“Untuk meneruskan jabatan saya sebagai Menteri Kesehatan, saya harus mendapatkan kepercayaan. Saya berhenti dari pekerjaan menakjubkan ini.”
Demikian pernyataan Ingvild Kjerkol, mantan Menteri Kesehatan Norwegia, yang dikutip oleh media. Pernyataan tersebut disampaikannya setelah memutuskan untuk mundur dari jabatannya pada pertengahan April 2024. Keputusan ini diambil menyusul kasus plagiarisme dalam tesis magisternya yang ditulis di Nord University. Seiring dengan mencuatnya skandal ini, sebagaimana dilaporkan oleh koran Aftenposten, Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Støre, memutuskan bahwa Kjerkol harus mundur. Almamaternya pun membatalkan tesis tersebut dan mencabut gelarnya.
Kepercayaan publik
Kasus ini bukanlah yang pertama di Norwegia. Tiga bulan sebelumnya, pada Januari 2024, Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Norwegia, Sandra Borch, juga memutuskan untuk mengundurkan diri segera setelah pelanggarannya terungkap. Dalam pernyataannya kepada media Norwegia, Borch mengakui, “Ketika menulis tesis magister saya sekitar 10 tahun lalu, saya membuat kesalahan besar. Saya mengambil teks dari tesis lain tanpa menuliskan sumbernya, dan untuk itu saya memohon maaf.”
Meskipun Kjerkol tidak langsung mengundurkan diri seperti Borch, keduanya menyadari bahwa kepercayaan publik adalah aset yang tak ternilai bagi seorang pejabat negara. Pelanggaran terhadap integritas akademik bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi juga indikasi dari cacat moral yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap kepemimpinan mereka. Jika pejabat negara memandang perilaku tidak etis sebagai sesuatu yang lumrah, maka publik berhak untuk merasa khawatir bahwa amanah yang diberikan dapat diselewengkan kapan saja.
Konsekuensi serius
Kasus pelanggaran integritas akademik yang melibatkan pejabat tinggi tidak hanya terjadi di Norwegia. Pada 2011, Menteri Pertahanan Jerman, Karl-Theodor zu Guttenberg, terpaksa mengundurkan diri setelah Bremen University mencabut gelar doktornya karena terbukti melakukan plagiarisme dalam disertasinya.
Dua tahun kemudian, pada 2013, kasus serupa kembali terjadi di Jerman. Menteri Pendidikan Annette Schavan memilih untuk mundur dari jabatannya setelah ditemukan plagiarisme dalam disertasinya yang telah ditulis lebih dari 30 tahun sebelumnya. Keputusan ini menunjukkan bahwa pelanggaran akademik, meskipun terjadi di masa lampau, tetap memiliki konsekuensi yang nyata dalam kehidupan profesional.
Di luar Eropa, kasus serupa juga mengguncang Taiwan. Pada 2013, Menteri Pertahanan Taiwan, Andrew Yang, mengundurkan diri setelah diketahui bahwa artikel yang diterbitkan atas namanya pada 2007 merupakan hasil plagiarisme. Dalam sebuah konferensi pers, Yang menyatakan, “Ini adalah kesalahan personal saya, dan saya meminta maaf karenanya.” Yang bahkan mengundurkan diri hanya enam hari setelah menduduki jabatannya, sebuah tindakan yang mencerminkan keseriusan skandal semacam ini dalam lanskap politik di Taiwan.
Fondasi kejujuran
Kasus-kasus di atas memberikan pelajaran berharga bahwa integritas akademik bukanlah sekadar norma yang berlaku di lingkungan akademisi, tetapi juga pilar fundamental dalam kepercayaan publik terhadap para pemimpin mereka. Dunia akademik dibangun di atas fondasi kejujuran dan etika; tanpa itu, seluruh sistem akan menjadi rapuh.
Pelanggaran terhadap nilai-nilai akademik membawa konsekuensi serius, bukan hanya bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi institusi yang mereka wakili. Gelar akademik yang dicabut bukan hanya hukuman administratif, melainkan juga simbol bahwa pelanggaran semacam ini memiliki dampak jangka panjang terhadap reputasi seseorang.
