Gelar Workshop, UII Harapkan Pengelolaan Jurnal Berkualitas

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar workshop Indeksasi Jurnal UII ke Sinta pada hari Rabu (20/7). Sinta atau kepanjangan dari Science and Technology Index adalah portal ilmiah daring yang dikelola oleh Kemdikbud Ristek RI. Acara yang dihadiri oleh staf dan dosen pengelola Jurnal UII itu diadakan di Ruang Sidang Datar Lt. 2 Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito. Turut hadir Yoga Dwi Arianda, ST dan Rizki Prasetya, S.Kom sebagai pemateri.

Prof. Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset UII berpesan agar para pengelola jurnal UII meningkatkan kualitas yang ditunjukkan dengan banyaknya jurnal terindeks Sinta. “Saya rasa ini menjadi suatu capain yang kita harapkan,” ungkapnya. Menurutnya, UII sangat mendorong kinerja pengelola jurnal dengan membentuk ‘Rumah Jurnal’ sehingga pengelolaannya lebih terorganisir dan berkualitas.

“Kami sudah merancang penghargaan bagi yang sudah mempublikasikan jurnal dan bagi pengelola jurnal,” ujarnya. Ia berharap dengan adanya penghargaan ini bisa memberikan semangat untuk terus menerbitkan jurnal dan mengelolanya dengan baik. Segala mekanisme sudah disiapkan yang dikawal oleh DPPM. Pengelola jurnal bukan hanya sekedar menempatkan artikel berkualitas, tetapi algoritma dan indeksasi Sinta perlu dipahami secara lebih jelas.

Sementara itu, Yoga Dwi Arianda menegaskan bahwa segala dukungan dari universitas bisa memberikan semangat mengelola jurnal. “Tidak semua pengelola jurnal didukung, ada yang bersifat sukarela, tetapi UII sangat memfasilitasi,” ucapnya. Ia juga mengemukakan beberapa tantangan nasional dalam perkembangan industri; kesenjangan, kemiskinan, capaian pendidikan serta pemenuhan kesehatan. Perguruan tinggi merupakan salah satu basis pertumbuhan ekonomi perkembangan sumber daya, tulang punggung inovasi.

Universitas harus mampu menciptakan para dosen untuk melakukan inovasi terhadap penelitian, tidak hanya sekedar melakukan riset, tetapi juga menghasilkan karya-karya yang bisa diterapkan masyarakat. “Kalau bisa memiliki karya-karya yang dipublikasikan, sehingga dapat diterapkan masyarakat,” imbuhnya. 

Ia menjelaskan beberapa persyaratan akreditasi jurnal ilmiah, misalnya; memiliki nomor seri standar internasional secara elektronik (Electronic International Standard Serial Number/E-ISSN), memiliki pengenal objek digital, jurnal sudah terindeks di lembaga pengindeks nasional, dan lain sebagainya. Jurnal ilmiah harus bersifat ilmiah, artinya memuat artikel yang secara nyata memajukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni yang didasarkan pada hasil penelitian, perekayasaan, dan/atau telaahan yang mengandung temuan dan/atau pemikiran yang orisinil serta tidak plagiat.

Terkait pengajuan akreditasi jurnal pertama kali (belum ada terakreditasi peringkat 1-6), maka perlu mengunggah terbitan 2 tahun terakhir. Akreditasi ulang dapat diajukan sebelum habis masa berlaku akreditasi dan hanya mengajukan satu nomor terbitan terakhir atau terbaru. “Jurnal ilmiah dapat mengajukan penilaian akreditasi kembali,” jelasnya.

Akreditasi jurnal ilmiah berlaku untuk masa 5 tahun saja. Jika jurnal yang mengajukan akreditasi baru, masa berlaku akreditasi dimulai sejak nomor terbitan yang dinilai dan ditetapkan. Lebih lanjut, Yoga Dwi Arianda menjelaskan beberapa unsur bobot nilai pada jurnal; penamaan jurnal ilmiah, kelembagaan penerbit, penyuntingan dan manajemen jurnal, substansi artikel, gaya penulisan, penampilan, keberkalaan dan penyebarluasan. “Ini yang perlu diperhatikan bagi peneliti serta pengelola jurnal,” ungkapnya. (LMF/ESP)