,

Evaluasi Diplomasi Bisnis Indonesia di Tiga Negara

Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (PSHI UII) bekerja sama dengan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (RI) menyelenggarakan Forum Debriefing Kepala Perwakilan Republik Indonesia Seri II Tahun 2022 dengan tema “Diplomasi Ekonomi pada Pasar Non-Tradisional”, pada Rabu (22/3) melalui platform Zoom Meeting.

Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kementerian Luar Negeri RI, Dr. Teuku Fauzasyah, dalam sambutannya menegaskan bahwa forum ini diharapkan mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat umum terkait penyelenggaran kerjasama bilateral dan multilateral yang dilaksanakan oleh Kementerian Luar Negeri.

Dengan hadirnya para akademisi yang menjadi pembahas dalam forum ini, Teuku Fauzasyah berharap kelak akan memperkaya kebijakan yang akan dilaksanakan oleh BSKLN Kemenlu di masa yang akan datang.

Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D, dalam kesempatannya menyampaikan ucapan terima kasih kepada BSKLN yang telah memberikan kepercayaan kepada HI UII dalam menyelenggarakan acara ini.

“Saya percaya forum ini akan sangat bermanfaat bagi khalayak banyak yang peduli akan pentingnya membangun kerjasama internasional melalui diplomasi,” ujarnya. Prof. Fathul Wahid mengatakan forum De Briefing ini serupa dengan Ar rihlah karya Ibnu batutah, yang akan memberikan wawasan luas kepada peserta forum.

Prespektif dari Tiga Duta Besar

Forum Debriefing Kepala Perwakilan Republik Indonesia Seri II Tahun 2022 menghadirkan tiga Duta Besar RI sebagai pembicara. Ketiga Duta Besar tersebut yakni Duta Besar Rina P. Soemarno, Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kemenko Polhukam/ Duta Besar LBBP RI untuk Republik Rakyat Bangladesh merangkap Nepal Periode 2017-2021, Duta Besar LBBP RI untuk Republik Tunisia Periode 2017-2021, Prof. Ikrar Nusa Bakti, dan I Gusti Ngurah Ardhiyasa, Duta Besar LBBP RI untuk Sri Lanka merangkap Republik Maladewa Periode 2017-2021.

Duta Besar Rina P. Soemarno dalam maetrinya menyampaikan tentang diplomasi bisnis Indonesia di Bangladesh pada saat ia menjabat duta besar di negara tersebut. Dalam presentasinya, ia mengatakan bahwa pada rentang waktu 2017-2021, banyak peningkatan kerjasama bilateral antar kedua negara, salah satu indikasinya adalah keberhasilan KBRI dalam menyelenggarakan Business forum di Indonesian fair 2018 dengan mengundang 93 perusahaan Indonesia dari berbagai sektor bisnis dan potensi kerjasama bisnis saat itu yang mencapai 297 juta USD.

“Di tahun berikutnya, ada 75 pengusaha yang menghadirkan bisnis forum tersebut dan melakukan transaksi secara langsung dan terus ditindaklanjuti hingga saat ini,” sebut Rina P. Soemarno.

Rina P. Soemarno menyatakan bahwa sudah ada banyak perusahaan swasta dan BUMN Indonesia yang masuk ke Bangladesh seperti dari Pertamina. Di masa yang akan datang, Medan diharapkan mampu menjadi salah satu pusat kerjasama Indonesia – Bangladesh mengingat letak geografisnya yang cukup dekat dari negara tersebut dibandingkan kota besar Indonesia yang lain.

Duta Besar Rina P. Soemarno juga menyampaikan bahwa terdapat berbagai tantangan dalam kerjasama dengan Bangladesh karena seperti persaingan dengan India yang merupakan tetangga Bangladesh, sistem perbankan yang masih cukup sulit, kurangnya transparansi dan sulitnya kepastian hukum khususnya penghormatan terhadap hak cipta.

“Selain itu, jalur kedatangan langsung Indonesia – Bangladesh yang seharusnya mulai dirintis sejak tahun 2020 menjadi penghalang lain dalam proses ekspor dan import dari kedua negara,” tandasnya.

Pembicara berikutnya, Prof. Ikrar Nusa Bakti, menjelaskan bahwa Indonesia cukup sering mengimpor komoditas dari Tunisia salah satunya kurma Tunisia. Sedangkan ekspor Indonesia mencakup mesin, sepatu dan organic chemical product (produk kimia organic), dan alat musik termasuk furnitur.

Ia menambahkan bahwa PR yang saat ini dimiliki oleh KBRI Tunisia terkait dengan penyelesaian Preferential Trade Agreement (PTA) yang diluncurkan pada 2017 lalu. Awalnya PTA tersebut diharapkan selesai pada tahun 2020, namun urung terlaksana karena terkendala pandemi Covid-19 PTA.

