Adaptasi Ergonomi dan K3 di Era Kerja Digital
Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar National Monthly Webinar edisi ketiga dengan mengangkat tema Adaptation of Ergonomics and Occupational Health and Safety (K3) in Modern Digital-Based Work Systems pada Jumat (13/6). Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui kanal Zoom Meeting ini diikuti oleh puluhan mahasiswa, dosen, dan akademisi dari berbagai kampus di Indonesia. Webinar ini menghadirkan Atyanti Dyah Prabaswari, S.T., M.Sc. sebagai narasumber utama yang membahas pentingnya peran ergonomi dan keselamatan kerja (K3) dalam menghadapi transformasi digital yang kini membentuk pola kerja masa depan.
Dalam pemaparannya, Atyanti mengangkat urgensi teknologi dalam pekerjaan-pekerjaan berisiko tinggi, seperti pemadam kebakaran, bongkar muat pelabuhan, serta sektor transportasi dan industri berat. Ia menyoroti data dari WHO yang mencatat 1,19 juta kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2023, yang menunjukkan bahwa keselamatan kerja harus menjadi perhatian utama dalam desain sistem kerja modern. “Kita hidup di tengah kemajuan teknologi, tetapi nyawa manusia tetap harus menjadi prioritas utama. Teknologi harus menjadi alat bantu untuk mengurangi risiko, bukan hanya alat produksi,” jelasnya.
Atyanti juga menguraikan konsep Society 5.0 sebagai solusi masa depan yang seimbang antara teknologi dan kemanusiaan. Menurutnya, meskipun Industry 4.0 menekankan pada otomatisasi dan integrasi sistem cerdas, Society 5.0 justru menempatkan manusia sebagai pusat inovasi. “Kita tidak sedang berlomba menggantikan manusia dengan mesin. Justru, teknologi harus digunakan untuk meningkatkan kualitas kerja dan kehidupan manusia. Bukan hanya soal efisiensi, tetapi tentang martabat manusia yang harus tetap dijaga di tengah digitalisasi,” ungkapnya dengan tegas.
Menyinggung kecemasan banyak pihak terhadap hilangnya lapangan pekerjaan akibat kecerdasan buatan (AI), Atyanti menegaskan bahwa ketakutan itu justru bisa menjadi penghambat utama kemajuan. Ia menyampaikan bahwa pekerjaan tidak akan hilang, melainkan akan mengalami transformasi bentuk dan tuntutan. “AI bukanlah ancaman yang akan mengambil semua pekerjaan kita. Yang sebenarnya berbahaya adalah jika kita menutup diri dan gagal beradaptasi. Dunia kerja sedang berubah, dan kita harus siap berubah bersamanya,” katanya.
Ia kemudian menjelaskan bahwa AI kini menjadi katalisator global yang membuka jalan bagi 30 hingga 40 juta peluang kerja baru, khususnya dalam sektor yang menuntut keterampilan berpikir kritis, kompleks, dan berbasis pengetahuan. Oleh karena itu, menurut Atyanti, sistem pelatihan dan pendidikan kerja pun harus berubah. “Kita tidak bisa lagi hanya melatih tenaga kerja untuk menjalankan tugas teknis. Pelatihan harus diarahkan pada pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan, serta kemampuan berpikir strategis. Ini adalah investasi untuk keberlanjutan karier generasi mendatang,” ujarnya.
Dalam konteks ergonomi, Atyanti menegaskan bahwa desain sistem kerja digital tidak boleh mengabaikan faktor manusia. Ia menekankan bahwa ergonomi hari ini tidak lagi hanya berbicara soal posisi duduk atau pencahayaan ruangan, tetapi bagaimana seluruh sistem kerja — termasuk interaksi dengan AI dan mesin otomatis — dirancang agar manusia tetap sehat, fokus, dan berdaya. “Ergonomi modern adalah tentang menjamin bahwa manusia tidak kehilangan perannya dalam sistem digital. Kita perlu memastikan bahwa teknologi bekerja untuk manusia, bukan sebaliknya,” pungkasnya.
Webinar ini menjadi bagian dari komitmen UII untuk terus berkontribusi dalam penyebaran pengetahuan yang relevan dengan perkembangan zaman. Melalui forum akademik semacam ini, diharapkan mahasiswa dan sivitas akademika mampu membekali diri dengan perspektif baru dalam menyongsong dunia kerja yang tidak hanya serba digital, tetapi juga menuntut kepekaan sosial, adaptasi kognitif, dan kepedulian terhadap keselamatan manusia. (IMK/AHR/RS)