Selain itu, keputusan para pejabat negara yang memilih mundur menunjukkan bahwa di negara-negara dengan standar etika yang tinggi, tanggung jawab moral diutamakan dibandingkan kepentingan pribadi. Tindakan mereka menjadi preseden penting bahwa kepercayaan publik lebih bernilai daripada mempertahankan jabatan dengan mengorbankan prinsip-prinsip integritas.
Standar etika
Fenomena ini mengajukan pertanyaan mendalam tentang bagaimana standar etika dan akuntabilitas diterapkan di beragam belahan dunia. Di beberapa negara, pejabat yang terlibat dalam skandal akademik dapat tetap bertahan dalam posisinya. Dalih yang dibangun adalah bahwa kesalahan tersebut adalah bagian dari masa lalu dan tidak memengaruhi kinerja mereka saat ini. Relasi kuasa antara pejabat negara dan kampus juga dapat menjadikan penegakan etika tidak seperti yang seharusnya. .
Namun, contoh dari Norwegia, Jerman, dan Taiwan menunjukkan bahwa kepercayaan publik adalah hal yang sakral dan sekaligus rapuh. Karenanya, ia harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Keberanian untuk mengakui kesalahan dan mengambil konsekuensi adalah sikap yang patut diapresiasi. Pilihan tersebut bukan hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban pribadi, tetapi juga sebagai upaya untuk mempertahankan standar integritas dalam pemerintahan dan dunia akademik.
Mengingat hal tersebut, sudah seharusnya penegakan etika mendapatkan perhatian lebih serius. Kepercayaan publik tidak dapat dibeli, tetapi diperoleh melalui dedikasi dan komitmen yang konsisten terhadap prinsip-prinsip etika. Kasus-kasus di atas menjadi pengingat bahwa pelanggaran kecil pun dapat berakibat besar, dan bagi pejabat publik, kehilangan kepercayaan bisa berarti akhir dari karier mereka.
Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kompas pada 16 April 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
FORPIMAWA DIY Laksanakan Syawalan di UII, Dorong Kolaborasi Antar Perguruan Tinggi dalam Masa Efisiensi
Bertepatan dengan silaturahmi bulan Syawal, Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Bidang Kemahasiswaan (FORPIMAWA) Daerah Istimewa Yogyakarta menekankan pentingnya kolaborasi antar perguruan tinggi di masa efisiensi pemerintahan Prabowo-Gibran. Kegiatan ini dilaksanakan di Auditorium lantai Fakultas Ilmu Agama Islam, Kampus terpadu UII, pada (24/04) . Turut hadir dalam acara ini puluhan pimpinan bidang kemahasiswaan dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. dalam sambutannya menuturkan bahwa keadaan politik, ekonomi, kesehatan hingga pendidikan negara pada tahun ini dalam keadaan yang mengecewakan. Di bidang hukum, sebagai akademisi, ia mengaku prihatin terhadap kasus korupsi yang menyeret beberapa hakim di pengadilan negeri Jakarta Pusat. “Padahal uangnya tidak seberapa, ya, kecil dibandingkan dengan kasus-kasus korupsi lainnya, dan taruhannya nama baik,” ungkap Dr. Rohidin.
“Ini merupakan situasi yang sangat sulit bagi kita. Kita mempunyai hutang yang jatuh tempo di tahun ini. Ditambah lagi dengan pajak Amerika dan China,” lanjutnya. Dr. Rohidin menuturkan bahwa geliat ekonomi negara menurun akibat kebijakan efisiensi pemerintah. Pemangkasan ini juga membuat anggaran pokok, seperti kebutuhan penerangan untuk universitas-universitas negeri yang ada di Yogyakarta turun lebih dari 75%.
“Universitas Islam indonesia juga terdampak dengan kondisi seperti ini, karena harusnya sampai bulan-bulan April-Mei itu sudah memenuhi kuota sekitar 50%, hanya 30% saja. Ini sungguh, sangat mengkhawatirkan. Karena perguruan tinggi swasta, basis anggarannya diperoleh dari mahasiswa.” jelasnya.
Dr. Rohidin menilai bahwa ketidak terpenuhan ini merupakan efek domino dari berbagai perusahaan dalam negeri yang mangkrak, meninggalkan banyak sekali karyawan menganggur dan daya beli penduduk menurun. “Oleh sebab itu, bergandengan nampaknya, kolaborasi namanya itu sangat diperlukan dan sebagai sebuah keniscayaan,” ujar Dr. Rohidin.
