Perspektif Iran dalam Konflik Timur Tengah
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, H.E. Dr. Mohammad Boroujerdi, menegaskan komitmen negaranya untuk menjaga perdamaian di kawasan Timur Tengah serta membantah tuduhan terkait pengembangan senjata nuklir. Pernyataan tersebut disampaikan dalam Ambassadorial Lecture bertema “A Vision for a Just, Peaceful, and Prosperous Middle East: An Iranian Perspective” yang diselenggarakan oleh Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia (UII) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito pada Kamis (26/6).
Dr. Boroujerdi menyampaikan bahwa berdasarkan catatan sejarah selama dua abad terakhir Iran tidak pernah melakukan agresi ataupun invasi ke negara lain. Ia menekankan bahwa Iran hanya melakukan pembelaan diri terhadap negaranya, termasuk saat menghadapi serangan dari rezim Saddam Hussein yang didukung Amerika Serikat (AS) pada tahun 1980-an.
“Berbeda dengan rezim zionis Israel, sejak pendiriannya yang ilegal pada 75 tahun lalu, rezim ini selalu menjadi pencetus utama perang terutama di Kawasan Timur Tengah. Iran selalu mengedepankan perdamaian dan stabilitas. Kami sama seperti bangsa Indonesia yang cinta perdamaian.” ujar Dr. Boroujerdi. Ia juga menyoroti banyaknya korban sipil akibat agresi Israel di Palestina dalam dua tahun terakhir, serta menegaskan bahwa dukungan Iran kepada Palestina didasarkan pada amanat undang-undang Iran untuk membela bangsa yang tertindas.
Terkait dengan tuduhan bahwa Iran memiliki senjata nuklir, Dr. Boroujerdi menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidaklah berdasar. Dari hasil verifikasi International Atomic Energy Agency (IAEA), menyatakan tidak ada pengalihan aktivitas nuklir di Iran. “Hanya IAEA yang berhak melakukan monitoring dan verifikasi aktivitas nuklir suatu negara, bukan AS maupun Israel.” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Iran merupakan anggota Non-Proliferation Treaty (NPT) dan secara sukarela melaksanakan protokol tambahan. Seluruh aktivitas nuklir Iran ditujukan untuk perdamaian dan berada di bawah pengawasan ketat IAEA.
Lebih lanjut, ia mengkritik pendekatan negara-negara barat yang melarang Iran melakukan pengayaan uranium secara mandiri, sementara rezim zionis Israel yang tidak menandatangani NPT justru memiliki ratusan senjata nuklir tanpa pengawasan internasional. “Ini adalah standar ganda yang berbahaya, terutama bagi negara-negara berkembang yang ingin membangun keamanan energi nasional,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Dubes Iran mengajak para mahasiswa untuk tidak mudah percaya pada narasi sepihak, baik dari Iran sendiri maupun dari Israel dan media mainstream lainnya. Ia mendorong mahasiswa melakukan penelitian mandiri dan menyuarakan kebenaran yang ditemukan dari kesimpulan hasil penelitian tersebut. Ia juga menyatakan siap untuk memberikan asistensi kepada mahasiswa yang ingin melakukan penelitian ilmiah atau tugas akhir mengenai isu dan perkembangan Iran.
“Kita harus speak up dan menyebarkan kebenaran berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Dunia Islam saat ini membutuhkan solidaritas dan persatuan.” pesan Dubes Iran kepada para mahasiswa yang hadir. (MANF/AHR/RS)