,

Merindukan Sosok Pahlawan

Ratusan ribu nyawa melayang kala itu, demi mempertahankan satu harga yang tak bernilai, harga diri bangsa. Pertempuran pertama setelah kemerdekaan, di Surabaya, yang juga merupakan pertempuran paling dahsyat yang pernah terjadi sepanjang sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.

Berbagai aksi digalakkan tentara sekutu di kala itu, puncaknya pada 10 November 1945, menjangkau hingga pelosok kota Surabaya. Kendati demikian, masyarakat Surabaya tetap melakukan perlawanan, yang kemudian mengakibatkan tewasnya ribuan rakyat Indonesia yang berjuang. Karenanya, peristiwa ini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Atas dasar epitaf kerinduan terhadap sosok pahlawan itulah, Himpunan Mahasiswa Psikologi (HIMAPSI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan seminar Psycholand 2019 bertajuk “Pahlawan di Era Industri 4.0” pada Jum’at (1/11), di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII.

Tiga pemateri yakni Dr. Phil. Dra. Emi Zulaifah., M.Sc., Firdhaussi, serta Dr. Gamal Albinsaid, dihadirkan untuk memberikan pemahaman kepada para mahasiswa terkait dengan sosok pahlawan, terutama di era teknologi. Demikian disampaikan oleh ketua panitia Mochammad Rio Aulia.

“Tujuannya, kita ingin memberikan informasi bagaimana pentingnya pahlawan di era 4.0, dan juga melalui kegiatan ini, kami berharap semoga acara ini bisa memberikan pengetahuan, wawasan, kepada peserta seminar dan masyarakat secara luas tentang arti pahlawan itu sendiri,” jelas Rio.

Di hadapan para peserta seminar, Emi Zulaifah melalui materinya Memaknai Kepahlawanan, mengemukakan bahwa pahlawan memiliki makna yang sangat luas. Menurutnya, terdapat dua kata kunci untuk memaknai pahlawan.

Pertama tidak terkait dengan jabatan, serta memiliki makna yang jauh lebih luas dari pada mendapat sebuah penghargaan. Makna lain untuk memahami pahlawan adalah mereka yang selalu memperhatikan orang lain, berpikir yang terbaik, serta membuat perbedaan.

“Makna pahlawan yang juga tidak kalah penting adalah bahwa setiap apa yang dilakukannya, selalu cocok dengan tantangan hidup saat ini, dan salah satu tantangan kita saat ini adalah bagaimana kita tidak bisa lepas dari pengaruh negatif dari gawai,” jelas Emi Zulaifah.

Emi Zulaifah juga mengingatkan bahwa setiap manusia, pasti membawa lima atribusi relasi dalam hidupnya. Yang kelimanya itu harus dijalani dengan baik. Siapa yang bisa membawanya dengan baik, maka ia juga telah menjadi salah satu pahlawan.

Kelima atribusi relasi tersebut yaitu relasi dengan sang pencipta, relasi dengan alam, relasi dengan sesama manusia, relasi dengan diri sendiri serta relasi dengan alam benda. Mengakhiri paparannya, Emi juga mengingatkan terkait dengan tiga aspek kehidupan yaitu tantangan, tazkia, dan sukses.

“Setiap orang yang ingin sukses dalam hidupnya, harus menghadapi tantangan. Adapun cara untuk menghadapi tantangan adalah dengan tazkia. Yaitu dengan mengasah, memperbaiki, menumbuhkan berbagai potensi yang ada di dalam diri,” terang Emi yang juga pernah menjadi jurnalis di harian Republika.

Seorang pahlawan sudah sepatutnya senantiasa mengedepankan tiga prinsip dasar dalam bertindak. Yakni sesuai dengan kebenaran, sabar dalam bertindak, serta kasih sayang.

Siapapun Bisa Jadi Pahlawan

Di sesi kedua, melalui pertanyaan apakah kita bisa menjadi pahlawan di era 4.0? Firdhaussi salah satu pemateri dalam seminar menjawab pertanyaan besar tersebut dengan mengatakan bahwa siapapun bisa jadi pahlawan.

“Semua bisa berbuat baik. semua bisa jadi pahlawan. Jadilah pahlawan di bidang maisng-masing.” Jelas Firdhaussi, sebagai Bussiness proccess improvement di Kitabisa.com. Fhirdhausi menyebutkan bahwa pahlawan adalah mereka yang menghasilkan sesuatu yang berharga, berkualitas, berpengaruh bagi bangsa, negara, dan agama.

Selanjutnya Firdahussi juga mengisahkan beberapa kisah yang baginya merupakan kisah seorang pahalwan. Pertama seorang ayah bernama Tomy yang terus berjuang demi kesembuhan anaknya, yang lahir dalam keadaan organ tubuh yang belum lengkap.

Kisah bagaimana kartun Nussa yang merupakan salah satu kartun besutan anak bangsa, bisa mengangkat cerita dari sisi lain anak berkebutuhan khusus. Juga kisah mbak Devy yang tetap semangat menjalani hidup meskipun harus bersua dengan penyakit kanker getah bening stadium 4 yang dideritanya, dan banyak kisah lainnya.

