Diskusi Kelanjutan Palestina Pasca #SaveSheikhJarrah

Konflik Palestina dan Israel tak kunjung usai hingga saat ini. Konflik terus berlanjut dan bahkan semakin memuncak dengan adanya sengketa di wilayah Sheikh Jarrah. Warga Palestina terancam dari tempat tinggalnya. Tak hanya itu, konflik terus berlanjut hingga menimbulkan gencatan senjata antara Palestina dan Israel pada bulan Mei 2021. Konflik Palestina dan Israel seolah menjadi isu permanen dan menarik perhatian dunia internasional, tak terkecuali Indonesia yang juga turut menyuarakan dukungannya bagi warga Palestina.

Menanggapi hal ini, Student Association of Internasional Law (SAIL) FH UII berkolaborasi dengan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) UII menyelenggarakan webinar virtual dengan tema “Palestina Pasca #SaveSheikhJarrah Bagaimana Selanjutnya?” pada Jum’at (11/6) melalui zoom meeting. Webinar menghadirkan narasumber Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. dan Dosen Magister Hubungan Internasional, FISIP Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr. Ahmad Sahid, S.IP., M.A.

Hikmahanto dalam materinya mengatakan dalam konflik Palestina dan Israel, ada banyak faktor yang dapat diamati, salah satunya adalah peran hukum internasional dalam menyelesaikan konflik ini. Menurutnya peran hukum internasional masih belum bisa maksimal dalam menyelesaikan konflik Palestina Israel, “Hal ini dikarenakan hukum internasional hanya dijadikan sebagai alat legitimasi oleh berbagai pihak, bukan dijadikan panduan untuk berperilaku,” ujar Hikmahanto.

Sehingga lanjut Hikmahanto, penggunaan hukum internasional dalam masalah Palestina dan Israel ini bukanlah menjadi solusi yang terbaik karena akan menimbulkan banyak keuntungan bagi pihak Israel. Selanjutnya berkaitan dengan serangan gencatan senjata antara Palestina dan Isarel yang terjadi baru-baru ini, dia mengatakan, setidaknya ada tiga hal pokok yang menjadi pemicu konflik antara Palestina dan Israel. Pertama, Israel mengambil wilayah Palestina. Kedua, Israel mengirim warganya untuk menempati tempat-tempat di wilayah palestina. Ketiga, Ada perselisihan antara Israel dan Palestina dalam hal perebutan tanah di Palestina.

Untuk mencari solusi dalam menyelesaikan konflik ini, menurut Hikmahanto dapat dilakukan dengan mengetahui makna kemerdekaan bagi para pemimpin Palestina yakni Hamas dan Fatah. Pertama, makna merdeka menurut Hamas adalah ‘rakyat Palestina sudah menguasi tanah Palestina sebelum Inggris keluar dari tanah Palestina’. Ini menunjukkan bahwa Hamas berkehendak Palestina bebas secara keseluruhan dari pengaruh dan penjajahan Israel di tanah Palestina. Kedua, makna merdeka menurut Fatah adalah ‘wilayah yang ditempati oleh rakyat Palestina ini dibebaskan dari pendudukan Isarel’. Ini yang kemudian disebut dengan two state solution. Hikmahanto mengatakan, Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina condong kepada gagasan two state solution ini.

“Namun meski demikian, two state solution ini hanya bisa dilakukan jika ada kesepakatan antara pemimpin Palestina yakni Hamas dan Fatah, Israel, dan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa pendukung Israel yang juga memiliki hak veto di PBB,” tandas Hikmahanto.

Sementara Ahmad Sahide mengatakan, berdasarkan penelitian kajian timur tengah yang dilakukannya, konflik Palestina Israel ini merupakan konflik permanen yang tak pernah usai dari dulu hingga saat ini. Jika melihat kepada sejarah awal mula terjadinya konflik Palestina Israel ini, diawali dari orang-orang Yahudi yang diusir dari Kekaisaran Romawi kemudian menjadi bangsa Israel, bangsa Israel ini merupakan bangsa yang tidak bernegara atau sering disebut dengan people without land. Selanjutnya, keinginan bangsa Israel untuk mendirikan sebuah negara Yahudi inilah yang kemudian menjadi konflik karena wilayah yang diperebutkan merupakan tanah Palestina.

“Strategi bangsa Israel untuk membangun negaranya menggunakan strategi politk yang kuat dalam hal lobi internasional dan funding,” ucap Ahmad.

Menurutnya, strategi yang digunakan Israel ini merupakan strategi yang sangat kuat. Israel telah melakukan lobi internasional jauh sebelum Amerika menjadi negara adikuasa. Pada waktu itu, Israel melakukan lobi internasional kepada Inggris dan Prancis. Inggris kemudian merestui berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina. Selanjutnya, Israel dalam melakukan strategi funding, hingga saat ini menjadi pemasok terbesar dana kampanye presiden-presiden di Amerika yang tergabung dalam American Israel Public Affairs Committee (AIPAC). Inilah yang kemudian menyebabkan Amerika Serikat siapapun presidennya akan selalu mendukung pergerakan bangsa Israel.

“Pengaruh funding ini sangat kuat, bahkan beberapa Presiden yang kontra dengan Israel pun tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelesaikan konflik. Sebagai contoh, Presiden Barack Obama pada bulan Juni 2010 pernah menolak bertemu dengan Perdana Menteri Israel dan pada masa kampanye berikutnya terbukti demokrat mengalami kekalahan,” ujarnya.
Ahmad Sahide juga menyampaikan Indonesia dalam mendukung kemerdekaan rakyat Palestina bisa melakukan dua hal, yakni dukungan materiil berupa donasi dan dukungan moril berupa kegiatan-kegiatan positif yang berkaitan untuk mendukung rakyat Palestina. (EDN/RS)