Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), bekerja sama dengan NLR Indonesia, menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Hasil Riset “Dampak Perubahan Iklim terhadap Anak dan Remaja dengan Disabilitas dan Kusta di Indonesia”, yang dilaksanakan secara hybrid di Auditorium Gedung Moh. Natsir Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII pada Kamis (12/06). Kegiatan ini menjadi bagian penting dari upaya akademik dan advokasi untuk memastikan bahwa suara kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim yakni anak dan remaja dengan disabilitas serta yang mengalami kusta dapat didengar dan diperhitungkan dalam perumusan kebijakan nasional maupun daerah.

Riset ini dilaksanakan di dua wilayah dengan konteks kerentanan yang kompleks, yakni Kota Ternate, Maluku Utara dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur. Keduanya merupakan wilayah dengan paparan risiko iklim yang tinggi, sekaligus menjadi rumah bagi komunitas disabilitas yang selama ini belum banyak mendapatkan perhatian dalam agenda adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Dalam sambutannya, Dr.Eng. Ir. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng., Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UII, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bentuk nyata komitmen perguruan tinggi dalam mendekatkan riset kepada kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok marginal.

“UII tidak hanya berperan sebagai pusat pengetahuan, tetapi juga sebagai penggerak perubahan sosial yang adil. Melalui riset ini, kami ingin menyampaikan bahwa ketidakadilan iklim itu nyata—dan harus direspons dengan kebijakan yang inklusif, adaptif, dan berbasis data,” jelasnya.

Senada dengan itu, Agus Wijayanto, MMID, Direktur NLR Indonesia, menyampaikan bahwa kolaborasi ini menjadi tonggak penting dalam mendorong pengarusutamaan isu disabilitas dan kusta ke dalam kebijakan perubahan iklim.

“Kami melihat masih minimnya perhatian terhadap penyandang disabilitas dan orang yang mengalami kusta dalam dokumen-dokumen strategi perubahan iklim nasional maupun daerah. Riset ini bukan sekadar kajian akademik, tetapi juga upaya untuk memperkuat basis advokasi berbasis bukti,” ujar Agus Wijayanto.

Ikrom Mustofa, M.Sc., selaku Ketua Tim Riset sekaligus dosen Jurusan Teknik Lingkungan UII, memaparkan hasil studi dengan mendalam. Ia menekankan bahwa riset ini tidak hanya mengungkap dampak fisik dari perubahan iklim, seperti kenaikan suhu, pola curah hujan ekstrem, atau peningkatan frekuensi bencana, tetapi juga menyajikan narasi sosial dan psikologis dari kelompok anak dan remaja penyandang disabilitas yang selama ini termarjinalkan.

“Riset ini menyajikan realitas yang selama ini luput dari radar kebijakan. Anak dan remaja dengan disabilitas, terutama yang mengalami kusta, berada dalam posisi yang sangat rentan. Mereka bukan hanya mengalami hambatan akses informasi iklim dan layanan kebencanaan, tetapi juga dihadapkan pada stigma sosial yang berlapis,” jelas Ikrom.

Ia menambahkan bahwa temuan menarik dari riset ini adalah tingginya komitmen anak dan remaja penyandang disabilitas untuk terlibat dalam aksi iklim, meskipun mayoritas dari mereka belum pernah dilibatkan dalam program apapun sebelumnya.

“Di Ternate dan TTU, kami melihat semangat luar biasa dari anak-anak dan remaja ini. Mereka ingin menjadi bagian dari solusi. Mereka ingin menanam pohon, membersihkan lingkungan, bahkan menyuarakan pendapat mereka dalam forum publik. Namun selama ini mereka tidak pernah diajak. Tidak pernah diberi ruang. Ini adalah kegagalan sistemik yang harus segera kita perbaiki,” lanjutnya.

Ikrom menegaskan bahwa riset ini menghasilkan luaran yang komprehensif, baik dalam bentuk laporan penelitian, peta kerentanan wilayah, profil komunitas, hingga rekomendasi aksi nyata untuk pemangku kepentingan.

Kegiatan diseminasi ini juga menghadirkan penanggap dari berbagai kalangan, termasuk praktisi nasional, akademisi, aktivis lingkungan, organisasi penyandang disabilitas, serta mitra lokal seperti Ikatan Keluarga Disabilitas Makugawene (IKDM) Kota Ternate dan Yayasan Sosial Ibu Anfrida Kabupaten TTU. Keduanya merupakan organisasi akar rumput yang selama ini bekerja langsung dengan komunitas disabilitas dan orang yang mengalami kusta.

Keterlibatan mereka tidak hanya memperkaya diskusi, tetapi juga menegaskan bahwa solusi yang efektif harus lahir dari kolaborasi antara ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat lokal. Para mitra lokal ini menyampaikan bahwa temuan riset telah membuka ruang refleksi mendalam atas tantangan sehari-hari yang mereka hadapi, mulai dari ketimpangan akses hingga perlunya inklusi dalam sistem peringatan dini dan pengurangan risiko bencana.

Sebagai bagian dari kegiatan, dilakukan penandatanganan Implementation Agreement antara Jurusan Teknik Lingkungan UII dan NLR Indonesia. Kesepakatan ini bertujuan memperkuat kolaborasi dalam riset terapan, pengembangan kapasitas komunitas, serta advokasi kebijakan berbasis inklusi dan keadilan iklim.

