Menegaskan Peran Perguruan Tinggi Islam Swasta

Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Indonesia (BKSPTIS) baru saja merampungkan Rapat Kerja Nasional di Pekanbaru pada 17-18 November 2023. Acara yang bertempat di Universitas Islam Riau (UIR) ini dihadiri sekitar 80 utusan, yang berasal dari berbagai pojok Indonesia.

Acara didahului dengan pelantikan pengurus masa amanah 2023-2027 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Dr. Jusuf Kalla, yang juga sekaligus Ketua Dewan Penasihat BKSPTIS. Dalam pidato inspirasinya Dr. Jusuf Kalla mengajak PTIS untuk meningkatkan kualitasnya.

 

Peran penting inklusif

Beragam gagasan dimunculkan, baik dari para pembicara dan juga peserta. Direktur Jenderal Kelembagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Dr. Lukman, memaparkan data sebaran PTIS yang memberikan harapan besar. Dari 2.982 perguruan tinggi swasta (PTS) yang mengabdi untuk negeri, sebanyak 997 atau sepertiganya adalah PTIS.

Jika sebaran mahasiswa dipukul rata, yang sedang menuntut ilmu di PTIS sekitar 1,5 juta orang. Ini adalah angka yang sangat besar dan mengindikasikan peran penting PTIS dalam ekosistem pendidikan tinggi nasional.

PTIS juga menjadi tempat menimba ilmu mahasiswa dengan beragam latar belakang agama. Bahkan, Universitas Amal Ilmiah (Unaim) yang beroperasi di Wamena, misalnya, lebih dari 90 persen mahasiswanya beragama Kristen. PTIS juga tersebar di semua wilayah Indonesia. Di Pulau Jawa terdapat 544 PTIS, Sumatera 267, Sulawesi 73, Kalimantan 51, Nusa Tenggara 40, Maluku 9, Papua 8, dan Bali 5. Ini adalah sisi inklusif PTIS yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Tentu, kita tidak menutup mata, tingkat kematangan PTIS sangat beragam. Sebagian sudah mapan, sebagian lain masih berkembang. Untuk keperluan pengungkitan kualitas PTIS inilah, BKSPTIS dilahirkan pada 27 April 1978. PTIS diharapkan maju secara bersama untuk mendidik anak bangsa dan menjalankan peran penting lainnya.

 

Mandiri dan mendunia

Rakernas yang dihelat di Bumi Lancang Kuning ini mengangkat tema “membangun perguruan tinggi Islam yang mandiri dan mendunia”. Pilihan tema ini tentu bukan tanpa alasan. Karakter ini diperlukan untuk menegaskan peran peradaban PTIS.

PTIS harus mandiri. Mandiri dapat dilihat dalam berbagai perspektif. Termasuk di dalamnya, adalah mandiri dalam menjalankan roda organisasinya, kapabel dalam mengembangkan lembaganya, dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. PTIS tidak boleh tergantung uluran tangan pihak lain dengan menggadaikan kebebasannya.

Meski demikian, peran pemerintah terus diharapkan untuk dapat menghadirkan ekosistem yang sehat untuk bertumbuh dan berkembangnya PT, termasuk PTIS. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah amanah konstitusi. Kehadiran PTIS, bersama dengan PTS lain, merupakan uluran tangan anak bangsa membantu negara. Negara, dengan alasan apa pun tidak boleh lepas tangan.

Ada sisi kemandirian lain yang perlu mendapatkan perhatian. Mandiri juga dapat dilihat dari kehadiran iklim kebebasan akademik yang sehat. Kampus harus diupayakan untuk tetap menjadi pilar yang steril dari kepentingan jangka pendek dan selalu menyuarakan kebenaran dan membongkar kebohongan. Akal sehat dan perangai ilmiah warga kampus pun harus selalu dijaga, supaya antena akademiknya masih sensitif untuk menangkap sinyal beragam masalah bangsa.

Selain itu, semangat mendunia atau mondialitas harus menjadi bagian cita-cita setiap perguruan tinggi Islam. Ini bukan soal harus mempunyai program, mahasiswa, atau kerja sama internasional saja. Ini adalah perkara peningkatan kualitas dengan standar terbaik, standar yang diakui dunia. Standar ini dapat bercermin dalam banyak aspek, termasuk pola pikir, desain program, sampai pada kualitas eksekusi.

 

Peta jalan masa depan

PTIS harus menjelma menjadi institusi yang modern jika ingin menjadi salah satu penentu arah peradaban. Masa depan kolektif PTIS harus didesain dengan serius. Jika tidak, maka orang lain yang akan mendesain masa depannya dan PTIS akan menjadi penonton di pinggiran lapangan.

Berangkat dari kesadaran tersebut, Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan LP3ES menggagas kelahiran buku yang bertajuk Peta Jalan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Bedah buku ini menjadi pengisi salah satu sesi acara. Peserta memberikan respons yang sangat baik. Banyak harapan digantungkan.

Selain memberikan potret kondisi mutakhir PTIS, buku ini juga menawarkan beragam strategi pengembangan yang bisa dipilih. Strategi ini merupakan pengembangan dari akumulasi tradisi baik yang sudah didokumentasikan oleh banyak PTIS. Faktor kontekstual Indonesia sudah seharusnya masuk dalam radar semua pimpinan PTIS dalam merumuskan masa depan dan mendesain anak tangga untuk mencapainya.

Gagasan yang diusung oleh buku ini, merupakan ikhtiar untuk mengajak para pemimpin PTIS meluangkan waktu sejenak untuk membicarakan hal-hal besar. Dalam beberapa tahun terakhir, pimpinan dan warga PTIS sudah terjebak pada labirin administratif yang seakan tiada ujung.

Hal ini tanpa disadari telah memalingkan perhatian dari diskursus besar terkait dengan peran peradaban yang diemban PTIS. Pengembangan sains yang serius merupakan salah satu pintu masuknya.

Menambah fokus lain di tengah beban bejibun memang tidak selalu mudah. Tetapi ikhtiar seperti ini jangan sampai ditinggalkan sama sekali. Kerja peradaban ini akan lebih ringan jika dijalankan secara kolektif. Semoga.

Tulisan sudah tayang di Republika.id pada 20 November 2023.