Dalam sesi sambutan berikutnya, Ketua FORPIMAWA DIY, Dr. Gatot Sugiharto, S.H., M.H., menanggapi hal senada. “Pesan Pak Menteri pada saat audiensi kemaren, bapak dan ibu, kita sekarang harus bisa kreatif dalam suasana seperti ini, kondisi efisiensi ini. Maka diharapkan, kita, masing-masing perguruan tinggi bisa menggandeng sponsor-sponsor yang menjadi mitra. Tapi masalahnya mitra-mitra kita juga sekarang sedang ramai mendengungkan efisiensi.”
“Di masa efisiensi ini nanti akan banyak lomba, yang biasa itu dibawah BELMAWA dan PUSPRESNAS, dengan efisiensi ini dari 18 sampai 23 kompetisi yang diselenggarakan oleh kementrian itu nanti akan ada bahasanya adalah penyesuaian-penyesuaian.” Jelas Dr. Gatot.
Tiga kompetisi yang diluncurkan diantaranya adalah PPK ORMAWA, PKM dan P2MW. Dr. Gatot menyebutkan bahwa kuota penerimaan proposal pada ketiga kegiatan tersebut telah dibatasi dan mahasiswa perlu mencurahkan kreativitas yang lebih ekstra.
Masa efisiensi menurutnya menjadi tantangan bagi tiap-tiap institusi untuk mencetak alumni yang siap bersaing di dunia kerja. Untuk membahas dan menindaklanjuti permasalahan ini, ia mengajak para pimpinan kemahasiswaan masing-masing perguruan tinggi untuk dapat hadir dalam agenda REMBUGNAS FORPIMAWA pusat di Balikpapan. Kegiatan kemudian dilanjutkan oleh tausiyah oleh Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FIAI UII, Dr. Nur Kholis S. Ag., M.Sh.Ec. dan sesi sarasehan bersama ketua FORPIMAWA serta perwakilan LLDIKTI wilayah V. (MNDH/AHR/RS)
Tinjauan Manajemen Sistem Penjaminan Mutu Universitas Islam Indonesia 2025
Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Rapat Tinjauan Manajemen Sistem Penjaminan Mutu Universitas (RTM SPMU) pada Kamis (24/04) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Monitoring dan Evaluasi (MONEV) Proses Pembelajaran Semester Genap 2023/2024 dan Semester Ganjil 2024/2025.
Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik & Riset, Prof. Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si.dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada seluruh jajaran pimpinan universitas, fakultas, program studi, serta tim Badan Penjaminan Mutu (BPM) UII yang telah mempersiapkan proses MONEV sejak Februari. “Beberapa hal yang sifatnya perulangan di tahun-tahun sebelumnya perlu menjadi perhatian bersama. Kita cari solusi bareng, akar masalahnya ada di mana, supaya proses pembelajaran bisa terus diperbaiki,” ujarnya.
Rapat ini membahas sejumlah hal penting, mulai dari evaluasi kinerja unit, capaian sasaran dan standar mutu, tindak lanjut rekomendasi RTM sebelumnya, hingga hasil monitoring implementasi sistem penjaminan mutu di lingkungan UII.
Hasil MONEV disampaikan langsung oleh Rektor UII, Fathul Wahid, menyangkut seluruh jenjang dan program studi di lingkungan universitas. Dalam pemaparannya, Fathul menyoroti empat poin penting yang menjadi perhatian dalam evaluasi. Pertama, terkait persentase jumlah pendaftar, khususnya pada program sarjana yang masih menjadi salah satu indikator utama dalam beberapa akreditasi.
Kedua, tingkat kelulusan mahasiswa tepat waktu sesuai masa tempuh kurikulum yang dalam instrumen penilaian dikenal sebagai persentase mahasiswa angkatan TS-4 yang sudah lulus. Ketiga, ketepatan waktu penyerahan nilai oleh dosen. Meskipun karakteristik masing-masing program studi berbeda, hingga saat ini hanya satu program studi yang berhasil mencapai target penuh. Keempat, tingkat kehadiran dosen yang juga menjadi aspek penting dalam menjaga mutu pembelajaran.
