Menyelesaikan program doktor bukanlah hal yang mudah. Tidak semua mahasiswa yang mengambil program ini bisa menyelesaikannya. Doktor adalah kaum terpelajar negeri ini yang sebagian besarnya berafiliasi di perguruan tinggi. Mereka memiliki tanggung jawab besar sebagai bagian dari besarnya gelar yang disandang. Hal inilah yang disampaikan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Fathul Wahid, Ph.D kepada 12 doktor baru yang telah menyelesaikan studinya. Mereka menamatkan studinya di berbagai kampus terkemuka di negara Belanda, Jerman, Inggris, Malaysia, dan Indonesia. Penyambutan Doktor Baru UII Tahun 2020 digelar pada hari Selasa (22/12) dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube UII.

Fathul Wahid menyebutkan terdapat dua konsep tanggung jawab besar di bidang intelektual sesuai yang tertulis di dalam Al-Qur’an yaitu konsep ulul albab dan konsep arrosikhuna fil ilmi. Konsep ulul albab yaitu bagi orang yang akalnya berlapis-lapis (pemikiran yang tajam) dan memiliki  dua misi yaitu berdzikir dan berfikir.

“Berdzikir dapat diartikan dengan luas tidak hanya transendental kepada Allah tetapi juga horizontal sosial, peduli dengan kondisi bangsa dan negara juga bagian dari dzikir sosial. Karena dzikir artinya ingat dan ingat itu syarat untuk peduli, orang yang tidak ingat tidak mungkin peduli. Peduli pada nasib bangsa dan negara ini, mendorong jika lurus, meluruskan jika belok, ini juga tanggung jawab dzikir sosial,” terangnya.

Fathul Wahid menerangkan misi dari berpikir yang meliputi dua hal yaitu memikirkan fenomena alam dan fenomena sosial. Inilah kajian riset yang Rektor UII harap dilakukan secara istiqomah oleh para doktor. Melakukan riset sama halnya mengungkap pesan terselubung Allah, yang terselip di banyak fenomena alam dan sosial dan ilmu yang dihasilkan bisa dikatakan sebagai hidayah, dan hidayah hanya diberikan kepada yang bersungguh-sungguh.

Fathul Wahid mengungkapkan bertambahnya jumlah doktor di UII perlu disyukuri, karena data di Australia menunjukan sekitar 20 persen mahasiswa program doktoral tidak menyelesaikan studinya. Terlebih di masa pandemi semakin memburuk dan persentasenya bertambah lagi 25 persen yang dikarenakan masalah keuangan yang akut, sehingga saat ini jumlahnya menjadi 45 persen mahasiswa di Australia yang terancam tidak bisa menyelesaikan studinya.

“Data tadi pagi di pangkalan data perguruan tinggi menunjukkan bahwa dari 296.000 dosen yang terdaftar, hanya 42.825 yang bergelar doktor, artinya hanya 14,5 persen. Data di UII ada 212 yang bergelar doktor, ini sekitar 27 persen dari total dosen yang 700 lebih. Angka ini menarik karena hampir dua kali lipat rata-rata nasional, sehingga kita memang harus bersyukur sebagai warga UII dan ini tanpa kerja kolektif ibu bapak tidak mungkin dapat tercapai,” jelasnya.

Lebih lanjut, konsep yang kedua iaitu al-rasikhuna fi al-ilmi, yaitu orang-orang yang mendalam ilmunya. Doktor adalah orang yang mendalam ilmunya. Kedalaman ilmu seharusnya membimbing kepada Sang Pemilik Ilmu. Fathul Wahid mengutip Tafsir Ibnu Katsir tentang karakteristik orang yang mendalam ilmunya yaitu tawadhu’ kepada Allah, menghinakan diri di hadapan Allah untuk mendapat ridho-Nya, tidak berbesar diri terhadap orang yang berada di atasnya dan tidak merendahkan orang yang berada di bawahnya.

Ketua Bidang Pengembangan Pendidikan Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII, Dr. Siti Anisah, S.H., M.H. berharap kepada seluruh doktor baru untuk terus menerus hadir mendampingi mahasiswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. “Mohon untuk tetap mengajar, membimbing, menguji di program studi masing-masing, meski nantinya bapak dan ibu akan ada tambahan kesibukan lainnya baik dari program studi yang lebih tinggi maupun kesibukan dari luar,” ucapnya.

