,

Menggapai Keberkahan dan Kebahagiaan dalam Pandemi

Pandemi Covid-19 yang datang secara tiba-tiba mengubah segala aspek kehidupan. Namun, tahukah kita jika pandemi merupakan salah satu tanda kecintaan Allah Swt terhadap hambaNya. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan, Allah akan memberinya musibah.” (HR Ahmad dan Al Bukhari dari Abu Hurairah).

Pandemi Covid-19 suatu musibah atau berkah adalah pilihan hamba manusia dalam menyikapinya. Saat pandemi datang bagai badai besar yang melanda lautan tenang memporak-porandakan isi laut ataupun daratan. Disini sebetulnya kita diajari sifat sabar dalam menghadapi musibah. Hal ini dikemukakan Ustadz. Drs. H. Ahmad Wijayanto, M.A. dalam pengajian rutin Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) “Menggapai Keberkahan dan Kebahagiaan dalam Pandemi” pada Rabu (24/2).

Ustadz Wijayanto memaparkan keteladanan Nabi Ayyub a.s., nabi yang dikenal dengan kesabaran serta ketaatannya. Sebelum jatuh miskin dan 10 anaknya meninggal, Nabi Ayyub a.s bergelimang harta dan sosok yang rupawan. Semua itu sirna dalam sekejap. Seluruh harta kekayaannya hilang dan juga mengidap penyakit kulit hingga dijauhi oleh seluruh masyarakat pada saat itu, kecuali istrinya. Namun, tak lama kemudian istrinya juga meninggalkan Nabi Ayyub a.s. Cobaan yang berlangsung selama 18 tahun itu dihadapi dengan penuh kesabaran.

“Bagaimanakah sikap kita selama pandemi ini, dulu Nabi Ayyub a.s menghadapi cobaan seorang diri. Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur karena menghadapinya bersama-sama?” tutur Ustadz. Wijayanto dalam tausiyah yang di gelar secara virtual ini.

Ustadz. Wijayanto mengemukakan, sikap positif lain yang bisa membuat kita meraih keberkahan pandemi Covid-19 adalah dengan bersyukur. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Swt pernah berfirman yang artinya: “Jika Aku mencintai seorang hamba, maka Aku turunkan ujian (kesulitan dan kesempitan) kepadanya. Hal itu agar ia memohon kepadaKu (agar ujian dapat diangkat darinya melalui doa-doa yang wtdipanjatkan).” Maksud dari hadits ini menurut Ustadz. Wijayanto membuat kita bersyukur, karena Allah Swt mencintai kita sebagai hambaNya. Allah Swt ingin kita menjadi lebih dekat denganNya.

Lebih lanjut dijelaskan Ustadz. Ahmad Wijayanto, pandemi Covid-19 membuat orang-orang menjalankan WFH (Work From Home), secara tidak langsung hal ini membuat sadar akan makna rumah. “Rumah sebagai majelis, rumah sebagai madrasah. Selain itu, kita juga makin peduli terhadap diri sendiri dan sesama, adapun hal yang paling baik adalah makin peduli kepada Allah Swt,” sebutnya.

Menurut Ibnu Qoyyim saat kita bersyukur nikmat yang kita punya akan bertambah, sedangkan saat kufur akan diazab. “Rasa syukur akan memperkuat semua kebaikan yang ada termasuk hubungan sosial pertemanan dan kekeluargaan. Rasa syukur juga bisa meningkatkan rasa percaya diri, dengan seperti itu syukur bisa mengatasi semua masalah yang ada. Sifat buruk seperti iri yang merupakan awal dari semua kejahatan di dunia ini, contohnya adalah peristiwa Habil dan Qobil yang berakhir pada pembunuhan, yang sebetulnya bisa diatasi dengan syukur,” jelas Ustadz. Wijayanto.

Ustadz. Wijayanto menegaskan, bentuk keberkahan yang bisa kita raih dengan sabar dan syukur dapat berupa banyak hal. Berkah sendiri sifatnya adalah ghoib sehingga tidak bisa dilihat, namun bisa dirasakan, serta memberikan kedamaian. “Contohnya selama pandemi ini kita lebih banyak waktu untuk beribadah dan hidup yang dijalani menjadi lebih berdinamika seimbang antara dunia akhirat sehingga merasa damai lahir batin. Berkah juga tidak bisa diukur namun disebut sebagai ziyadatul khoir yaitu apapun yang menjadi baik. Contohnya adalah saat pandemi kita lebih banyak waktu bersama keluarga, itu disebut sebagai bentuk berkah,” sebutnya.

Di akhir tausiyahnya, Ustadz Wijayanto menyampaikan wabah adalah bentuk peringatan, bukan azab. Biasanya dikarenakan oleh lima hal yaitu kepemimpinan yang dzolim, tidak ditunaikannya zakat, kemaksiatan yang merajalela, syariat yang diabaikan, dan tidak adanya amar ma’ruf nahi munkar. (UAH/RS)