,

Prof. Mahfud MD: Gerakan Keagamaan Kerap Menimbulkan Gerakan Kebangsaan

Sebagai universitas yang didirikan oleh tokoh-tokoh Islam pendiri bangsa, Universitas Islam Indonesia (UII) terus berupaya mencetak generasi bangsa yang bukan hanya memiliki karakter kebangsaan yang kuat tetapi juga memiliki komitmen terhadap nilai-nilai keislaman. Selain corak kebangsaan yang senantiasa diteguhkan, corak keislaman juga merupakan hal yang senantiasa melekat dari UII. Hal tersebut terpancar dalam perhatian penuh UII terhadap dakwah Islamiyah yang juga sebagai bagian dari catur dharma.

Menginjak 75 tahun usia UII berdiri, semangat keislaman dan visi menciptakan generasi Ulil Albab juga senantiasa ditegaskan oleh UII. Hal ini sebagaimana tercermin dalam acara Pembukaan Milad ke-75 UII yang berlangsung di Masjid Ulil Albab, Kampus Terpadu UII pada Ahad (15/4), bertepatan dengan 28 Rajab 1439H. Mengangkat tema “Aktualisasi Dakwah Islamiyah Membangun Peradaban Era Milenial”, acara pembukaan milad dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan “Shalat Shubuh Berjamaah” yang diikuti oleh seluruh sivitas akademika UII ditandai dengan pemukulan bedug oleh Rektor UII.

Dalam sambutannya, Nandang Sutrisno, SH., LLM., MHum., PhD selaku Rektor UII mencurahkan rasa syukur atas 75 tahun kiprah UII sebagai institusi perguruan tinggi tertua di Indonesia. Ia berharap UII dapat terus menebarkan rahmat lil ‘alamin bagi seluruh umat. ”Kita ingin, akar UII lebih kuat lagi menghujam ke bumi, batangnya lebih menjulang tinggi lagi, dan buahnya lebih lebat lagi. Sehingga visi UII yakni rahmatan lil ‘alamin semakin dirasakan oleh seluruh umat,” ujarnya.

Selain itu Nandang Sutrisno juga mengatakan bahwa tema Dakwah Islamiyah yang diambil dalam milad UII agar UII senantiasa memancarkan akar keislamannya, baik dalam lingkup nasional maupun intenasional. “Kita ingin dakwah kita mengglobal dan menginternasional. Kita ingin di semua sektor, UII melakukan internasionalisasi. Harapan kita, di bidang dakwah juga supaya dapat dirasakan oleh seluruh umat Islam,” ungkapnya.

Nandang Sutrisno dalam kesempatannya juga menghaturkan apresiasinya terhadap gerakan shalat shubuh berjamaah serta berharap bahwa kegiatan ini dapat dibudayakan di masa depan. “Di masa mendatang, shalat shubuh berjamaah akan dibudayakan bagi semua sivitas akademika. Ini bukan sekedar makna simbolis. Tetapi makna yang signifikan untuk kebangkitan UII. Sekaligus kebangkitan umat Islam di Indonesia dan di seluruh dunia,” ujarnya.

Sementara Prof. Moh. Mahfud MD, SH. SU., selaku pembicara juga turut mengapresiasi iniasi untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah ini. Menurutnya, di Indonesia, gerakan kegamaan juga kerap menimbulkan gerakan kebangsaan. Demikian juga yang secara historis menjadi latar belakang berdirinya organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di Indonesia yang kemudian mewarnai pergerakan Indonesia menuju kemerdekaan.

“Gerakan keagamaan di Indonesia bahkan menimbulkan gerakan kebangsaan. Contohnya Muhammadiyah yang berdiri pada 1912. Ahmad Dahlan mengingatkan kita bahwa kita harus bangkit berdiri sebagai bangsa yang mandiri melalui pendidikan. Kemudian NU yang berdiri pada 1926 lebih menegaskan pada kesadaran membangun negara,” ungkapnya.

Dalam kesempatannya Prof. Mahfud juga menghimbau jamaah yang hadir agar senantiasa memperkuat persatuan dan tidak terjebak dalam perdebatan yang memecah belah umat. “Itu sebabnya mari kita bersatu dalam kehidupan bernegara ini. Dalam apa yg disebut inklusivisme, yaitu dalam hal hidup bercampur di kehidupan bernegara,” ungkapnya.

Prof. Mahfud menuturkan, bahwa apa yang digambarkan oleh pendiri UII untuk mendirikan institusi perguruan tinggi Islam nasional juga harus dipahami sebagai wujud persatuan Islam. “Kalau kita sendiri tidak bersatu, bagaimana bisa mendakwahkan Islam,” ungkapnya.

Selanjutnya, Prof. Mahfud juga memandang pentingnya melihat akar sejarah pendirian UII, agar semangat para pendiri UII senantiasa dapat terefleksikan. UII yang didirikan dalam suasana peringatan Isra Mi’raj, juga memiliki nilai filosofis yang tinggi. “Ketika kita telusuri, mengapa UII persis didirikan pada peringatan Isra Mi’raj, alasannya untuk mengambil tafaul, mengambil hikmah dari Isra Miraj, yaitu perintah untuk menegakan Shalat.” ujar Guru Besar Fakultas Hukum UII tersebut.

Diakhir ceramahnya, Prof. Mahfud juga mengatakan adanya perbedaan antara sarjana dan cendekiawan. Sarjana menurutnya, hanyalah secarik kertas bukti profesionalitas. Sementara yang dimaksud cendekiawan adalah pribadi Ulil Albab. “Yang diinginkan oleh UII itu Ulil Albab. Cendekiawan yang senantiasa berdzikir di manapun. Berfikir dan berdzikir itulah yang ingin dibangun UII,” tegasnya. (MIH/RS)