“Diseminasi ini bukanlah akhir, tapi justru awal dari langkah panjang untuk menjadikan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim benar-benar inklusif, terutama bagi anak dan remaja yang selama ini terpinggirkan,” pungkas Ikrom.

Kegiatan ini diharapkan menjadi titik tolak lahirnya kebijakan, kurikulum pendidikan, serta program pembangunan yang tidak hanya responsif terhadap krisis iklim, tetapi juga adil dan menjamin hak partisipasi semua kelompok masyarakat, khususnya mereka yang selama ini diabaikan. (IM/AHR/RS)

Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menjadi pusat refleksi keilmuan dan spiritualitas melalui penyelenggaraan Halaqah Fiqh Syi’ar 2025 pada Selasa (10/6). Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII, INSANIA, dan International Committee of Red Cross (ICRC). Pada kesempatan ini, halaqah membahas karya monumental Ustadz Ahmad Sarwat bertajuk Islam dan Hukum Humaniter Internasional, bagian dari serial Kitab Fiqih Kehidupan.

Mengusung tema besar tentang irisan antara hukum Islam dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal, acara ini mengajak sivitas akademika dan publik untuk mengkaji bagaimana ajaran Islam secara historis dan normatif telah memuat nilai-nilai hukum humaniter, bahkan jauh sebelum istilah tersebut muncul secara formal dalam hukum internasional modern.

Direktur DPPAI UII, Nanang Nuryanta, dalam sambutannya menekankan pentingnya halaqah ini sebagai wadah dialektika yang tidak hanya membahas dimensi keagamaan, tetapi juga relevansinya terhadap isu-isu kemanusiaan global. “Kami berharap acara ini berlangsung lancar dan berkelanjutan, serta menjadi ruang sinergi yang produktif antara nilai keislaman dan tantangan zaman,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan dari ICRC, Johan Guillaume, menyampaikan bahwa acara seperti ini memiliki makna strategis dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap kondisi global, khususnya terkait krisis kemanusiaan di wilayah konflik. Ia menyoroti peran aktif Indonesia dalam kancah pendidikan global dan kontribusinya dalam mendukung perdamaian.

“Indonesia has an important role abroad. It has the capacity to take a lot of students from conflict areas, and this is proven by the many different ethnicities and races living together peacefully in it. Thank you for having us to hold this event, as a tangible step to raise public awareness on the importance of understanding today’s global humanitarian realities,” ungkap Johan Guillaume

Perwakilan dari INSANIA, Gemilang Mahardika, dalam sambutannya menekankan bahwa lembaganya sejak lama konsisten mendalami Hukum Islam dan Hukum Humaniter Internasional (HHI), dan meyakini bahwa keduanya memiliki ruang temu yang luas.

“Kami percaya bahwa hukumislam bersifat timeless, maka hingga saat ini ia dapat dielaborasikan dengan keilmuan kontemporer seperti hukum humaniter jelasnya. Ia juga menyampaikan apresiasi atas keterlibatan semua pihak dalam menyukseskan agenda ini.

Pada sesi inti, Ustadz Ahmad Sarwat, pendiri Rumah Fiqih Indonesia, mengangkat tema yang cukup kompleks: keterkaitan Islam dengan hukum humaniter. Ia mengakui bahwa tidak bisa dipungkiri bahwa ajaran Islam kerap diasosiasikan dengan kekerasan, karena banyak ayat Al-Qur’an membahas soal peperangan, dan kehidupan Nabi Muhammad saw pun tidak lepas dari situasi konflik. Namun, menurutnya, narasi tersebut perlu dipahami dalam konteks yang utuh dan proporsional.

Ia memaparkan bahwa dalam sejarah Islam, terdapat banyak contoh di mana Nabi menampilkan etika kemanusiaan yang sangat tinggi, bahkan dalam kondisi perang. Contohnya adalah Perang Badar, di mana musuh yang tertangkap tidak dibunuh, tetapi ditawan dengan penuh adab; kemudian Fathul Makkah, yang meskipun dimenangkan, tidak diikuti dengan pembantaian; serta peristiwa Thaif, saat Nabi menolak balasan dari malaikat yang siap menghukum kaum yang menyakitinya.

“Susah untuk menampik bahwa Islam punya irisan dengan hukum humaniter internasional. Tapi sesungguhnya, kemenangan dalam Islam bukan berarti memerangi dan membunuh. Yang dimaksud menang adalah ketika kebenaran ditampakkan di atas kebatilan, bukan saat darah ditumpahkan,” tambahnya menegaskan esensi ajaran Islam yang lebih menekankan pada keadilan dan kemanusiaan, bukan dominasi kekerasan.

Ustadz Ahmad Sarwat juga mengajak peserta untuk lebih dalam menggali fiqih jihad dan hukum perang dalam Islam, bukan dari narasi konflik semata, melainkan dari sudut pandang maqashid (tujuan) syariah. “Islam hadir bukan untuk menciptakan perang, tapi untuk mengatur batasan saat perang tidak bisa dihindari,” pungkasnya.

Halaqah Fiqh Syi’ar 2025 bukan hanya menjadi ruang diskusi akademik, tetapi juga menjadi jembatan pemahaman lintas tradisi hukum, sekaligus cermin bahwa Islam memiliki sumbangan penting dalam membangun peradaban global yang lebih manusiawi. Di tengah situasi dunia yang penuh gejolak, acara ini menghadirkan secercah cahaya: bahwa agama, bila dipahami dengan bijak, dapat menjadi pelita bagi kemanusiaan. (IMK/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) terus berkomitmen untuk terus menjalin kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan. Salah satunya diwujudkan dengan program pengadaan pipa air bersih dan bakti sosial bagi Dusun Ngaglik, Desa Pagerharjo, Kapanewon Samigaluh, Kulon Progo pada Selasa (10/06).