Pentingnya Dukungan Internal Kampus

Mewakili doktor baru UII, Dr. rer. Soc. Masduki, S.Ag., M.Si. menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang mendukung seluruh proses pendidikan doktor. Rasa syukur yang mendalam juga ia ucapkan karena dengan bersyukur maka kenikmatan yang diperoleh juga akan bertambah. “Kita bersyukur, alhamdulillah perjalanan panjang itu sudah sampai pada satu titik dan kita berterimakasih jadi ini moment thanksgiving sekali lagi untuk pimpinan universitas dan badan wakaf,” ucapnya.

Masduki menyebutkan bantuan dan support dari universitas bisa dibagi tiga. Pertama, bantuan moral (ethic) lingkungan yang mendukung bahwa seorang akademis bisa mencapai level tertinggi di UII sangat baik. Kedua, dukungan yang bersifat regulasi seperti pemberian izin bagi dosen untuk tinggal dan stay di luar negeri. Ketiga adalah dukungan yang bersifat pendanaan baik bagi penerima beasiswa dari luar UII ataupun dari dalam UII. (HA/RS/ESP)

Saya ingin menyampaikan tiga poin. Pertama, menjadi doktor adalah nikmat yang harus disyukuri, karena tidak semua yang mengambil studi doktor dapat menyelesaikannya dengan beragam alasan. Tanpa dukungan banyak pihak dan izin Allah, nampaknya menjadi doktor menjadi sesuatu di luar imajinasi.

Di Amerika Utara, tingkat kegagalan studi doktor diperkirakan mencapai 40-50% (Litalien & 2015). Di Australia, sebelum pandemi Covid-19 menyerang, sekitar 20% mahasiswa program doktor tidak menyelesaikan studinya. Ketika pandemi, mereka menghadapi masalah pendanaan akut, sebanyak 45% (dari 1.020 responden) kemungkinkan akan menghentikan studi sampai akhir tahun ini (Johnson et al., 2020).

Saya belum menemukan statistik serupa di Indonesia. Data dari internal UII, bisa memberi gambaran bahwa tidak semua menyelesaikan program yang sudah diikuti. Yang menyelesaikan pun, ada yang cepat dan ada yang mendekati tenggat.

Kedua, doktor adalah kaum elit negeri ini. Sebagian besar mereka berafiliasi dengan lembaga pendidikan tinggi. Data termutakhir di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi menunjukkan, bahwa dari 296.040 dosen, hanya 42.825 alias 14,46% yang berpendidikan doktor.

Saat ini, UII mempunyai 212 dosen bergelar doktor, atau sekitar 27,8% dari total dosen. Angka ini hampir dua kali rata-rata nasional. Sebanyak 122 dosen sedang menempuh program doktor (baik di dalam maupun di luar negeri). Jika dengan izin Allah, semuanya dapat menyelesaikan studinya, maka cacah doktor di UII akan mencapai 334 atau sekitar 44,8% (sekitar tiga kali rata-rata nasional).

Sebagai warga elit negeri ini, tanggung jawab besar juga menyertainya. Ingat kata Paman Ben kepada Peter Parker alias Spiderman 🙂 Tidak tertulis dalam kontrak legal, tetapi melekat dalam kontrak etis. Apa tanggung jawab besar tersebut? Inilah poin ketiga. Saya ingin membingkainya dengan dua konsep penting dalam Al-Qur’an.

Konsep pertama adalah ulul albab, orang yang akalnya berlapis-lapis (QS Ali Imran: 190-191). Ulul albab secara bahasa berasal dari dua kata: ulu dan al-albab. Ulu berarti ‘yang mempunyai’, sedang al albab mempunyai beragam arti. Kata ulul albab muncul sebanyak 16 kali dalam Alquran. Dalam terjemahan Indonesia, arti yang paling sering digunakan adalah ‘akal’. Karenanya, ulul albab sering diartikan dengan ‘yang mempunyai akal’ atau ‘orang yang berakal’. Al-albab berbentuk jamak dan berasal dari al-lubb. Bentuk jamak ini mengindikasikan bahwa ulul albab adalah orang yang memiliki otak berlapis-lapis alias otak yang tajam.

Ulul albab mempunyai dua misi: berzikir dan berpikir. Berzikir diartikan secara luas, tidak hanya secara vertikal transendental, tetapi juga horizontal sosial. Peduli dengan kondisi bangsa dan negara, juga bisa masuk ke dalam zikir sosial ini. Bukankah zikir berarti ingat dan ingat terkait dengan kepedulian? Orang yang tidak peduli tidak akan ingat dengan realitas yang bahkan ada di sekelilingnya.