Usai penyampaian hasil MONEV, rapat dilanjutkan dengan sesi diskusi untuk membahas berbagai rekomendasi tindak perbaikan. Dalam sesi ini, peserta rapat menyampaikan keluhan serta saran secara langsung terkait kendala yang dihadapi di masing-masing unit. Hasil diskusi tersebut nantinya akan dirumuskan dalam Surat Keputusan (SK) Rektor yang bersifat mengikat dan menjadi acuan bagi auditor internal untuk ditindaklanjuti pada periode pembelajaran dan tahun ajaran berikutnya.
Salah satu poin yang disorot dalam diskusi disampaikan oleh Ketua Program Studi Manajemen Program Sarjana, Abdur Rafik, S.E., M.Sc yang menyampaikan tantangan teknis terkait realisasi aktivitas pembelajaran. Selama ini, verifikasi realisasi aktivitas dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS) hanya dilakukan oleh kaprodi dan sekprodi, yang dirasa cukup berat mengingat jumlah kelas yang harus diverifikasi mencapai lebih dari 300 kelas per semester. “Artinya, dalam satu minggu, kami harus memverifikasi sekitar 300 kelas yang aktif. Ini kami jalankan terus, namun mungkin perlu ada diskresi atau delegasi wewenang kepada satu orang lagi untuk membantu proses verifikasi ini,” ungkapnya.
Rapat ditutup dengan beberapa hal yang disepakati untuk terus meningkatkan koordinasi dan efektivitas pelaksanaan MONEV di lingkungan UII demi mendukung pencapaian standar mutu universitas. (MANF/AHR/RS)
UII Tingkatkan Kolaborasi Global Lewat Promo Tour ke Pakistan
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menunjukkan komitmennya dalam penguatan internasionalisasi melalui pelaksanaan kegiatan Promo Tour ke Pakistan pada 13–19 April 2025. Kegiatan ini difokuskan di wilayah Islamabad untuk memperluas jejaring akademik serta menjangkau calon mahasiswa internasional. Read more
Tanam Pohon untuk Bumi Lestari
Sebagai rangkaian kegiatan dalam memperingati Milad ke-82 dan Hari Bumi Sedunia, Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan kegiatan Aksi Hijau : Tanam Pohon untuk Bumi Lestari pada Selasa (22/04) di Taman Sisi Barat Gedung GBPH Prabuningrat Rektorat UII. Kegiatan ini diwujudkan dengan menanam sebanyak tiga pohon kepel setinggi empat meter yang diwakili oleh Sekretaris Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII, Rektor UII, dan Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII sebagai bentuk kesadaran kolektif sivitas akademika UII dalam membangun kesadaran kolektif untuk merawat dan melestarikan bumi.
Dekan FTSP UII, Prof.Ar.Dr.-Ing.Ir. Ilya Fadjar Maharika, M.A., IAI mengatakan bahwa penanaman pohon kepel bukan hanya simbol kepedulian terhadap lingkungan, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap kekayaan flora lokal Indonesia dan nilai-nilai spiritual yang menyertainya.
“Pemilihan pohon kepel tidak hanya berdasarkan nilai konservasinya, tetapi juga karena makna simbolik yang dikandungnya. Secara etimologis, kata “kepel” berkaitan dengan istilah Arab “kafala” yang bermakna mencukupi, merepresentasikan prinsip tanggung jawab dan keberkahan. Dalam budaya Jawa, kepel dikenal sebagai simbol kesucian, keanggunan, dan harmoni, yang dahulu hanya ditanam di lingkungan keraton dan dikonsumsi oleh putri bangsawan sebagai bagian dari tradisi kecantikan dan spiritualitas,” jelas Prof. Ilya
Dalam perspektif nilai-nilai Islam, pohon kepel mencerminkan pentingnya kesucian lahir batin, kesabaran, kesederhanaan, serta keseimbangan hidup antara manusia dan alam. Buahnya yang harum, pohonnya yang tumbuh perlahan, dan keberadaannya yang tidak mencolok menjadi pengingat tentang pentingnya hidup bersahaja namun bermakna. Selain manfaat ekologisnya seperti menyerap karbon dan meneduhkan lingkungan, kepel juga menjadi simbol rasa syukur atas karunia Allah dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi.