Program pengabdian masyarakat ini merupakan rangkaian kegiatan Milad ke-82 UII yang secara resmi ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Bupati Kulon Progo, Dr. R. Agung Setyawan, S.T., M.Sc., M.M dan Rektor UII, Fathul Wahid. Selain pengadaan pipa air bersih, UII juga mengadakan bakti sosial berupa paket sembako untuk 56 KK (Kartu Kelurga) warga Dusun Ngaglik.

Bupati Kulon Progo dalam sambutannya mengapresiasi langkah UII dalam mengadakan pipa air bersih ini. Dikatakan oleh Agus, di daerah Samigaluh khususnya Dusun Ngaglik ini relatif kesulitan air sehingga program ini dinilai tepat sasaran dan sangat bermanfaat bagi masyarakat Dusun Ngaglik.

“Saya berterima kasih secara pribadi maupun kami sebagai pemerintahan sangat memberikan apresiasi positif untuk program ini. Program ini sangat bermanfaat bagi kita semua,” ungkap Bupati Kulon Progo periode 2024-2029 ini.

Sementara itu, Rektor UII, Fathul Wahid mengatakan sejak tahun 1992 UII sudah melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Dusun Ngaglik ini. Lebih lanjut, kegiatan pengabdian masyarakat ini menjadi salah satu ikhtiar UII untuk dekat dengan warga dan memberikan pengalaman kepada mahasiswa agar bisa terlibat langsung dalam pemecahan masalah di desa mitra KKN.

“KKN di UII menggunakan prinsip yang agak berbeda karena kami biasanya bersama dengan desa mitra bukan desa binaan, karena desa binaan itu kesannya ‘nggaya’ tapi kalo desa mitra itu sejajar. Jadi kami dengan warga desa bareng-bareng diskusi kemudian dikerjakan bersama-sama. Ada yang sudah lama, 1 dekade, ada yang baru 5 tahun, dan akan terus berlanjut,” ungkap Fathul Wahid.

Sampai saat ini, UII sudah melaksanakan KKN di lima kabupaten yaitu Kulon Progo, Kota Yogyakarta, Magelang, Klaten, Gunung Kidul, dan Purworejo serta ada 100 desa mitra yang didampingi oleh UII untuk bisa berkembang sesuai dengan potensi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing desa mitra.

“Kami (UII -red) mengatakan kepada desa mitra bahwa UII  insyaallah punya keahlian. Sehingga kami sering merancang, mendesain sampai pada merencanakan RAB dan kami mintakan dana dari sumber pendanaan seperti pemerintah kabupaten, bahkan sampai kepada nasional. Mudah-mudahan itu ikhtiar kami untuk bisa terlihat di masyarakat dan sekaligus menjadi laboratorium hidup bagi mahasiswa UII,” jelas Rektor UII ini.

Sebagai tambahan informasi, Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) UII, Prof. Eko Siswoyo, ST., M.Sc.ES., Ph.D., mengatakan program pengadaan pipa air bersih ini bekerjasama dengan PT Anindya Mitra Internasional (PT AMI). Pipanisasi dapat mengadakan pipa air bersih berkualitas HDPE (High-Density Polyethylene) sepanjang 3.000 meter dan torn atau tempat penampungan air.

“Pipa jenis HDPE ini tidak mudah pecah ketika ada tekanan air yang besar. Air bersih diambil dari mata air Plono yang jaraknya tiga kilometer dari Dusun Ngaglik, Kalurahan Pagerharjo dan ketinggiannya lebih dari 200 meter. Pipa ini bisa bertahan di atas 30 tahun,” kata Prof. Eko. (AHR/RS)

Satu hari menuju Hari Raya Idul Adha 1446 H, Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) selenggarakan PESBUKERS (Pengajian Sore dan Buka Bersama) bersama Diodiadon, Marbot Creative Real Masjid di Pelataran Auditorium Abdul Kahar Muzakkir pada Kamis (5/6). Acara ini mengangkat tema “Karena Kurban, Bukan Cuma Tentang Sapi”, mengajak para peserta yang hadir dengan suasana kajian yang seru, interaktif dan nilai-nilai yang menyentuh. Di akhir acara peserta juga diberi free takjil dan air minum bagi yang berpuasa.

Bertepatan dengan Hari Arafah, yaitu hari ketika jamaah haji di Tanah Suci melakukan wukuf di padang Arafah, Dio dibuat kagum dengan banyaknya peserta yang juga laksanakan puasa arafah. Puasa arafah sendiri merupakan yang sangat dianjurkan bagi umat Islam, terutama bagi mereka yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Dalam kalender Hijriah, puasa sunnah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, sehari sebelum Hari Idul Adha.

“Keutamaan puasa arafah itu banyak lho, dosa kita di tahun sebelumnya dan tahun depan bakal dihapuskan lagi,” ujar Dio. Selain puasa arafah, topik kurban juga menjadi highlight dalam acara PESBUKERS ini. Menurutnya, kebanyakan remaja yang tidak melakukan amalan tertentu seperti puasa arafah atau kurban bukan karena mereka tidak tau atau tidak mendapatkan hidayah, melainkan karena masih banyak yang belum tergerak karena belum mendapatkan narasi yang tepat dan mengena di hati mereka.

