,

Elisa Kusrini dan Rudy Syahputra Dikukuhkan Sebagai Profesor UII

Dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Dr. Ir. Elisa Kusrini, M.T. dan Prof. Rudy Syahputra, S.Si., M.Si., Ph.D. dikukuhkan sebagai profesor dalam Rapat Terbuka Senat Pidato Pengukuhan Profesor pada Selasa (19/12), di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII. Prof. Elisa Kusrini dikukuhknan sebagai Profesor Bidang Ilmu Manajemen Rantai Pasok, sementara Prof. Rudy Syahputra sebagai Profesor Bidang Ilmu Analisis Elektrokimia dan Remediasi Lingkungan. 

Prof. Elisa Kusrini dalam pidatonya mengangkat judul Peran Manajemen Rantai Pasok untuk Menjawab Tuntutan Peningkatan Daya Saing Nasional. Menurutnya supply chain management (SCM) yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan memiliki dampak yang signifikan dalam meningkatkan kinerja perusahaan yang akhirnya akan berimbas pada peningkatan produktivitas nasional dan daya saing ekonomi suatu negara. 

Disampaikan Prof. Elisa Kusrini, Indonesia perlu meningkatkan dayasaing nasionalnya. Beberapa  alternatif solusi tentu tidak bisa terlepas dari peningkatan pengelolaan  supply chain dan  transformasi supply chain  yang  bersifat holistik dari semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dari  hulu sampai hilir.

Selain tuntutan peningkatan pengelolaan dan transformasi supply chain  di era digitalisasi ini, perusahaan menghadapi  tuntutan  dari pelanggan, masyarakat, media, pemerintah dan investor  untuk mengoperasikan rantai pasok dengan memperhatikan lingkungan. “Oleh karena itu, Perusahaan perlu menerapkan konsep supply chain hijau atau  Green Supply Chain Management terhadap seluruh rantai pasok yang terlibat,” tutur Prof. Elisa Kusrini.

Lebih lanjut Prof. Elisa Kusrini menuturkan, dalam praktiknya banyak perusahaan belum mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan serta menemui kesulitan dalam mengimplementasikannya. Terlebih lagi  untuk Usaha Kecil Menengah (UKM). Sementara itu potensi UKM sangat besar kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi sosial dan lingkungan di Indonesia. 

“Jumlah UKM   dipandang sangat strategis dalam menyumbang kemajuan negara. oleh karena itu perlu  model untuk meningkatan Kinerja Rantai Pasok Berkelanjutan untuk UKM Indonesia,” tandasnya.

Dari penelitian yang telah dilakukan, Prof. Elisa Kusrini merekomendasikan peluang perbaikan yang dapat dilakukan untuk peningkatan kinerja UKM yang berkelanjutan. Pertama, perlu adanya  peningkatan pengetahuan  dan awareness  bagi seluruh pemangku kepentingan  tentang tata kelola rantai pasok berdasarkan pada model yang terbukti efektif dan secara luas digunakan.  

Selanjutnya yang kedua, guna mengakselerasi perkembangan UKM, perlu dilakukan pengembangan standarisasi tata kelola supply chain di UKM, dengan mengadopsi dan mengcustomisasi model digital SCOR 14 untuk UKM. Sementara yang ketiga, menurut Prof. Elisa Kusrini perlu adanya pendekatan Triple Helix dengan kolaborasi, kerjasama dan sinergi  pemerintah, universitas dan industri untuk memfasilitasi perkembangan dan peningkatan kinerja UKM.

Perlunya Memilih Teknologi Remediasi

Prof. Rudy Syahputra dalam pidato pengukuhan mengemukakan keadaan lokasi tercemar berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya. Beberapa hal perlu dipertimbangkan dan lakukan ketika memilih teknologi remediasi yang tepat dari banyak pilihan teknologi yang ada.

Hal pertama yang harus dilakukan, menurut Prof. Rudy Syahputra adalah mendapatkan informasi yang akurat tentang situasi lokasi tercemar. Apa yang menjadi penyebab zat pencemar terdapat di lokasi, seberapa tinggi konsentrasi zat pencemar tersebut pada lokasi yang tercemar, dan bagaimana kemungkinan cara penyebaran zat pencemar tersebut ke lingkungan. 

”Ketika pencemaran terjadi di dalam tanah, laju penyebaran zat pencemar terjadi sangat lambat, akan tetapi bila pencemaran terjadi di air atau udara, maka zat pencemar akan menyebar dengan cepat. Tergantung keadaan terjadinya proses pencemaran, sehingga diperlukannya teknologi remediasi yang paling sesuai dengan kondisi lokasi pencemaran dan zat pencemar,” jelas Prof. Rudy Syahputra dalam pidatonya berjudul Remediasi Lingkungan Tanah dan Air: Aplikasi Proses Fitoremediasi dan Elektrokimia

Lebih lanjut dipaparkan Prof. Rudy Syahputra, tingkat toksisitas zat pencemar juga merupakan faktor penting lainnya dalam memilih teknologi remediasi. Jika zat pencemar sangat beracun seperti radionuklida, maka perhatian yang sangat serius harus diberikan selama proses remediasi. Selain itu, sisa konsentrasi residu zat pencemar harus sangat rendah agar keamanan lingkungan tetap terjamin. 

Informasi geografis tentang keadaan geologi atau sosial masyarakat dari lokasi tercemar juga sangat penting untuk diketahui agar pilihan teknologi remediasi menjadi tepat dan benar. ”Informasi geologi tersebut akan memberikan wawasan tentang arah difusi zat pencemar. Sedangkan informasi sosial-geografis masyarakat diperlukan untuk membangun kerja sama dan kesepakatan dengan masyarakat setempat yang tinggal di sekitar lokasi tercemar selama, sebelum, dan setelah proses remediasi,” jelas Prof. Rudy Syahputra.

Di akhir pidatonya, Prof. Rudy Syahputra menekankan pentingnya memperhatikan waktu yang diperlukan untuk remediasi, luas wilayah remediasi, dan biaya remediasi untuk melakukan evaluasi berbagai metode remediasi yang mungkin dapat dilakukan secara komprehensif. 

“Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam proyek remediasi lingkungan, yaitu: (1) biaya keseluruhan, (2) batas kemampuan teknologi, (3) waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses remediasi, (4) keandalan dan pemeliharaan sistem teknologi remediasi, (5) kebutuhan data, (6) keamanan, dan (7) penerimaan masyarakat,” jelas Prof. Rudy Syahputra. (RS)