbagai kekeliruan teknis maupun non-teknis yang kerap luput dari perhatian mahasiswa saat menyusun proposal PKM

Prof. Fauzy menyayangkan bahwa beberapa tahun belakangan ini proposal PKM mahasiswa di UII intensitasnya semakin menurun. Ia bercerita dahulu UII selalu menduduki peringkat satu PTS (Perguruan Tinggi Swasta) se-indonesia dan sepuluh besar di Perguruan Tinggi seluruh indonesia. Prof. Fauzy juga menekankan bahwa proposal yang dikoreksi harus segera diperbaiki karena berkejaran dengan waktu submit yang tak lagi diperpanjang.

Sesi review dilakukan secara menyeluruh dengan mengoreksi setiap halaman, mulai dari daftar isi hingga lampiran. Hasilnya, masih banyak proposal mahasiswa yang belum sesuai dengan acuan dalam buku panduan

Sebagai dosen UII, Fauzy memberikan banyak tips dan koreksi pada proposal PKM yang akan diajukan ke Belmawa. Ia bersedia meluangkan waktu untuk mereview proposal mahasiswa UII agar nantinya lebih banyak lagi proposal yang lolos Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). (NKA/AHR/RS)

Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni (DPKA) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar Career Seminar pada Sabtu (17/05) dengan mengangkat tema “Redefining Career for Impact: From Passion to Contribution” di Ruang Auditorium Lt. 5 Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII. Para peserta yang hadir dalam acara tersebut mendapatkan berbagai pengetahuan berharga dari dua narasumber, Khalifah Nur Ridayanti, S.T (CSR Sustainability PT Noovoleum Indonesia) dan Rafa Jafar (Founder dan CEO eWasteRJ). Kedua narasumber memiliki antusiasme dan profesionalitas dalam upaya menjaga keberlangsungan lingkungan.

Allan Fatchan Gani Wardana, S.H., M.H. selaku Direktur Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni (DPKA) UII secara resmi membuka dan memuji penyelenggaraan acara Career Seminar yang kini mengangkat tema kehijauan yang unik dan menarik. Tema keberlangsungan lingkungan yang diangkat Career Seminar kali ini dihubungkan dengan materi peluang karir adalah perpaduan yang kreatif untuk menunjukkan bahwa bekerja tidak hanya soal mencari nafkah, namun juga makna bagi sekitarnya.

Penyampaian materi pertama diawali oleh Khalifah Nur Ridayanti S.T yang juga merupakan alumni Prodi Teknik Kimia UII pada Career Seminar tersebut dan dibersamai oleh Almazya Ayesha selaku moderator.

Khalifah menceritakan kilas baliknya saat masih berkuliah ketika ia beserta teman-temannya mencetuskan pendirian Society of Renewable Energy (SRE) di UII. Berdirinya SRE di UII berawal dari informasi-informasi yang Khalifah dapatkan ketika membangun relasi dengan orang-orang yang memiliki minat yang sesuai dalam berbagai kegiatan yang dilakukannya. Dari sana Khalifah memiliki tekad dan kemauan yang kuat untuk berkontribusi lebih terhadap lingkungan dengan mendirikan SRE. Khalifah menekankan bahwa relasi yang baik dan kemauan yang kuat akan memberikan kesuksesan.

Khalifah menerangkan bahwa masih banyak orang menganggap bahwa bekerja itu hanya untuk sekadar mencari uang. Menurutnya, bekerja tidak hanya soal mencari nafkah, namun juga bagaimana memberikan makna bagi sekitarnya.

Selain itu, Khalifah juga menegaskan berbagai kecerdasan sosial akan memberikan nilai lebih dalam karir, seperti kemampuan public speaking dan komunikasi. “Tidak hanya sekadar bisa berbicara di depan orang lain. Namun, bagaimana cara kita bertukar pikiran dengan orang lain, menjaga hubungan baik itu sangat penting dalam dunia kerja,” terangnya.

Ia juga menambahkan bahwa potensi profesi yang memberikan kontribusi bagi keberlangsungan lingkungan tidak hanya dimiliki lulusan teknik kimia maupun lingkungan. Seluruh bidang ilmu memiliki kontribusi masing-masing dalam penjagaan lingkungan baik itu hukum, ekonomi, komunikasi, dan lainnya.

Kolaborasi adalah hal yang sangat penting bagi lingkungan kerja saat ini, sehingga kemampuan membangun relasi sangat dibutuhkan. “Dimanapun kita berpijak, berkomunikasi kepada siapapun dengan baik sangat penting karena bisa saja seseorang tersebut bisa membantu kita dan menjadi rekan kerja kita kedepannya,” sebut Khalifah.

Penyampaian materi selanjutnya dijelaskan oleh Rafa Jafar. Aktivis lingkungan dan pengusaha muda yang juga merupakan mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini membagikan insight yang melatarbelakangi dirinya mendirikan eWasteRJ.

Awalnya, ia selalu memikirkan kemana setiap barang elektronik yang sudah tidak terpakai dibuang. Menurutnya, membuang sampah elektronik itu menyebabkan pencemaran lingkungan dan racun yang memiliki risiko penyakit jangka panjang bagi manusia yang terpapar. Rafa kemudian menemukan bahwa solusi dari permasalahan sampah elektronik adalah mass recycling dan penerapan ekonomi sirkular.

Solusi-solusi ini ditawarkan oleh EwasteRJ yang bergerak untuk memberikan solusi bagi para stakeholder dalam rantai daur ulang sampah elektronik untuk membuat sistem ekonomi sirkular. “Jadi, sekarang banyak bahan baku dasar sudah tidak perlu ambil dari alam lagi, tapi dari daur ulang sampah. Sebetulnya ada resources dari sampah-sampah ini yang dari kita masih banyak mengabaikannya. Padahal, semua barang elektronik yang dibuang bisa menjadi bahan ekonomi sirkular,” jelasnya.

Dalam acara Career Seminar, Rafa sendiri mengajak para peserta untuk berkontribusi dalam gerakan peduli lingkungan dengan mengumpulkan sampah elektronik lewat EwasteRJ. Di lokasi Career Seminar, EwasteRJ menyediakan tempat pengumpulan sampah elektronik yang menampung mulai dari kabel pengisi daya hingga handphone yang sudah tidak terpakai. (AAU/AHR/RS)