Dalam pemaparannya, Dio menjelaskan bahwa kurban memiliki banyak makna, yaitu kepada psikologi manusia, bagaimana mental kita menjadi lebih baik ketika kita berkurban, tentang lifestyle dan self development. Kurban bisa menjadi salah satu value tersendiri bagi manusia yang mau dan bisa menyisihkan hartanya untuk berkurban.

Dio juga berpesan untuk peserta yang hadir untuk jangan menganggap remeh ibadah-ibadah saat kita masih muda. Melalui PESBUKERS, Masjid Ulil Albab UII tidak hanya menghadirkan suasana buka bersama yang hangat dan menyenangkan, tetapi juga membangun kesadaran spiritual di kalangan generasi muda untuk lebih memahami makna ibadah kurban secara lebih mendalam. Diharapkan semangat berkurban tidak berhenti pada momentum Idul Adha saja, tetapi menjadi bagian dari gaya hidup penuh makna dan nilai. (NKA/AHR/RS)

Dalam semangat menyambut Idul Adha 1446 H, Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Forum Kajian Islam Mahasiswa (FKIM) Yogyakarta menggelar rangkaian kegiatan bertajuk “Sinar Asa Hari Raya Idul Adha 1446 H: Menyalakan Harapan dalam Keikhlasan, Menebar Makna lewat Pengorbanan”. Acara ini berlangsung selama dua hari (5-6/06), di Masjid Al-Jihad Umar bin Khattab, yang terletak di Desa Banjarasri, Kalibawang, Kulon Progo.

Dipilihnya lokasi ini bukan tanpa alasan. Desa Banjarasri dikenal sebagai wilayah dengan jumlah umat Muslim yang minoritas, namun tetap aktif dalam kegiatan keagamaan. Masyarakat menyambut kegiatan ini dengan antusias sebagai momen mempererat ukhuwah dan menumbuhkan semangat keislaman yang inklusif.

Kegiatan dimulai pada Kamis sore (5/6), dengan program “Sore Bercerita” yang melibatkan anak-anak dari desa setempat. Sesi ini dipandu oleh Ning Difani Wulan, salah satu mahasantri UII, yang menyampaikan cerita interaktif sarat nilai keislaman dan keteladanan. Suasana hangat dan penuh tawa menjadi pembuka yang mengesankan untuk seluruh rangkaian kegiatan.

Menjelang malam, masyarakat bersama panitia berbuka puasa Arafah bersama di halaman masjid. Kebersamaan itu dilanjutkan dengan Tabligh Akbar selepas salat Isya, yang menghadirkan Ust. Tajul Muluk, S.Ud., M.Ag. Dalam ceramahnya, beliau mengangkat kisah hidup Nabi Ibrahim sebagai simbol keikhlasan dan ketundukan kepada perintah Allah.

“Ketika dia (Nabi Ibrahim) membawa kebenaran, orang tuanya menolak. Makanya kalau di dalam Islam itu ada prinsip, kebenaran itu harus tetap diterima dari siapapun datangnya,” ujar Ust. Tajul dalam tausiyahnya. Ia juga menekankan pentingnya menjaga hubungan spiritual dengan Allah SWT, serta keteguhan hati dalam istiqamah. “InsyaAllah, Allah akan mengurus dan menjaga keluarga kita, jadi jangan sampai khawatir,” tambahnya.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Ustaz Dr. Suyanto, S.Ag., M.S.I., M.Pd., selaku pengasuh Pondok Pesantren UII Putra, yang memberikan dukungan penuh atas terselenggaranya acara tersebut sebagai bagian dari pembelajaran sosial dan spiritual mahasiswa.

Puncak kegiatan berlangsung pada Jumat (6/6), diawali dengan pelaksanaan salat Idul Adha di halaman Masjid Al-Jihad Umar bin Khattab. Usai salat, kegiatan dilanjutkan dengan pemotongan hewan qurban. Tahun ini, panitia dari Pondok Pesantren UII dan FKIM berhasil menghimpun 6 ekor kambing dan 1 ekor sapi yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar.

Pak Halim, salah satu jamaah sekaligus tokoh masyarakat di desa tersebut, menyambut baik pelaksanaan qurban dari PP UII. “Alhamdulillah senang bisa menerima kegiatan tebar qurban dari PP UII. Karena memang setiap tahunnya, hewan qurban di sini tidak terlalu banyak seperti di kota. Dengan adanya kegiatan ini kami sangat bersyukur dan berterima kasih, semoga dapat bermanfaat untuk semua,” ungkapnya.

Ia juga berharap agar mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat akademik terus belajar dan tumbuh menjadi individu yang peka terhadap lingkungan sosial. “Saya juga berpesan agar teman-teman mahasiswa dapat terus belajar sehingga nantinya ketika lulus dapat selalu bersosialisasi dengan masyarakat,” tambahnya.

Pak Halim menegaskan bahwa meskipun hidup di lingkungan mayoritas non-Muslim, umat Islam di desa tersebut tetap dapat menjalin ukhuwah. “InsyaAllah, walaupun kita berada di lingkungan non-Muslim yang lebih banyak, tapi Alhamdulillah masyarakat di sini dengan adanya masjid, umat Muslim dapat menjalin ukhuwah, seperti adanya pengajian sebulan dua kali dan tetap menjalin silaturahmi dengan tetangga yang non-Muslim,” ujarnya.