Misi berpikir melingkupi dua hal: fenomena alam dan fenomena sosial. Inilah kajian riset, termasuk yang dilakukan secara istikamah oleh para doktor. Riset pada intinya adalah mengungkap “pesan tersembungi Allah” yang terselip di banyak fenomena alam dan sosial. Ilmu yang didapatkan dapat kita anggap sebagai hidayah. Dan hidayah, hanya diberikan kepada yang sungguh-sungguh. Inilah “jihad” dalam arti yang luas (QS Al-Ankabut: 69).

Konsep kedua adalah al-rasikhuna fi al-ilmi, orang-orang yang mendalam ilmunya (QS Ali Imran: 7). Tentu kita akan mudah sepakat kalau doktor adalah orang-orang yang mendalam ilmunya. Saya tidak menjebakkan diri dalam diskusi definisi ilmu di sana.

Yang saya pahami, kedalaman ilmu seharusnya membimbing kepada Sang Pemilik Ilmu. Kedalaman di sini hanyalah perspektif manusia. Dalam pandangan Allah, manusia tidak diberi ilmu kecuali hanya sedikit (QS Al-Isra’: 85), dibandingkan ilmu Allah yang tidak terbatas. Ilmu tersebut tidak habis ditulis jika saja air laut menjadi tinta dan pepohonan menjadi penanya. Bahkan jika dihadirkan sejumlah itu lagi (QS Luqman: 27). Metafora ini sudah cukup memberi gambaran keluasan ilmu Allah dan kekerdilan pengetahuan kita.

Bagian akhir dari tafsir Ibnu Katsir untuk ayat 7 dari Surat Ali Imran mencatat karakteristik para orang yang mendalam ilmunya (al-rasikhuna fi al-ilmi) ini: (1) tawaduk kepada Allah, (2) menghinakan diri di depan Allah untuk mendapatkan ridaNya, (3) tidak berbesar diri terhadap orang yang berada di atasnya, dan (4) tidak merendahkan orang yang berada di bawahnya.

Konsep kedua ini (ulul albab dan al-rasikhuna fil al-ilmi) berfokus kepada nilai esoteris menjadi orang dengan akal berlapis dan mempunyai ilmu yang dalam.

Semoga Allah membimbing langkah kita semua, terutama para doktor baru, untuk terus berkiprah, menebar manfaat, dan meninggalkan jejak.

Referensi
Johnson, R. L., Coleman, R. A., Batten, N. H., Hallsworth, D., & Spencer, E. E. (2020). The Quiet Crisis of PhDs and COVID-19: Reaching the financial tipping point. Research Square. doi: 10.21203/rs.3.rs-36330/v2

Litalien, D., & Guay, F. (2015). Dropout intentions in PhD studies: A comprehensive model based on interpersonal relationships and motivational resources. Contemporary Educational Psychology, 41, 218–231. doi:10.1016/j.cedpsych.2015.03.004

Sambutan pada acara Penyambutan Doktor Baru Universitas Islam Indonesia, 22 Desember 2020.

imam al ghazali - berita uii

Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII melalui channel YouTube UNIICOMS TV mengadakan acara Komunikita dengan tema “Komunikasi Profetik : Prinsip Komunikasi dalam Al-Qur’an”. Program yang telah memasuki episode ke-19 ini menghadirkan narasumber salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yaitu Dr. Subhan Afifi, M.Si.

Read more

Masa pandemi bukan berarti mengurangi aktivitas produktif. Banyak aktivitas indoor mengasyikkan yang dapat dilakukan ketika pandemi. Salah satunya kebiasaan membaca buku. Kebiasaan ini sangat baik karena tidak hanya menambah pengetahuan tapi juga memuaskan rasa ingin tahu akan topik yang menjadi minat kita. Sebagaimana dibahas oleh English Department Students Association (EDSA FPSB UII) dalam acara english junkies yang diadakan melalui Zoom. Pembicara yang hadir adalah salah satu mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI UII), Irvan Rusian.

Read more

Menjadi seorang guru adalah profesi mulia. Namun bagaimanakah cara menjadi guru sekaligus membantu orang lain dalam hal perekonomian?. Hal tersebut dibahas oleh English Department Association (EDSA), Prodi Pendidikan Bahasa Inggris PBI FPSB UII dengan mengadakan webinar bertema “Sociopreneur As An Educator”. Kegiatan yang dikemas dengan nama EDSATALK ini berlangsung secara daring dengan narasumber Wakhyu Budi Utami, S.Pd., M.App.Ling. Ia adalah seorang guru sekaligus penggerak komunitas sociopreneur.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) telah mampu menunjukkan kiprahnya melalui berbagai produk inovasi, baik dengan kegiatan penelitian maupun pengabdian masyarakat. Namun, kebermanfaatan produk inovasi bagi pengguna belum dapat dipastikan oleh dosen peneliti. Karenanya, Katsinov Meter hadir sebagai solusi untuk mengukur kesiapan suatu teknologi dari suatu program inovasi teknologi di industri/institusi/ maupun lembaga.

