Beragama dengan Gembira

Rasulullah diutus oleh Allah dengan dua tugas yang saling melengkapi: pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Kata Allah, “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.” (QS Al-Furqan 25:56). Kabar gembira tersebut diberikan kepada orang mukmin yang akan mendapatkan karunia yang besar dari Allah (QS Al-Ahzab 33:47).

Karenanya, seorang mukmin harus selalu menjaga optimisme dan harapan. Jangan sampai berputus asa dari rahmat Allah. Bahkan, meski kita pernah melampaui batas dan berbuat dosa (QS Az-Zumar 39:53- 54). Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Opmitisme tersebut diseimbangkan dengan peringatan yang diberikan Allah melalui Rasulullah, supaya tidak kebablasan.

Kabar gembira dan peringatan ini pun diberikan oleh Rasulullah ketika masa wabah.

Apa kabar gembiranya? Ketika Rasulullah ditanya seorang sahabat tentang wabah, Beliau menjawab: “Wabah adalah azab yang dikirim oleh Allah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tetapi Dia menjadikannya rahmat untuk kaum mukmin. Siapa saja  tinggal di sebuah kota yang terjangkiti wabah dan dia tetap tinggal di dalamnya dan tidak meninggalkan kota tersebut, tetapi bersabar dan penuh harapan kepada rida Allah, dan mengetahui bahwa wabah tidak akan menimpa kecuali sudah ditulis Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang mati syahid” (Sahih Al-Bukhari 5734).

Dalam hadis lain, Rasulullah menyatakan bahwa “Mati karena wabah adalah syahid bagi setiap muslim” (Sahih Al-Bukhari 2830). Kesyahidan kematian karena wabah, disamakan dengan kematian karena sakit lambung, tenggelam, terkubur bangunan runtuh, terbakar, dan melahirkan. Semuanya disamakan dengan kesyahidan mati di jalan Allah (Sahih Muslim 1914; Sunan Ibnu Majah 2909).

Seperti tersurat dalam hadis di atas, perlu dicatat di sini, kematian ini bukan sesuatu yang diniatkan alias sengaja memaparkan diri dengan wabah.

Peringatan Rasulullah sangat jelas dalam sebuah hadis lain. Kata Rasulullah, “Ketika kami mendengar adanya wabah di sebuah daerah, maka jangan memasukinya, dan ketika kamu berada di daerah yang terkena wabah, maka jangan keluar darinya” (Sahih Al-Bukhari 5728).

Pesan dalam hadis tersebut sangat jelas, bahwa ikhtiar terbaik harus dilakukan, untuk tidak memaparkan diri kepada penyakit, dan sebaliknya tidak memaparkan penyakit kepada orang lain.

Saat ini, ketika wabah Covid-19 menyerang umat manusia, maka mematuhi orang-orang yang ahli di bidang kesehatan untuk tidak terpapar atau memaparkan penyakit menjadi wajib. Ikhtiar tersebut antara lain dapat berupa menjaga jarak fisik dan memakai masker. Pastikan kita lakukan ini dengan tetap bergembira. Ini perintah agama, bukan hanya imbauan pemerintah.

Mari, kita jaga optimisme. Jangan kita berputus asa dari rahmat Allah. Jangan lupa terus berikhtiar diiringi dengan doa tanpa lelah dan penuh harap, semoga Allah segera mengangkat wabah ini.

Allah menyatakan bahwa Dia akan mengikuti prasangka hamba kepadaNya (Sahih Al-Bukhari 7505). Mari bergembira dalam beragama.

Elaborasi ringan dari materi khutbah Jumat di Masjid Syuhada, 17 Juli 2020.