Untuk menjadi seorang pahlawan, Firdhaussi memberikan beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain selalu resah terhadap keadaan sekitar, melakukan sesuatu yang luar biasa dengan kemampuan luar biasa yang kita miliki.

Sebagai contoh, kisah Pak Setu penjual balon yang memliki cacat pada kaki, sehingga mengharuskannya merangkak saat berjualan. Terakhir bukan hanya tentang siapa akan tetapi tentang apa.

Ditegaskan kembali bahwa untuk menjadi seorang pahlawan kita juga harus selektif terhadap informasi yang kita terima. bagi Firdhaussi, informasi yang kita terima akan cenderung mempengaruhi kehidupan kita. Selain itu, kita juga tidak boleh terjebak dengan sesuatu yang besar.

“Semua orang itu terlahir baik, tapi terkadang karena informasi yang diterima dari luar membuat seseorang itu berubah. Maka selektiflah dalam memilih informasi, serta jangan terlalu terjebak dalam sesuatu yang besar. Mulailah dari hal yang kecil,” ujar Firdhaussi yang saat ini merupakan staf peneliti di UI.

Pahlawan dan Wirausaha Sosial

Pahlawan tidak hanya bagi mereka yang punya kemampuan, kelapangan, dan peluang yang lebar. Jauh dari itu, pahlawan adalah mereka yang berani berjuang di tengah keterpurukan, ditengah kekurangan. Sebut saja nama seperti Jendral Sudirman yang tetap melakukan gerilya meskipun sedang sakit berat, sehingga terpaksa ditandu oleh pasukannya. Ada kisah Buya Hamka yang selesai menulis tafsir Al-Azhar saat ia dipenjara oleh rezim, termasuk kisah sederet tokoh kenamaan lainnya.

“Sebagaimana kita ketahui bahwa mereka adalah pahlawan, mereka adalah orang-orang tangguh, yang berani berjuang di tengah keterpurukan,” ujar Gamal.

Terkait dengan pahlawan, hal yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana membentuk sebuah tim dalam mencapai suatu pencapaian. Dijelaskan oleh Gamal Albinsaid bahwa untuk membentuk suatu tim yang kokoh, kita harus menyiapkan empat hal. Pertama yaitu mempekerjakan seseorang untuk suatu misi, bukan untuk kepentingan pribadi, keamanan psikologis, menciptakan keragaman di dalam tim, serta saling menghargai dalam bekerja tim.

Seorang pahlawan bagi Gamal juga tidak lepas dari yang namanya wirausaha sosial. Wirausaha sosial adalah pahlawan. lantas apa bedanya wirausaha sosial dengan wirausaha konvensional?

Wirausaha sosial adalah mereka yang berusaha melakukan sesuatu untuk memecahkan masalah sosial. Sedangkan wirausaha konvensional adalah mereka yang berinovasi, menciptakan sesuatu demi kepentingan seseorang atau golongan.

Wirausaha sosial adalah mereka yang termotivasi oleh keuntungan sosial, inovatif dan kreatif, tidak terlalu mementingkan diri sendiri, sebaliknya lebih mementingkan orang lain. sementara wirausaha konvensional adalah mereka yang lebih mengutamakan keuntungan finansial, mencari keuntungan pribadi, cenderung mementingkan diri sendiri, serta rendahnya kesadaran terhadap lingkungan sosial.

Agar berhasil menjadi pahlawan di dalam masyarakat, seorang wirausaha sosial seharusnya mencintai apa yang dikerjakan, mempekerjakan orang-orang yang otentik, mengakui kelemahan, berbicara dengan setiap orang, serta membuat hubungan otentik dengan pelanggan.

Seorang pahlawan yang tidak lekang dari perhatian Gamal adalah sosok almarhum B.J. Habibie. Bagi Gamal Habibie dikenal karena empat hal. Pertama karena kemampuan intelektualnya yang memiliki daya saing global, ketulusan cintanya kepada NKRI, spiritualitas yang menjadi dasar di setiap tindakannya, dan keempat adalah kemampuannya membangun harmoni keluarga dan jiwa pengabdian.

Di akhir pemaparannya, Gamal mengenang pahlawan yang juga sangat berpengaruh di dalam hidupnya. Pahlawan yang selalu memberinya semangat, pahlawan yang menjadi alasan mengapa ia terus berjuang, pahlawan yang karena doa-doanya ia bisa melewati tantangan dalam hidup. Sosok itu adalah ibu yang telah melahirkannya. Gamal mengisahkan bahwa setiap kali hendak ujian, sang ibu selalu menanyakan kapan jadwalnya ujian.

“Setiap kali mendekati ujian, ibu saya selalu menanyakan jadwal ujian saya. Lantas saya bertanya untuk apa ibu mengetahu jadwal ujian saya. Beliau berkata ‘Gamal saat kau berada di ruang kelas, menghadapai ujian, maka saat itu ibu berada di atas sajadah,” kisah Gamal. (D/RS)