Read more

Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah. Topik ini mengemuka pada kajian kemuslimahan bertemakana Wonderful Muslimah (Beauty Inside, Brightness Outside) yang diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah Fakultas CENTRIS Fakultas Teknologi Industri dan Lembaga Dakwah Kampus Al-Fath UII, Sabtu (19/12). Narasumber talk show kemuslimahan menghadirkan Ustadzah Floweria, SIP. yang merupakan founder @kelas_muslimah. Hal utama yang disampaikan adalah dengan menata niat mengikuti kajian kemuslimahan karena Allah Swt semata. Selain itu juga diniatkan untuk mencari ilmu karena ilmu bukan hanya lembaran tapi juga harus mencari berkah di dalamnya.

Read more

Barang siapa sedang belajar sejarah maka ia adalah orang yang beruntung karena belajar sejarah dapat menjadikan seseorang bijaksana. Dikatakan demikian karena sejarah membuat seseorang belajar membijaksanakan dirinya mengambil hikmah dan agar tidak terjatuh ke lubang yang sama dari berbagai pelajaran yang ada dalam sejarah.

Read more

Budaya literasi di Indonesia masih terbilang rendah. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya minat dan kebiasaan membaca masyarakat. Keadaan ini seperti disampaikan Moch Awam Prakoso, penggerak literasi dan founder kampung dongeng Indonesia. Pria peraih KPAI Awards 2008 serta rekor MURI 2003 ini menjadi pembicara dalam workshop literasi Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII dengan tema Boost Your Reading Quality: Pandemi gini pengen ngasah skill ah! Pengen banyakin bacaan kok susah ya. Acara tersebut diadakan secara daring.

Read more

Menulis berbeda dengan berbicara. Tidak semua orang yang mampu berbicara lancar, dapat menulis dengan baik. Keduanya memerlukan himpunan keterampilan yang berbeda, meski ada irisan di dalamnya.

Semuanya dimulai dari proses refleksi yang mendalam, menghubungkan antartitik pemahaman, dan mencari makna baru darinya. Tanpa itu, hasilnya akan hambar dan mengulang yang sudah ada. Tidak menghadirkan tilikan baru.

Berbeda dengan berbicara, menulis pada intinya adalah menulis ulang. Hal ini tidak mungkin dilakukan dalam berbicara.

Menulis ulang dilakukan untuk banyak tujuan. Termasuk di antaranya adalah memastikan bahwa kata sudah tersusun runtut dan setiapnya mengemban misi, tidak ada pengulangan pesan yang tidak perlu, apalagi salah ketik yang mengganggu. Tidak ada penulis baik yang mengabaikan ini dan berprinsip: yang penting dipahami. Prinsip ini berlaku untuk semua tulisan, bahkan untuk status media sosial.

Jika pembaca temukan hal-hal ini diabaikan dalam sebuah buku atau tulisan lain, itu bisa menjadi masukan berharga untuk penulis. Penulis yang tidak sudi membaca ulang naskahnya dan meluangkan waktu merevisinya, bukanlah penulis baik. Jika semua ikhtiar sudah dilakukan, dan masih ada yang salah, bukankah selalu saja ada kekurangan? Tapi, itu bukan alasan untuk sebuah keenggaan membaca ulang.

Ada proses di sana. Menulis dengan baik adalah soal berlatih tanpa henti. Keterampilan ini tidak ada di ronde pertama atau kedua, atau bahkan ketiga. Setiap ronde bisa jadi diselingi dengan kritik pedas yang harus dicerna dengan tulus.

Penulis yang baik adalah juga pembaca yang tekun. Dia akan meluangkan waktu untuk berbelanja perspektif dari penulis lain. Membaca akan memperluas cakrawala, memperkaya analisis, memperdalam refleksi, dan menajamkan tilikan.

Menulis adalah kerja menuju keabadian. Mahfuz Arab memberi bimbingan: qoyyidul ilma bil kitab, ikatlah ilmu dengan tulisan. Adagium Latin mengajarkan: verba volant, scripta manent, perkataan terbang, tulisan menetap. Tentu ini bukan berarti budaya tutur lisan tidak penting, tapi ia tidak akan lama direkam oleh sejarah.

Ingin abadi? Menulislah!

Pengantar untuk sebuah buku tentang menulis, 21 Desember 2020.