Perubahan tanpa Drama
Pemekaran fakultas yang kita saksikan hari ini bukanlah hasil dari proses singkat. Ia lahir dari diskusi panjang dan refleksi mendalam. Hari ini adalah wujud nyata dari kesadaran kolektif dan kesepakatan bersama.
Sepanjang proses itu, saya menyaksikan banyak dinamika. Tidak selalu mulus, bahkan kadang menegangkan. Namun ketegangan itu tetap dalam batas yang bisa dikelola, dan justru menjadi energi yang mendinamisasi proses. Di sinilah letak keindahan diskusi dalam organisasi yang sehat.
Dalam organisasi, kita terikat pada semacam kontrak sosial. Ketika kontrak itu berubah, maka ia perlu dimusyawarahkan kembali—dibicarakan, ditinjau ulang, dan disepakati bersama. Saya secara pribadi menganut pendekatan ini. Tentu, ada kawan-kawan yang mungkin memilih jalan berbeda. Beragam pilihan itu sah (lihat e.g. Gornitzka & Larsen, 2016).
Rembukan sebagai pilihan
Tapi bagi saya, jalan rembukan adalah pilihan terbaik. Setidaknya, ada tiga alasan yang mendasarinya.
Pertama, saya belajar—meski hanya sedikit—tentang sosiologi organisasi. Saya memahami bahwa dalam melihat organisasi dan perubahan institusional, ada banyak lensa yang bisa digunakan. Demikian pula dalam menghadapi disrupsi, membentuk institusi baru, ataupun merawat yang sudah ada. Setiap pendekatan punya kekuatan dan konsekuensinya masing-masing. Dan saya meyakini, perubahan yang lahir dari kesepahaman bersama akan lebih kokoh dan tahan lama.
Kedua, saya percaya bahwa salah satu nilai luhur dalam dunia akademik—yaitu kolegialitas—perlu terus dijaga. Sayangnya, kita mulai menyaksikan nilai ini perlahan memudar. Banyak kajian mutakhir mengamati hal ini secara kritis. Masuknya semangat neoliberalisme ke dalam dunia pendidikan, termasuk melalui bentuk-bentuk korporatisasi dan penerapan prinsip-prinsip new public management, telah mendorong kampus untuk mengedepankan indikator-indikator materialistik dalam menilai kesuksesan. Akibatnya, nilai-nilai seperti kolaborasi, kebersamaan, dan kesetaraan dalam pengambilan keputusan semakin terpinggirkan.
Saya tidak ingin hal seperti itu terjadi di UII. Walau saya menyadari sepenuhnya bahwa tidak semua orang akan sependapat. Justru karena itu, atas nama kolegialitas, kita harus terus memastikan bahwa kampus ini menjadi ruang yang menjamin kebebasan berpikir dan menyampaikan pendapat, tanpa rasa takut.
Pilar institusi
Ketiga, kita perlu melihat institusi bukan hanya dari sisi regulasi. Sebuah institusi yang sehat berdiri di atas tiga pilar utama: regulasi, norma, dan budaya (Scott, 2013). Ketiganya bekerja dengan cara yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Pilar regulasi mengandalkan pendekatan koersif, aturan-aturan formal yang menuntut kepatuhan. Pilar norma hidup dari semangat belajar dan pemahaman kolektif atas peran masing-masing. Sedangkan pilar budaya bertumpu pada konsensus dan rasa saling percaya—yang menjadi fondasi kohesivitas warga institusi.
Tanpa ketiga pilar ini berjalan seimbang, institusi akan rapuh. Fokus hanya pada aturan akan melahirkan ketegangan terus-menerus. Mengabaikan norma akan menciptakan kebingungan. Dan jika budaya diabaikan, kita akan kehilangan arah bersama sebagai komunitas akademik.
Hari ini, kita membuka lembaran baru dengan pelantikan Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Psikologi serta Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya. Ini bukan hanya soal struktural, tetapi juga soal nilai, arah, dan masa depan.
Mari terus kita rawat semangat kolegialitas. Kita jaga keberagaman pandangan, kita perkuat pilar-pilar institusi, dan kita pilih jalan rembukan sebagai cara kita bertumbuh bersama.
Selamat bekerja kepada para dekan dan wakil dekan yang baru dilantik. Tugas ini berat, tetapi mulia. UII akan terus melangkah ke depan, sejauh kita tetap berjalan bersama.
Referensi
Gornitzka, Å., & Larsen, I. M. (2016). The paradoxical drama of university change: Four cases of moving the unmovable. Dalam N. Cloete (Ed.). Pathways Through Higher Education Research: A Festschrift in Honour of Peter Maassen. Department of Education, University of Oslo (18-24).
Scott, W. R. (2013). Institutions and organizations: Ideas, interests, and identities. Sage publications.
Sambutan pada pelantikan Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, 2 Juni 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026