Rangkaian acara Idul Adha ini menjadi bukti nyata kolaborasi antara lembaga pendidikan dan masyarakat. Tidak hanya menyalakan semangat beragama di daerah minoritas Muslim, kegiatan ini juga menjadi sarana pembelajaran sosial, spiritual, dan kultural bagi mahasiswa UII.

Dengan mengusung semangat menyalakan harapan dalam keikhlasan dan menebar makna lewat pengorbanan, acara ini diharapkan dapat menjadi inspirasi kegiatan dakwah sosial yang lebih luas dan berkelanjutan. Idul Adha bukan hanya tentang ritual ibadah, tapi juga tentang bagaimana nilai pengorbanan dan kepedulian sosial mampu dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari. (MFPS/AHR/RS)

Menyambut Iduladha, Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar pelatihan penyembelihan hewan qurban yang diikuti oleh seluruh santri putra dan putri. Kegiatan yang berlangsung pada Ahad (1/6) pukul 15.30 hingga 18.00 WIB ini bertempat di Aula Pondok Pesantren UII Putra, Jl. Selokan Mataram, Dabag, Condongcatur, Sleman.

Pelatihan ini menghadirkan narasumber utama Ust. Fathurrahman Al Katitanji, S.H.I., anggota Juru Sembelih Halal (JULEHA) D.I. Yogyakarta. Turut hadir pula Ust. Dr. Suyanto, M.S.I., M.Pd., selaku pengasuh pondok pesantren UII Putra, yang membuka kegiatan dengan sambutan penuh motivasi dan harapan terhadap para santri.

Dalam sambutannya, Ust. Suyanto menekankan pentingnya santri memiliki pemahaman mendalam terhadap ilmu syariat, termasuk dalam hal penyembelihan hewan qurban. Ia menyampaikan bahwa santri UII harus mampu menjadi sosok ensiklopedis yang tidak hanya mendalami ilmu keagamaan, tetapi juga memahami ilmu lainnya seperti bisnis, teknologi, dan sosial kemasyarakatan.

“Belajar ilmu ini itu penting, sekaligus kita juga akan melihat bagaimana syariat nabi. Santri UII itu sangat ensiklopedis, jadi harus ada yang menguasai berbagai macam ilmu. Ada yang di bisnis, ada yang di ilmu keagamaan, dan sebagainya. Jadi ilmu agama ini harus ada yang mengawal. Ilmu syariat di semua sektor harus ada yang pandai, harus ada bagian-bagiannya,” ujar Ustaz Suyanto.

Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan sesi pelatihan yang dipandu langsung oleh Ust. Fathurrahman Al Katitanji. Dalam pemaparannya, beliau membahas berbagai aspek fikih qurban, mulai dari ketentuan sahnya hewan qurban, cara penyembelihan yang sesuai syariat, hingga etika menyembelih yang ihsan, yakni dengan memperlakukan hewan dengan penuh kasih sayang dan tidak menyiksanya.

Fashalli li rabbika wanhar,” kutip Ust. Fathurrahman saat menyampaikan urgensi ibadah qurban. “Maka kalau misal temen-temen ada kemampuan, maka bisa berqurban. Kalau misal hukumnya sunnah muakkadah, maka sudah seharusnya bagi kita untuk berupaya menunaikan ibadah qurban ini.”

Dalam sesi ini, Ustaz Fathurrahman juga memutar beberapa video yang memperlihatkan praktik penyembelihan yang tidak ihsan sebagai bahan pembelajaran. Ia mengingatkan bahwa tidak semua praktik penyembelihan yang dilakukan masyarakat sudah sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

“Jadi kalau mau qurban, nanti perlu dicek sesuai dengan ketentuan atau tidak, maka kalau tidak sesuai dengan ketentuan maka tidak sah qurbannya,” tambahnya.

Usai sesi materi, para peserta langsung mengikuti praktik penyembelihan. Meskipun belum menggunakan hewan sungguhan, kegiatan praktik tetap dilakukan secara serius menggunakan alat peraga berupa dua buah gedebog pisang dan karung goni sebagai simulasi tubuh hewan. Dalam praktik tersebut, santri dilatih mulai dari cara mengasah pisau sembelih yang benar hingga gerakan tangan saat menyembelih.

Peralatan yang digunakan pun tidak main-main. Ust. Fathurrahman membawa satu set perlengkapan penyembelihan lengkap, mulai dari pisau sembelih, pisau daging, hingga sarung tangan standar yang biasa digunakan oleh juru sembelih profesional. Hal ini menunjukkan pentingnya keseriusan dalam belajar, karena praktik ini bukan sekadar simbolik, melainkan sebagai bekal nyata bagi para santri untuk menjadi pelaku penyembelihan yang kompeten dan syar’i.

Antusiasme para santri pun tampak tinggi. Mereka mengikuti setiap sesi dengan saksama, mencatat poin-poin penting, dan berpartisipasi aktif dalam sesi tanya jawab maupun praktik langsung. Pelatihan ini menjadi momen edukatif yang tidak hanya memperkaya ilmu fikih, tetapi juga membentuk karakter santri agar lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap implementasi ajaran Islam dalam kehidupan nyata.

Pelatihan penyembelihan hewan qurban ini diharapkan menjadi program rutin pondok pesantren UII ke depannya, agar para santri tidak hanya memahami teori keagamaan, tetapi juga mampu menerapkannya dalam praktik ibadah sehari-hari. Di tengah tantangan zaman modern, kegiatan seperti ini menjadi sangat relevan untuk memperkuat peran santri sebagai penjaga nilai-nilai syariat Islam dalam berbagai bidang kehidupan. (MFPS/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII)  selalu berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan yang salah satunya dengan pemekaran Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) menjadi  dua fakultas yaitu Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial Budaya. Pemekaran fakultas ini secara resmi diluncurkan bersamaan dengan Pelantikan Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial Budaya Masa Jabatan 2025-2026 pada Senin (02/06) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.

