,

Cerita Puasa Ramadan dari Korea Selatan

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Menjalani puasa bulan Ramadan di luar negeri menyimpan cerita tersendiri bagi setiap muslim. Salah satunya dijalani Nabila Triana, seorang mahasiswi Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia (UII), yang pada tahun ini berkesempatan menjalani puasa di Korea Selatan. Mahasiswi yang merupakan peserta Program Indonesian International Students Mobility Awards (IISMA) ke Korean University ini menceritakan bahwa ada banyak hal cerita baru yang ia alami ketika menjalani puasa di negeri ginseng.

Salah satu tantangan yang harus dihadapi Nabila terkait dengan jadwal sholat, imsak dan berbuka yang harus beracuan pada aplikasi seperti muslim pro karena tidak adanya masjid yang mengumandangkan adzan seperti di Indonesia. Ia juga harus memberikan penjelasan kepada teman sekamarnya yang merupakan mahasiswi asli Korea Selatan terkait dengan jadwal alarm sahur yang akan berbunyi sekitar pukul 03.30 pagi dan akan sedikit mengganggu tidurnya. Selain itu, Nabila juga perlu memberikan penjelasan terkait dengan jadwal sholat tarawih yang cukup lama dan mengganggu mobilitas sang teman sekamar karena menghalanginya untuk ke kamar mandi.

Nabila menegaskan bahwa ia bersyukur karena temannya memahami rutinitas yang harus dijalani selama bulan Ramadan khususnya terkait jadwal sahur. “Kalau aku nggak kebangun, dia bisa bangunin aku juga.” Ujar Nabila. Sang teman sekamar pun menunjukkan simpati yang cukup besar kepada Nabila dengan menunda makan ketika Nabila tengah berasa di kamar. “Aku selalu bilang kalo nggak apa-apa liat teman-temanku makan di depan ku.” Ucapnya.

Pada awalnya, ia dihadapkan pada beberapa pertanyaan yang berangkat dari rasa ingin tahu sang teman terhadap puasa di bulan Ramadan. “Pertama dia courious (penasaran) gimana kamu survive (tahan) cuman makan di tengah malam jam 3 dan seharian penuh,” ucap Nabila. Ia kemudian menjelaskan bahwa semua ini bergantung dengan iman, jadi walaupun tidak bangun dan makan sahur, ia mengaku masih bisa melaksanakan puasa dengan baik karena sudah niat untuk berpuasa selama sebulan di awal Ramadan.

Keinginan tahuan sang teman juga ditunjukkan melalui pertanyaan mengenai istilah yang sering digunakan pada bulan Ramadan seperti sahur, berbuka puasa dan iftar. Awalnya, teman sekamar Nabila cukup kaget ketika mendengar istilah iftar karena sebelumnya hanya mengenal istilah berbuka puasa dari temannya yang berada di Malaysia.

Tantangan lain yang Nabila hadapi ialah kondisi cuaca di Korea Selatan yang sangat tidak menentu. “Kadang panas banget yang bikin sangat haus, dan ketika sangat dingin jadi semakin lapar,” ujar Nabila. Menurutnya, tidak ada tantangan berarti terkait dengan durasi puasa di Korea Selatan, hal ini dikarenakan ia menjalani puasa di tengah musim semi sehingga durasi puasa di Korea Selatan hampir sama dengan Indonesia.

Selain tantangan yang harus dihadapi, Nabila menilai bahwa puasa tahun ini memberikan begitu banyak cerita mengenai kebersamaan dengan mahasiswa muslim lain. Baik sesama mahasiswa IISMA maupun mahasiswa internasional lainnya. Kebersamaan tersebut terlihat ketika mereka saling berbagi kue sebagai takjil ketika berbuka puasa di asrama.

Ia menambahkan bahwa terkadang komunitas mahasiswa Muslim mengadakan buka bersama di Korean University pada saat akhir pekan baik hari Minggu atau Sabtu. Tempat lain yang bisa menjadi lokasi berbuka adalah masjid sentral Itaewon yang juga melaksanakan sholat tarawih berjamaah. Namun, ikut berbuka dan tarawih di masjid ini harus dilakukan dengan berbagai pertimbangan salah satunya memilih hari ketika ia dan teman-temannya tidak memiliki jadwal kuliah sore atau malam. Hal ini dikarenakan perjalanan ke masjid tersebut membutuhkan waktu sekitar satu jam.

Meskipun jaraknya yang cukup jauh, pengalaman sholat Tarawih di masjid sentral Itaewon meninggalkan kesan tersendiri bagi Nabila karena suara imam masjid tersebut sangat mirip dengan sang ayah yang selama ini selalu menjadi imam tarawih di masjid sekitar rumahnya. Persamaan juga terletak pada jumlah rakaat sholat tarawih 8 rakaat dilanjutkan 3 witir dan ayat yang dibaca yakni surat Al Baqoroh serta Ali Imron.

“Tatacara sholatnya sama banget dengan ayah.” Ujar Nabila. Ia menegaskan yang menjadi perbedaan ialah sholat tarawih yang langsung dimulai setelah selesai sholat isya, sedangkan di Indonesia Nabila selalu mendengarkan kultum di antara sholat Isya dan Tarawih terlebih dahulu.

Sama halnya dengan Indonesia, awal puasa bagi mahasiswa Internasional di Korea Selatan juga memiliki perbedaan. Sebagian besar mahasiswa internasional mulai berpuasa di tanggal 2 April. Sedangkan, komunitas muslim Korea Selatan, Korean Moslem Federation melalui KoreanMoslem.org, menetapkan bahwa awal puasa pada tanggal 3 April seperti pemerintah Indonesia. Ia menceritakan bahwa mayoritas mahasiswa program IISMA mulai puasa pada tanggal 3 sebagaimana pengumuman dari Korean Moslem Federation, namun Nabila mulai puasa di tanggal 2 bersama dengan mahasiswa Muslim lainnya.