Penghalang dan Syarat Sah Nikah

Korps Dakwah Universitas Islam Indonesia (Kodisia UII) didukung Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam UII menggelar kajian pra nikah menghadirkan Ustadz Rosyid Abu Rosyidah, M.Ag., selaku alumni STDI Imam Syafi’i Jember dan Dewan Konsultasi bimbinganislam.com (BIAS) pada Sabtu (15/8). Kajian dengan topik pernikahan ini akan diadakan dalam empat kali pertemuan hingga Minggu depan.

Ustadz Rosyid menyatakan hukum nikah adalah sunah yang sangat dianjurkan Rasulullah. Bagi yang hendak menikah, perlu diperhatikan beberapa hal di antaranya rukun nikah dan syarat sah nikah. Jika salah satu di antaranya tidak terpenuhi maka dapat tidak sah pernikahan di mata Islam. Rukun nikah terdiri atas laki-laki dan perempuan yang hendak menikah, wali perempuan, saksi nikah, ijab dan qabul. Sedangkan syarat sah nikah di antaranya Islam, bukan mahram, wali akad nikah, sedang tidak ihram atau berhaji, dan bukanlah paksaan.

Ustadz Rosyid memberikan penjabaran lebih luas mengenai beberapa syarat sah nikah. Pertama, keridhoan. Menurutnya maksud keridhoan adalah kedua mempelai saling nyaman, tidak terpaksa, dan saling menerima atau dalam bahasa syariahnya adalah sakinah. “Ridho bukan hanya cinta. Jika sudah sakinah maka Allah akan menumbuhkan rasa cinta di keduanya,” ucap Ustadz Rosyid.

Terdapat pengecualian seseorang dapat dipaksa untuk menikah. Ustadz Rosyid menyebut anak perempuan yang belum baligh diperbolehkan ayahnya untuk memaksanya. Perkecualian berikutnya budak yang dipaksa oleh majikannya untuk menikah bersama pilihannya, maka diperbolehkan.

Kedua, Wali nikah. Kata Ustadz Rosyid, wali bertanggungjawab terhadap pernikahan putrinya. Jika ayahnya telah meninggal atau sakit keras, maka wali dapat digantikan oleh lelaki dari jalur ayah. Dalam hal ini dapat saudara laki-lakinya, paman dari ayah, neneknya, dan sebagainya.

Ketiga, kejelasan. Adapun maksud dari kejelasan menurut Ustadz Rosyid adalah kejelasan nama mempelai wanita yang akan disebut namanya oleh wali nikah. Namun, diperbolehkan menyebut mempelai dengan inisial. Inisial yang dimaksud hanyalah dimiliki oleh sang mempelai wanita. Misal saya nikahkan engkau dengan seorang wanita bernama D yang berkulit hitam pendek gemuk dari Gunung Kidul.

Keempat, bebas dari penghalang-penghalang. Ustadz Rosyid menegaskan agar sebelum pernikahan dilakukan maka perlu ditelusuri lebih jauh mengenai pasangan yang akan dinikahi. Misalnya sewaktu kecil dibesarkan dan disusui siapa. Sebab jangan sampai masih dalam jalur mahram seperti dalam hal tersebut adalah saudara sepersusuan. “Cek bibit bebet bobotnya, jangan sampai mahram atau sedang haji,” sebut Ustadz Rosyid.
Lima, saksi nikah. Selain wali, terdapat pula dua saksi di sampingnya. Ustadz Rosyid menyatakan biasanya terdapat dua saksi, di antaranya satu dari pihak mempelai wanita dan satunya dari mempelai pria.

Lebih lanjut, Ustadz Rosyid menjabarkan lebih dalam mengenai perempuan yang haram dinikahi sebab antara keduanya terdapat penghalang perkawinan yang dalam fiqh munakahat disebut dengan mawani’ an-nikah. “Ibnu Rusyd membagi penghalang perkawinan menurut hukum Islam menjadi dua bagian, yaitu mawani’ muabbadah dan mawani’ gaeru muabbadah,” sebut Ustadz Rosyid.

Mawani’ muabbadah adalah penghalang yang bersifat selamanya, yang artinya sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan perempuan tidak boleh melakukan perkawinan. Sedangkan mawani’ gaeru muabbadah adalah penghalang yang bersifat sementara. Yang mana larangan kawin antara laki-laki dan perempuan itu berlaku dalam keadaan dan waktu tertentu, serta suatu saat apabila keadaan dan waktu tertentu itu sudah berubah maka tidak lagi dilarang.

Menurut jumlah, kata Ustadz Rosyid penghalang wanita dilarang dinikahi selamanya dibedakan menjadi 14 yang tercantum di QS. an-Nisa ayat 23, di antaranya tujuh karena nasab, dan tujuh lainnya karena sebab. Tujuh sebab nasab di antaranya ibu, nenek, anak kandung, cucu, saudara perempuannya, keponakan, dan bibi dari ayah atau ibu. Sedangkan tujuh lainnya karena sebab terdiri atas wanita yang menuduh suami berzina tapi suami mengatakan ‘Demi Allah’ sebanyak empat kali, dan kelimanya ‘Demi Allah jika aku berzina maka Allah akan melaknakku’. Selanjutnya sebab perselisihan, ibu sambungnya atau ibu tiri, menantu, mertua, besan, dan anak mantan istri tiri.

Mawani’ gaeru muabbadah menurut kajian Ustadz Rosyid dibedakan menjadi dua macam, diharamkan karena penggabungannya dan sebab yang bisa hilang. Haram karena penggabungan dibedakan menjadi menikahi dua perempuan yang masih dalam jalur saudara, dan menikahi wanita lebih dari empat. “Kalau menikahi wanita yang saudara sama saja Anda telah memutus silaturahmi. Sebab istri akan bersaing untuk merebut ketertarikan Anda,” jelas Ustadz Rosyid.

Adapun yang kedua adalah haram yang dapat hilang. Misalnya wanita yang sedang dalam masa iddah, wanita berzina kecuali ia sudah bertaubat, wanita ditalak tiga, wanita diceraikan kecuali setelah wanita tersebut sempat menikah dengan pria lain, wanita sedang berhaji atau ihram, wanita yang bukan muslim kecuali ia sudah masuk Islam, budak yang menikahi majikan perempuan. (SF/RS)