Jajaran pejabat baru Fakultas Psikologi antara lain Dr.Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si sebagai Dekan. Resnia Novitasari, S.Psi., M.A. sebagai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya. Sonny Andrianto, S.Psi., M.Si., Ph.D.sebagai Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni.

Kemudian untuk Fakultas Ilmu Sosial Budaya, Prof. Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. sebagai Dekan. Irawan Jati, S.IP., M.Hum., M.SS, Ph.D. sebagai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya. Nizamuddin Sadiq, S.Pd., M.Hum., Ph.D. sebagai Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni.

Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan selamat kepada jajaran pejabat baru dua fakultas tersebut dan berharap semua yang dilakukan untuk kemajuan fakultas selalu dimudahkan Allah. Disampaikannya juga, pemekaran dua fakultas ini telah melalui diskusi panjang yang menjadi manifestasi kesadaran dan kesepakatan bersama.

“Saya melihat banyak keindahan selama mengawal proses diskusi yang tidak selalu kalis dari ketegangan. Tetapi semuanya masih dalam tingkat yang dapat dikelola, dan justru mendinamisasi proses,” ungkap Fathul Wahid

Fathul Wahid memadang bahwa di dalam organisasi ada kontrak sosial yang jika berubah harus dirembuk kembali dan disepakati ulang. Proses seperti ini harus dilakukan untuk mengawal perubahan.

“Ada beragam kacamata untuk memandang organisasi. Pun demikian untuk melihat perubahan dalam institusi.  Ada beragam kerja institusional yang dapat kita pilih untuk mendisrupsi sebuah institusi. Pun demikian untuk membentuk institusi baru, dan juga untuk memeliharanya,”  tuturnya.

Fathul juga menyoroti semangat kolegialitas yang mulai memudar dengan masuknya paham neoliberalisme yang masuk ke dalam dunia pendidikan yang terwujud dalam beragam bentuk, termasuk korporatisasi.

“Prinsip new public management yang mengedepankan indikator materialistik pun mendominasi untuk mengukur kesuksesan. Posisi nilai-nilai pun mulai terpinggirkan. Saya tidak ingin hal ini terjadi di UII. Meski demikian, saya sepenuhnya sadar, tidak semua bersepakat dengan pendapat ini. Atas nama kolegialitas, kita harus terus memastikan jika kampus tetap menjamin kebebasan berpendapat,” ungkap Rektor UII ini.

Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Badan Wakaf UII, Dr. Suparman Marzuki, M.Si dalam sambutannya bahwa dekan dan pemimpin adalah bentuk yang berbeda. Dekan merupakan nomenklatur darin jabatan sehingga dituntut kecakapan dan pengetahuan akademik. Sementara sebagai pemimpin, dituntut kecakapan dan keterampilan, berkomunikasi dengan dan menjadi teladan.

Menurut Suparman Marzuki, para pemimpin harus memiliki integritas dan akuntabiltas. Misalnya, sesuatu yang sifatnya rahasia dan harus dijaga atau dijamin kerahasiaannya.

“Kita boleh berbeda pendapat dalam forum pengambilan keputusan. Boleh, halal. Tetapi begitu keputusan sudah diambil, harus dijaga. Ketidaksetujuan kita harus simpan dalam hati, dalam pikiran, jangan diomongin keluar. Kalau diomongin keluar maka itu gak punya integritas sekaligus gak punya akuntabilitas,” kata Suparman Marzuki.

Dengan pemekaran dua fakultas ini, tentunya banyak proses transisi untuk memastikan bahwa secara institusional kedua fakultas berada dalam posisi yang kokoh untuk terus bertumbuh. Untuk itu, sebuah tim lintas fakultas dan juga melibatkan universitas dibentuk. Tim ini bukan sebagai penendang bola, tetapi sebagai tempat pertemuan antar pemangku kepentingan yang bertugas mencari jalan keluar untuk beragam isu yang muncul dalam proses transisi. (AHR/RS)

Pemekaran fakultas yang kita saksikan hari ini bukanlah hasil dari proses singkat. Ia lahir dari diskusi panjang dan refleksi mendalam. Hari ini adalah wujud nyata dari kesadaran kolektif dan kesepakatan bersama.

Sepanjang proses itu, saya menyaksikan banyak dinamika. Tidak selalu mulus, bahkan kadang menegangkan. Namun ketegangan itu tetap dalam batas yang bisa dikelola, dan justru menjadi energi yang mendinamisasi proses. Di sinilah letak keindahan diskusi dalam organisasi yang sehat.

Dalam organisasi, kita terikat pada semacam kontrak sosial. Ketika kontrak itu berubah, maka ia perlu dimusyawarahkan kembali—dibicarakan, ditinjau ulang, dan disepakati bersama. Saya secara pribadi menganut pendekatan ini. Tentu, ada kawan-kawan yang mungkin memilih jalan berbeda. Beragam pilihan itu sah (lihat e.g. Gornitzka & Larsen, 2016).

 

Rembukan sebagai pilihan

Tapi bagi saya, jalan rembukan adalah pilihan terbaik. Setidaknya, ada tiga alasan yang mendasarinya.

