Integritas Akademik dan Kepemimpinan di Era Digital
Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Layanan Akademik (DLA) menyelenggarakan Kuliah Umum Pascasarjana Ke-21 dengan tema “Integritas Akademik dan Kepemimpinan di Era Digital”. Kuliah umum untuk Mahasiswa Baru Program Profesi, Magister dan Doktor UII ini disampaikan langsung oleh Rektor UII, Fathul Wahid pada (18/10) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII.
Dalam kuliah umum yang diselenggarakan secara hibrida tersebut, Prof. Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si. selaku Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik & Riset UII dan Guru Besar Bidang Ilmu Statistika dalam sambutannya berpesan kepada peserta kuliah umum yang diikuti oleh mahasiswa UII baik dari profesi, magister, dan doktor agar tidak hanya mementingkan kompetensi akademik tapi juga harus memiliki karakter Islami dan menjunjung tinggi moralitas.
Ia juga menegaskan lulusan UII harus mampu memberikan kontribusi bagi lingkungan dan masyarakatnya. “Kuliah umum maupun kuliah pakar yang diselenggarakan di tingkat universitas itu sudah didesain menjadi terintegrasi antara apa yang dilakukan di program studi, fakultas, dan universitas dalam rangka menghasilkan lulusan yang mampu memberikan kemanfaatan kepada masyarakat ini benar-benar bisa terealisasi,” ujarnya.
Selanjutnya, Fathul Wahid membawakan materi pemantik diskusi yang berjudul Integritas Akademik dan Kepemimpinan di Era Akal Imitasi (AI). Dalam materi pemantik tersebut, Ia menyayangkan kasus-kasus pelanggaran etika akademik di Indonesia. Contohnya, adalah isu pencabutan 17 guru besar di suatu perguruan tinggi di Banjarmasin seperti yang dilansir dari Radar Banjarmasin dan juga kasus 28 SK Guru Besar yang dibatalkan. “Apa alasannya? Pelanggaran integritas akademik. Tentu saja untuk dunia akademik ini adalah sesuatu yang memalukan. Dosen dan profesor yang seharusnya menjadi penjuru terkait dengan penjagaan pemuliaan integritas akademik justru melacurkan diri dengan melanggarnya,” ungkapnya.
Dalam kuliah umum ini, Fathul Wahid mengajak peserta untuk terlebih dahulu melihat persepsi diri masing-masing dalam melihat kehadiran teknologi digital khususnya akal imitasi yang disingkat “AI”. Ia mengemukakan bahwa pemanfaatan AI dan teknologi digital lainnya akan bermanfaat positif jika sesuai dengan kunci tujuan asal. Sebaliknya, jika teknologi digunakan untuk kecurangan dan hal yang buruk lainnya maka memberikan dampak negatif. “Ketika teknologi itu digunakan untuk mencapai tujuan asal, bisa mempercepat bahkan maka teknologi bisa digunakan. Tetapi ketika teknologi itu justru digunakan untuk membajak tujuannya, maka itu menjadi masalah,” sebutnya.
Oleh karenanya, Fathul mendorong para mahasiswa untuk tidak terlena dengan kemudahan teknologi yang pada akhirnya akan menjerumuskan diri pada kemalasan dan kurangnya kemampuan artikulasi serta kemampuan berpikir kritis. Teknologi tidak hanya cerdas tetapi juga bermanfaat bagi manusia. Teknologi disebut bermanfaat sejauh tindakan-tindakan mereka dapat diharapkan untuk mencapai tujuan kita.
Fathul juga menjelaskan apa yang menjadi landasan bagi tujuan-tujuan kita sebagai manusia yang beriman dan berakal agar sesuai dengan konsep maqashid. Jawabannya, adalah tujuan harus sesuai dengan nilai adagium dan basis dunia akademik seperti nilai-nilai kemanusaan, kejujuran, keadilan dan pemeliharaan nilai-nilai kemanusiaan menjadi “maqasid” atau tujuan dari aktivitas akademik. “Nilai-nilai di dunia itu nilai-nilai kemanusiaan, disitu ada kejujuran, keadilan, kesetaraan, kebermanfaatan. Kita tanyakan ke siapapun termasuk orang jahat pun pasti sama. Karena apa? Pada dasarnya manusia itu ada kesadaran fitrah,” jelasnya.
Ia juga menambahkan meski manusia sedang dalam kesulitan dan hal yang sangat mendesak kejujuran tetap harus dijaga. “Hanya saja kadang ada tekanan dan lainnya maka ia menggadaikan kesadaran fitrah itu. Nah, sehingga disini ketika kita bicara nilai akademik seperti kejujuran maka disini sebetulnya menjaga nilai-nilai kemanusiaan (maqashid) dalam aktivitas akademik. Dan ini menjadi penting dan ditekankan bahwa akademisi boleh salah, tetapi tidak boleh bohong,” tambahnya.
Kuliah umum ini diharapkan dapat memberi semangat bagi mahasiswa program magister dan doktor UII dalam menyelesaikan studi ke depan dengan tetap mengedepankan etika akademik sehingga mampu menghasilkan karya ilmiah akademik yang otentik, dapat dipertanggungjawabkan, dan bermanfaat bagi masyarakat. (AAO/AHR/RS)