Prof. Ikrar Nusa Bakti menjelaskan bahwa upaya diplomasi bisnis dilakukan oleh KBRI dengan mendatangi kamar dagang regional Tunisia. Hal ini cukup berbeda karena Tunisia tidak memiliki kamar dagang pusat seperti halnya Indonesia dan negara lain. Pada tahun 2018, pihaknya juga berhasil menyelenggarakan acara diplomatic Bazar dan berhasil mendatangkan eksporter dari Indonesia dengan jumlah yang cukup besar.

Lebih lanjut dikemukakan Prof. Ikrar Nusa Bakti, KBRI juga menyelenggarakan business to business meeting antara importir dan eksportir kedua negara dan mampu menjdorong lonjakan ekspor Indonesia ke Tunisia yang mencapai lebih dari 100 juta USD tahun 2021.

Ia menambahkan, Indofood akan segera membuka pabrik di Tunisia yang akan semakin meningkatkan perdagangan Indonesia – Tunisia dan produk Indofood nantinya akan diekspor ke Libya dan Aljazair.

Terkait dengan tantangan, Prof. Ikrar Nusa Bakti menyampaikan bahwa finalisasi PTA merupakan salah satu tantangan utama kerjasama bisnis kedua negara. Selain itu, ia juga cukup menyayangkan oknum pebisnis Indonesia yang sering melakukan penipuan terhadap pebisnis Tunisia.

Sementara I Gusti Ngurah Ardhiyasa selaku pembicar ketiga, menyampaikan bahwa terjadi surplus besar-besaran dalam neraca perdagangan Indonesia dan Sri Lanka. Namun, Indonesia merupakan negara tujuan ekspor Sri Lanka ke 46, nilai 53jutaan USD yang cukup jauh dibandingkan negara-negara lain. Produk Indonesia yang memilii potensi besar di pasar Sri Lanka meliputi produk furnitur, semen, spare part motor, makanan dan lain-lain.

Kerja sama kedua negara menurut I Gusti Ngurah Ardhiyasa, harus menghadapi berbagai tantangan seperti regulasi tarif dan non tariff, inkonsistensi kebijakan khususnya aktivitas ekspor dalam pergantian kebijakan ekspor pupuk yang cukup intens terjadi hingga ketersediaan agen yang kredibel dalam proses ekspor impor kedua negara.

I Gusti Ngurah Ardhiyasa menambahkan bahwa Indonesia telah menginisiasi PTA dengan Sri Lanka namun masih belum terealisasi dengan baik dan masih harus terus melakukan evaluasi.

Tanggapan dari Pembahas

Forum Debriefing Kepala Perwakilan Republik Indonesia Seri II Tahun 2022 juga menghadirkan dua orang pembahas yakni Masitoh Nur Rohma, S.Hub.Int., M.A., Kepala Laboratorium Diplomasi Program Studi Hubungan Internasional UII dan Hasbi Aswar, S.IP., M.A., Ph.D. yang merupakan Dosen Program Studi Hubungan Internasional UII.

Dalam pembahasannya, Hasbi menyatakan bahwa faktor utama kerjasama adalah pemimpin suatu negara dalam hal ini Presiden Jokowi yang mengedepankan kerjasama ekonomi di era pemerintahannya. Selain itu, respon dari negara mitra juga sangat menentukan bagaimana kedua negara bisa saling bekerjasama contohnya respon dan kebijakan yang berbeda dari Bangladesh dan Sri Lanka. Ia menyampaikan bahwa Diplomasi ekonomi pada pasar Non-tradisional merupakan salah satu pilihan bagi negara saat ini khususnya menghadapi kondisi geopolitik yang cukup panas di beberapa kawasan. Ia juga menyoroti peran penting diaspora dan aspek pariwisata dalam kerjasama luar negeri.

Sementara Masitoh lebih menyoroti kehadiran PTA yang tidak hanya menjadi peluang kerjasama bisnis namun juga menjadi ancaman khususnya ketika kedua negara memiliki komoditas unggul yang hampir sama sehingga perlu adanya kajian mendalam terkait hal ini. Ia menambahkan bahwa diplomasi publik cukup penting dalam mendukung diplomasi politik dan ekonomi Indonesia.

Mengakhiri acara forum debriefing, Muhammad Takdir, Kepala Pusat Strategi Kebijakan Kawasan Aspasaf, Kementerian Luar Negeri RI, menyampaikan bahwa selain menjadi evaluasi dari sisi akademis, kegiatan debriefing juga menjadi cara untuk memperkuat Tridharma perguruan tinggi.

Muhammad Takdir dalam sambutan penutup juga memberikan apresiasi kepada PSHI UII yang telah menyelenggarakan acara dengan baik, khususnya pemilihan musik yang cukup menarik setiap kali transisi pembicara. (AP/RS)