Pertama, saya belajar—meski hanya sedikit—tentang sosiologi organisasi. Saya memahami bahwa dalam melihat organisasi dan perubahan institusional, ada banyak lensa yang bisa digunakan. Demikian pula dalam menghadapi disrupsi, membentuk institusi baru, ataupun merawat yang sudah ada. Setiap pendekatan punya kekuatan dan konsekuensinya masing-masing. Dan saya meyakini, perubahan yang lahir dari kesepahaman bersama akan lebih kokoh dan tahan lama.

Kedua, saya percaya bahwa salah satu nilai luhur dalam dunia akademik—yaitu kolegialitas—perlu terus dijaga. Sayangnya, kita mulai menyaksikan nilai ini perlahan memudar. Banyak kajian mutakhir mengamati hal ini secara kritis. Masuknya semangat neoliberalisme ke dalam dunia pendidikan, termasuk melalui bentuk-bentuk korporatisasi dan penerapan prinsip-prinsip new public management, telah mendorong kampus untuk mengedepankan indikator-indikator materialistik dalam menilai kesuksesan. Akibatnya, nilai-nilai seperti kolaborasi, kebersamaan, dan kesetaraan dalam pengambilan keputusan semakin terpinggirkan.

Saya tidak ingin hal seperti itu terjadi di UII. Walau saya menyadari sepenuhnya bahwa tidak semua orang akan sependapat. Justru karena itu, atas nama kolegialitas, kita harus terus memastikan bahwa kampus ini menjadi ruang yang menjamin kebebasan berpikir dan menyampaikan pendapat, tanpa rasa takut.

 

Pilar institusi

Ketiga, kita perlu melihat institusi bukan hanya dari sisi regulasi. Sebuah institusi yang sehat berdiri di atas tiga pilar utama: regulasi, norma, dan budaya (Scott, 2013). Ketiganya bekerja dengan cara yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Pilar regulasi mengandalkan pendekatan koersif, aturan-aturan formal yang menuntut kepatuhan. Pilar norma hidup dari semangat belajar dan pemahaman kolektif atas peran masing-masing. Sedangkan pilar budaya bertumpu pada konsensus dan rasa saling percaya—yang menjadi fondasi kohesivitas warga institusi.

Tanpa ketiga pilar ini berjalan seimbang, institusi akan rapuh. Fokus hanya pada aturan akan melahirkan ketegangan terus-menerus. Mengabaikan norma akan menciptakan kebingungan. Dan jika budaya diabaikan, kita akan kehilangan arah bersama sebagai komunitas akademik.

Hari ini, kita membuka lembaran baru dengan pelantikan Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Psikologi serta Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya. Ini bukan hanya soal struktural, tetapi juga soal nilai, arah, dan masa depan.

Mari terus kita rawat semangat kolegialitas. Kita jaga keberagaman pandangan, kita perkuat pilar-pilar institusi, dan kita pilih jalan rembukan sebagai cara kita bertumbuh bersama.

Selamat bekerja kepada para dekan dan wakil dekan yang baru dilantik. Tugas ini berat, tetapi mulia. UII akan terus melangkah ke depan, sejauh kita tetap berjalan bersama.

 

Referensi

Gornitzka, Å., & Larsen, I. M. (2016). The paradoxical drama of university change: Four cases of moving the unmovable. Dalam N. Cloete (Ed.). Pathways Through Higher Education Research: A Festschrift in Honour of Peter Maassen. Department of Education, University of Oslo (18-24).

Scott, W. R. (2013). Institutions and organizations: Ideas, interests, and identities. Sage publications.

 

Sambutan pada pelantikan Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, 2 Juni 2025

 

Fathul Wahid

Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026

 

Direktorat Layanan Akademik (DLA) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan seminar bertajuk “Integrasi Pendidikan Antikorupsi dalam Pembelajaran di Perguruan Tinggi” pada Rabu (28/5), bertempat di Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Acara ini diikuti oleh ketua dan sekretaris program studi, serta dosen pengampu mata kuliah wajib universitas (MKWU). Seminar juga turut dihadiri oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, M.Sc., Ph.D., beserta jajaran pimpinan kampus. Seminar ini menghadirkan dua narasumber yaitu dosen Fakultas Hukum UII, Ari Wibowo, S.HI., S.H., M.H. dan dosen praktisi Program Studi Hubungan International UII, Giri Suprapdiono.

Dalam sambutannya, Rektor UII, Fathul Wahid menegaskan bahwa pentingnya pendidikan antikorupsi tidak hanya sebagai wacana, tetapi harus diimplementasikan secara konkret di lingkungan perguruan tinggi. Fathul menyampaikan bahwa selama ini pendidikan antikorupsi belum menjadi mata kuliah khusus dan masih menjadi bagian dari mata kuliah umum. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena banyak kasus korupsi yang tidak ditindak tegas, atau pelakunya bahkan kembali menduduki jabatan publik.

“Pendidikan antikorupsi harus kita kuatkan. Mahasiswa perlu menganggap korupsi sebagai sesuatu yang menjijikkan, bukan hal biasa. Harapannya, saat mereka kelak menjadi pemimpin atau pejabat, tidak menjadi bagian dari jamaah koruptor” ujarnya

Ari Wibowo sebagai narasumber pertama membawakan materi bertema “Pemberantasan Korupsi Melalui Pendekatan Non-Penal”. Ari menyebut korupsi sebagai persoalan mendasar bangsa yang sulit diatasi. Mengutip data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2024, Ari menyebut Indonesia berada di peringkat 99 dunia dengan skor 37, di bawah Vietnam dan Timor Leste.  juga menyoroti bahwa kasus korupsi terbanyak justru terjadi di desa, yang menunjukkan pentingnya pendampingan dalam pengelolaan dana desa.

