Sisi Serius Humor

Ketika menyiapkan sambutan ini, saya berpikir cukup keras. Saya teringat sebuah lembaga di Jakarta yang meminta izin untuk memasukkan salah satu tulisan ringan saya sebagai pembuka buku yang akan diterbitkan. Utusan lembaga ini pernah menemui saya dan memberi hadiah beberapa buku setelah menyimak sambutan wisuda saya secara daring. Pada saat itu, saya membahas tentang topik menjadi minat mereka.

Terkait dengan sambutan kali ini, saya akhirnya mengetikkan sebuah kata kunci dalam bahasa Inggris, di layanan portal buku langganan saya (Perlego.com). Pencarian dengan kata kunci tersebut menemukan 1.356 judul buku, sebagian dalam bahasa Inggris. Ah, ternyata selama ini saya menganggap remeh topik ini. Sehingga tidak mengherankan jika sebuah lembaga unik di Jakarta mempunyai koleksi ribuan buku tentang humor.

Penasaran dengan kata kuncinya? Kata kuncinya adalah “humor” (dan “humour” untuk ejaan Inggris Amerika).  Apa itu humor? Kamus Merriam-Webster mendefinisikannya sebagai kemampuan mental untuk menemukan, mengungkapkan, atau menghargai hal-hal yang menggelikan atau tidak masuk akal.

 

Humor serius

Di Stanford Graduate School of Business, humor menjadi salah satu mata kuliah resmi, dengan nama “Humor: Seriuos Business”. Pengajarnya tiga orang: dua perempuan dan satu laki-laki. Kedua dosen perempuan tersebut menulis juga sebuah buku yang berjudul Humor, Seriously, yang isi bukunya menjadi bagian silabus mata kuliah yang mereka ajar. Kedua perempuan tersebut adalah Profesor Jennifer Aaker dan Dr. Naomi Bagdonas.

Mata kuliah ini menghadirkan banyak pemimpin perusahaan maju, penulis, dan bahkan laksamana angkatan laut, sebagai pembicara tamu. Mereka berbicara banyak hal, termasuk bagaimana memimpin dengan humor.

Hasil pencarian saya untuk menjawab rasa ingin tahu menemukan banyak kejutan. Apa yang akan saya sampaikan ini merupakan sebagian hasil pencarian personal saya.

Beragam riset ilmiah telah dikembangkan memberikan perhatian kepada topik humor. Pencarian di Google Scholar dengan kata kunci humor (dan humour) menemukan lebih dari 3,9 juta artikel ilmiah atau buku.

Bahkan saya temukan sebuah jurnal ilmiah berjudul Humor: International Journal of Humor Research yang diterbitkan oleh lembaga ternama De Gruyter Brill yang sudah menerbitkan riset ilmiah selama lebih dari 300 tahun.

Apa manfaat humor? Banyak sekali[1]. Di dunia kerja, riset menemukan bahwa humor meningkatkan kesejahteraan, kreativitas, kepuasan kerja, dan kinerja. Pada sisi individu, humor dapat melawan emosi negatif dan membantu dalam menoleransi kepedihan, selain juga membantu menangkal stres. Dalam kerja tim, humor akan meningkatkan komunikasi kelompok, efektivitas dan kohesi yang mengurangi konflik.

 

Peran humor

Secara metaforis, paling tidak terdapat dua peran humor dalam konteks interaksi dengan sesama, termasuk di dunia kerja, yaitu sebagai “tangga” dan “jembatan”.

Humor dapat dianggap sebagai “tangga”, alat bantu meningkatkan “kuasa”. Humor dapat meningkatkan status individu karena dipersepsikan mempunyai kompetensi dan rasa percaya diri (Bitterly et al., 2017). Ketika menghadapi masalah, individu dengan skor humor tinggi cenderung melihatnya sebagai tantangan, sedangkan yang skor humornya rendah, menganggapnya sebagai ancaman (Kuiper et al., 1993).

Ternyata, humor juga meningkatkan memori atau daya ingat (Bains et al., 2014).  Temuan riset ini mengingatkan kepada saya, Indonesia pernah mempunyai presiden, seorang demokrat sejati, yang sangat humoris: Gus Dur. Beliau dapat mengingat ribuan nomor telepon. Memori yang sangat luar biasa.

