Integrasi Pengetahuan sebagai Kerja Institusional

Salah satu kritik yang ditujukan pada inisiatif untuk menyusun kembali pengetahuan di bawah kerangka epistemologi Islam (integrasi pengetahuan) adalah kurangnya buku teks yang relevan tersedia di pasar. Dalam konteks psikologi, buku-buku yang ditulis oleh bapak pendiri psikologi Islam, Allahu yarham Prof. Malik Badri, termasuk di antara sedikit yang dapat kita jumpai.

Saya termasuk orang yang percaya bahwa inisiatif ini harus dilanjutkan secara kolektif oleh komunitas psikologi Islam. Ketersediaan buku dan literatur lainnya merupakan salah satu prasyarat suatu disiplin ilmu.

Mohon koreksi jika salah, saya mengamati bahwa psikologi Islam dapat berkembang lebih jauh sebagai disiplin baru, atau setidaknya subdisiplin yang kuat dalam disiplin psikologi.

Prasyarat lain dari suatu disiplin adalah adanya komunitas pembelajaran (learning communities). Sekali lagi, saya melihat bahwa kelanjutan kursus intensif psikologi Islam yang menarik saudara-saudara kita di seluruh dunia ini merupakan indikasi kuat. Kursus intensif yang kami buka hari ini adalah yang ketiga, dan akan diadakan selama bulan Oktober 2021 setiap hari Sabtu dan Ahad. Saya percaya bahwa orang-orang yang rela mengorbankan hari liburnya untuk menuntut ilmu atau belajar adalah orang-orang yang baik.

Kita juga dapat memasukkan indikator disiplin lain ke dalam daftar, termasuk pendirian The International Association of Islamic Psychology pada 2017 oleh Allahu yarham Prof Malik Badri dan al-sabiquna al-awalun lainnya.  Demikian pula dengan berdirinya International Association of Muslim Psychologist (IAMP) yang dipimpin oleh Dr. Bagus Riyono. Kita juga dapat menemukan organisasi serupa di banyak negara.

Kita harus memberikan apresiasi yang besar kepada International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia, di bawah pimpinan Bapak Habib Chirzin yang tanpa lelah selalu memberikan dukungan terhadap inisiatif integrasi pengetahuan ini.

Oleh karena itu, saya membayangkan bahwa semua proses pengembangan psikologi Islam oleh berbagai aktor adalah kerja institusional (institutional work), yang bertujuan untuk membentuk disiplin baru. Dalam pengertian ini, proses pelembagaan atau institusionalisasi terjadi setidaknya melalui pendekatan penanaman nilai-nilai Islam dan tipifikasi ketika sekelompok aktor tertentu bertanggung jawab atas aktivitas tertentu. Ketika sebuah praktik menjadi melembaga, maka tidak lagi bergantung pada pionir atau aktor utama, diterima secara luas tanpa perdebatan yang tidak bermakna, dan menjadi bagian dari budaya sehari-hari.

Pada akhirnya, kita bisa bersama-sama memeriksa apakah psikologi Islam sudah berkembang menjadi disiplin baru. Kita dapat melihat beberapa indikator tambahan berikut.

Di dalamnya termasuk ketersediaan (1) definisi formal dari disiplin;(2) basis pengetahuan umum; (3) sekelompok masalah penelitian yang unik; (4) teori pemersatu; (5) prosedur dan metode penelitianyang diterima komunitas; dan (6) visi bersama tentang signifikansi domain studi; (7) program pascasarjana dan mahasiswa; (8) komunitas peneliti di banyak belahan dunia; (9) asosiasi akademik maupun profesional; (10) jurnal dan konferensi yang mapan; dan (11) interaksi yang kuat antara disiplin akademik dan bidang praktik.

Pemikiran tersebut didasarkan pada literatur dan refleksi saya, seseorang yang bukan berasal dari pendidikan psikologi Islam. Mohon koreksi jika saya memberikan kesan atau kesimpulan yang menyesatkan.

Sambutan dalam pembukaan The 3rd International Intensive Course on Islamic Psychology (IICIP 2021) yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, pada 1 Oktober 2021.