Ari juga menyinggung tentang inisiatif “Sekolah Antikorupsi” yang pernah dilaksanakan di SMA UII. Program tersebut mencakup tiga aspek: pengetahuan (kognitif), nilai (afektif), dan tindakan nyata (psikomotorik), seperti kampanye, pembuatan video pendek, dan simulasi gerakan antikorupsi.

Narasumber kedua, Giri Suprapdiono, membawakan materi seputar strategi dan implementasi pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi. Giri menyampaikan pentingnya keteladanan dalam menyampaikan nilai-nilai antikorupsi.

“Keteladanan itu nomor satu. Sayangnya, KPK saat ini kehilangan marwah karena justru melakukan pelanggaran yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan,” ujarnya.

Menurut Giri, secara hukum sudah ada landasan untuk penerapan pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi melalui mata kuliah MKWU atau mata kuliah lain yang relevan. Giri  mendorong UII untuk menjadikan pendidikan antikorupsi sebagai bagian dari kurikulum wajib dan menyebut bahwa satu-satunya misi dari pendidikan ini adalah agar mahasiswa “tidak ingin” melakukan korupsi dalam bentuk apa pun. Giri juga menjelaskan bahwa korupsi memiliki dampak serius, seperti merusak harga pasar, menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat, menghancurkan sistem hukum, serta menurunkan kualitas hidup masyarakat secara umum.

Melalui seminar ini, UII menegaskan komitmennya dalam membentuk generasi muda yang berintegritas tinggi dan menjadikan kampus sebagai pelopor gerakan antikorupsi di Indonesia (GRR/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) sukses menjadi salah satu tuan rumah dalam acara Campus Roadshow 2025 yang diadakan oleh Barenbliss (BNB) pada Senin (27/05), merek kecantikan Korea Selatan peraih GlowPick Award 2024. Acara ini mengangkat tema “Empowered Beauty, Inspiring Change” dan digelar di Ruang Teatrikal Lantai 2, Gedung Kuliah Umum Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Dengan menghadirkan Shenina Cinnamon, aktris dan brand ambassador lokal BNB, Amalia Permata Hanifah, seorang Well-Being Analyst di Into The Light dan juga Tia Maulidiya, Public Relations Manager BNB. Acara dihadiri oleh 250 mahasiswa UII dan terbuka untuk calon mahasiswa atau lulusan SMA.

 

Tahun lalu, BNB sukses selenggarakan Campus Roadshow ke 16 universitas terpilih. Tia menyampaikan dalam sambutannya, tahun lalu UII belum berkesempatan untuk menjadi salah satu tuan rumah dalam acara ini. Hingga pada tahun ini, BNB kembali hadir dan memilih UII menjadi salah satu kampus terpilih dalam menyukseskan program Campus Roadshow 2025.

 

Dengan tema “Empowered Beauty, Inspiring Change”, acara ini mengajak para mahasiswa untuk diskusi mengenai kesehatan mental di kalangan anak muda, khususnya dalam menghadapi tantangan sehari-hari. BNB juga memperkenalkan program BNB Muse Hunt yaitu ajang lomba brand representatif bagi mahasiswa dengan kesempatan magang, beasiswa dan pengalaman langsung di industri kecantikan bersama BNB.

 

Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D., dalam sambutannya menyampaikan harapannya agar kerja sama yang telah terjalin dapat terus berlanjut, serta berharap para peserta dapat menikmati diskusi dan beauty demo yang diselenggarakan.

Dalam sesi talkshow, Tia menyinggung tentang pentingnya memiliki personal branding untuk mahasiswa ketika sudah lulus masa perkuliahan. Hal ini akan menjadi bekal yang dapat membantu bagi mahasiswa untuk menemukan siapa dirinya dan ingin dilihat seperti apa. Diangkatnya tema “Empowered Beauty, Inspiring Change”, BNB ingin semua wanita menghargai kecantikannya sendiri, karena cantik bukan melulu berasal dari luar tapi juga dari dalam. “Jadi kalo kita mentalnya udah sehat, kita akan lebih produktif dan kita akan lebih kreatif. Itulah kenapa temanya Inspiring Change,” ujar Tia.

Isu mental health dibawakan oleh Amalia, sebagai Well-Being Analyst di Into The Light. Into the light sendiri adalahkomunitas anak muda yang berkontribusi di isu kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri. Menyoal tentang kesehatan mental pada wanita, ia memberikan beberapa tips untuk menjaga kesehatan mental tetap senantiasa seimbang. Yaitu adalah menyadari diri sendiri baru kemudian mencari cara bagaimana mengelola emosi.

Shenina sebagai public figure berpesan kepada para peserta yang hadir dalam acara ini untuk menanamkan pemahaman bahwa kita tidak bisa mengontrol perkataan orang lain, yang bisa kita kontrol adalah perasaan kita.

Dengan semangat pemberdayaan dan perubahan positif, kehadiran Campus Roadshow 2025 di UII diharapkan tidak hanya mempererat kolaborasi antara dunia pendidikan dan industri kecantikan, tetapi juga mampu mendorong generasi muda untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental dan mengenali potensi diri mereka secara lebih utuh. (NKA/AHR/RS)