Humor juga dapat memainkan peran sebagai “jembatan” untuk menjalin kedekatan.  Humor memudahkan kita membuat koneksi dan meningkatkan hubungan (Bazzini et al., 2007), dan membantu orang asing atau kolega merasa lebih dekat (Fraley & Aron, 2024).

Humor juga ternyata dapat meningkatkan ketahanan terhadap stres baik sebagai individu maupun tim, dan membentengi dari aspek negatifnya (Keltner & Bonanno, 1997). Studi terhadap individu yang kehilangan pasangan dan mengenang cerita lucu merasa membaik secara lebih cepat serta menunjukkan berkurangnya stres, peningkatan kegembiraan tentang hidup, dan hubungan yang lebih baik.

Tentu, masih banyak peran humor dalam kehidupan, termasuk di tempat kerja, aktivitas sosial, di ruang kelas, maupun dalam kehidupan bernegara. Tentu di sana ada kepatutan (permissibility) yang harus diperhatikan. Kepatutan humor tergantung pada empat hal: muatannya, pelakunya, audiensnya, dan juga konteksnya (Wilk & Gimbel, 2024).

Ada banyak isu dan strategi lain dalam mengembangkan humor yang tampaknya waktu yang ada tidak cukup untuk menyampaikannya. Humor dalam bentuk komedi dapat menjadi koreksi sosial, karena ia menyingkap kebodohan dan kejahatan menjadi bahan tertawaan dan ejekan (Larkin-Galiñanes, 2017).

Terkait dengan ini, kita masih ingat, pada Juni 2024, Paus Fransiskus mengundang 100 komika dari 15 negara ke Vatikan. Bagi Paus, komedi dapat membantu menciptakan dunia yang lebih berempati dan saling mendukung. Selain itu, Paus mengakui bahwa komika sering menggunakan lawakan mereka untuk mengkritik kebijakan publik dan isu-isu sosial.

Kita simpan diskusi lanjutannya untuk kesempatan lain.

 

Referensi

Bains, G. S., Berk, L. S., Daher, N., Lohman, E., Schwab, E., Petrofsky, J., & Deshpande, P. (2014). The effect of humor on short-term memory in older adults: A new component for whole-person wellness. Advances in Mind-Body Medicine28(2), 16-24.

Bazzini, D. G., Stack, E. R., Martincin, P. D., & Davis, C. P. (2007). The effect of reminiscing about laughter on relationship satisfaction. Motivation and Emotion31(1), 25-34.

Bitterly, T. B., Brooks, A. W., & Schweitzer, M. E. (2017). Risky business: When humor increases and decreases status. Journal of Personality and Social Psychology112(3), 431-455.

Fraley, B., & Aron, A. (2004). The effect of a shared humorous experience on closeness in initial encounters. Personal Relationships11(1), 61-78.

Keltner, D., & Bonanno, G. A. (1997). A study of laughter and dissociation: distinct correlates of laughter and smiling during bereavement. Journal of Personality and Social Psychology73(4), 687-702.

Kuiper, N. A., Martin, R. A., & Olinger, L. J. (1993). Coping humour, stress, and cognitive appraisals. Canadian Journal of Behavioural Science25(1), 81-96.

Larkin-Galiñanes, C. (2017). An overview of humor theory. Dalam S. Attardo (ed.). The Routledge Handbook of Language and Humor (4-16).

Rosling, H., Rosling, O., & Rönnlund, A. R. (2018). Factfulness: Ten Reasons we’re Wrong about the World–and Why Things are Better than You Think. Flatiron books.

Wilk, T., & Gimbel, S. (2024). In on the Joke: the Ethics of Humor and Comedy. De Gruyter.

Sambuan pada acara wisuda Universitas Islam Indonesia pada 26 April 2025

Fathul Wahid

Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026

 

[1] Hasil beragam riset dirangkum di https://web.stanford.edu/dept/gsb-ds/Inkling/Leading_with_Humor/index.html. Beberapa bagian lain sambutan ini didasarkan pada informasi di laman ini.