Mendukung Pemuda ASEAN Aktif Dalam Inovasi Berkelanjutan

Universitas Islam Indonesia (UII) terlibat aktif dalam penyelenggaraan ASEAN Virtual Entrepreneurship Hackathon 2021 pada Kamis-Jumat (7-8/10). Agenda hasil kolaborasi dengan Duy Tan University Vietnam dan Temasek Polytechnic Singapura ini diikuti oleh mahasiswa dari ketiga universitas. Tema yang diusung adalah ASEAN Youths Leading Innovations for A Sustainable ASEAN Community. Tema tersebut sejalan dengan upaya komunitas pemuda ASEAN dalam mempromosikan inovasi yang berkelanjutan. Sesi siang agenda diisi dengan workshop tentang desain, inovasi, dan teori pemecahan masalah.

Dr. Ir. Arif Wismadi, M.Sc., sebagai Direktur Pembinaan & Pengembangan Kewirausahaan/Simpul Tumbuh UII menyebutkan dalam mendesain pemikiran terdapat lima tahapan penting yang harus dilalui. Tahapan tersebut terdiri atas empati, definisi, ide, prototype, dan tes. Hal yang pertama dinilai menjadi begitu amat penting “kenali apa yang orang lain sedang alami dengan masalahnya di masa kini,” jelas Arif.

Di saat yang sama Dr. Risdiyono, S.T., M.Eng., Ph.D. selaku Kepala Program Studi Teknik Mesin UII juga Presiden dari Indonesia TRIZ Practitioners Association mengatakan bahwa masalah selalu ada dan eksis di sekitar kita. Namun, hal itu tidak dikenali dan disadari.

“Ketika kita bilang tidak ada masalah, bukan berarti tidak ada. Hanya saja kita tidak menyadarinya,” ujar Risdiyono. Sejalan dengan pendapat Taiichi Ohno salah satu pionir dari Toyota, beliau mengatakan tidak memiliki masalah, justru adalah masalah besar dari semuanya.

Mengidentifikasi, mengenali, dan memahami masalah adalah tahapan yang paling penting untuk menyelesaikan masalah. Masalah terjadi ketika ada kesenjangan yang tidak diinginkan antara kenyataan dan kondisi yang diinginkan.

“Misal, kita memiliki target untuk memiliki IPK senilai 3,47 tapi sekarang kondisinya adalah hanya 3,00. Selisih yang diinginkan itu adalah suatu masalah yang ada” tuturnya. Di banyak kasus, masalah dapat memunculkan inovasi dalam penyelesaiannya. Maka dari itu, menyelesaikan masalah dan memunculkan inovasi dinilai menjadi hal yang sangat penting.

Mendefinisikan masalah tentu harus diiringi dengan ide yang berangkat dari desain berpikir yang terstruktur. Akan tetapi, seringkali untuk memunculkan ide atau inovasi menjadi satu masalah tersendiri. Kemampuan berinovasi dinilai masih sangat penting di masa depan. “Kebanyakan dari skill yang tidak dapat digantikan robot adalah berkaitan dengan inovasi, penyelesaian masalah, berpikir kritis, dan idealis” jelas Risdiyono.

Risdiyanto juga menyoroti persoalan inovasi. Menurutnya inovasi adalah proses untuk membentuk value dengan mengaplikasikan solusi ke permasalahan yang berarti. Dalam hal tersebut, inovasi dianggap berkaitan erat dengan nilai (value) dari masalah yang ingin diselesaikan. Mengutip Edward Roberts dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) berkata bahwa inovasi adalah perpaduan antara penemuan dan komersialisasi. Penemuan itu sendiri ditunjang dari sisi humanis, sosio-politik, dan proses. Lebih jauh, penemuan juga tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat, “diperlukan waktu yang sangat lama untuk melakukan penemuan,” jelasnya.

Metode TRIZ Sebagai Konsep Problem Solving

Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ) adalah satu instrumen yang berisikan 40 hal yang diketahui sebagai daftar solusi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Turunan dari TRIZ adalah disebut dengan Theory of Inventive Problem Solving (TIPS). “Jika kamu menghadapi masalah, yakinlah semuanya pasti bertemu dengan masalah kapanpun, dimanapun, dan apapun masalahnya,” terang Risdiyono.

Ketika telah paham bahwa masalah berkaitan dengan siapapun. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah “harus tahu di mana atau data apa yang cocok digunakan untuk menyelesaikannya.” Lebih jauh, proses dalam menyelesaikan masalah itu sendiri juga harus diketahui setelah memahami masalah yang ada.

Dalam melakukan inovasi dan menciptakan kreativitas, pasti terdapat standar prosedur dan prinsip yang harus dipahami. Penemu teori TRIZ, G. S. Altshuller mengatakan bahwa kreativitas dapat dipelajari, hal itu dinilai seperti sains. Dikatakan “bahkan ketika seseorang bukanlah pemain musik yang handal, ketika dirinya berlatih terus-menerus maka dia akan menjadi hal itu.”

Dalam mengembangkan konsep pemikirannya, Altshuller mengawali dengan menganalisis paten, lalu mengkonstruksi teori untuk digunakan sebagai pemecah masalah, dan yang terakhir adalah memvalidasi teori yang telah dikembangkan. Risdiyono berkesimpulan bahwa TRIZ adalah suatu sistem/metode penyelesaian masalah yang terstruktur yang berbasis dengan data dan logika, tidak berdasarkan intuisi atau tindakan spontan dari individu atau sekelompok orang. (KR/ESP)