Sementara itu, Rektor UII, Fathul Wahid menyatakan beragamnya tanaman yang ada di UII membuat banyak tamu yang berkunjung di UII merasa nyaman karena lingkungan kampus UII yang asri dan indah. Menurutnya, beragamnya keanekaragaman hayati yang ada di UII menggambarkan ekosistem UII yang multikulturalisme.
“Banyak teori serta temuan riset hutan yang monokultur yang pohonnya tunggal biasanya tidak bertahan lama, tidak banyak memberikan dampak yang diberikan oleh hutan yang multikultur. Itu juga yang terjadi di ekosistem UII, tifdak hanya pohonnya tetapi manusianya. Jadi ada keragaman perspektif, variasi pandangan dan semuanya itu mendapatkan tempat dan menurut saya itu menjadi salah satu yang menjadikan kita tumbuh cukup dinamis, karena kita merawat multikulturalisme, tidak hanya keanekaragaman hayati, tapi juga ragam pemikiran yang berkembang di UII,” terang Fathul
Fathul Wahid berharap dengan kegiatan ini, UII dapat terus merawat semangat multikulturalisme yang sudah dibentuk sejak UII berdiri. “Ada tokoh dari beragam latar belakang semuanya dapat menyatukan gagasan, ide, mengesampingkan perbedaan, dan mengedepankan persamaan. Ternyata itu yang menjadikan kita sampai hari ini masih bertahan dan berkembang,” ungkap Fathul (AHR/RS)
Dorong Kompetensi Digital Mahasiswa Melalui Sosialisasi Sertifikasi Internasional ICDL
Program Studi Informatika Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Pusat Studi Pelatihan Teknologi Informasi, PT Solusi Edukasi Internasional, dan ICDL (International Certification of Digital Literacy) menggelar Sosialisasi Sertifikasi Internasional ICDL secara hybrid. Kegiatan ini berlangsung di Auditorium Fakultas Teknologi Industri (FTI) UII pada Selasa (22/04) dengan seluruh peserta dan pemateri pertama hadir secara langsung, sementara pemateri kedua bergabung melalui Zoom.
Sekitar seratus peserta dari berbagai latar belakang, khususnya mahasiswa, mengikuti kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya sertifikasi digital internasional sebagai bekal menghadapi era kerja berbasis teknologi.
Ketua Program Jurusan Informatika, Dr. Raden Teduh Dirgahayu, S.T., M.Sc., membuka acara dengan menyampaikan apresiasinya atas terjalinnya kerja sama antara UII dan ICDL dalam mendukung peningkatan kualitas lulusan.
“Kami berterimakasih dan mengapresiasi ICDL yang telah bekerjasama dengan kami untuk bersama meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam taraf profesional,” tuturnya.
ICDL sendiri merupakan sertifikasi internasional yang mengukur keterampilan digital praktis, seperti pengolahan kata, spreadsheet, coding dan keamanan siber. Sertifikasi ini dirancang untuk menjawab kebutuhan dunia kerja dan pendidikan yang semakin menuntut penguasaan teknologi.
Bayu Setiawan, Business Development PT Solusi Edukasi Internasional, hadir sebagai pemateri pertama. Dalam pemaparannya, Bayu menekankan bahwa kolaborasi ini menjadi peluang strategis bagi mahasiswa untuk mengembangkan kompetensi mereka melalui sertifikasi yang kredibel.
“Kerjasama antara ICDL dan Pusat Studi Pelatihan Teknologi Informasi, Prodi Informatika UII menjadi gerbang bagi teman-teman untuk meningkatkan kemampuan melalui sertifikasi yang akan dilaksanakan,” ujarnya.
Bayu juga menambahkan bahwa sertifikasi digital seperti ICDL memberikan nilai tambah nyata bagi lulusan, karena menjadi bukti resmi atas keterampilan yang dimiliki.
“ICDL hadir sebagai bentuk peningkatan kualitas sarjana, karena sertifikasi menjadi bentuk resmi yang diakui oleh dunia kerja,” tambahnya.
Melalui sambungan daring, Nigel Ngiam, Market Development Manager ICDL Asia, mengangkat pentingnya digitalisasi sebagai pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Nigel menyampaikan bahwa partisipasi generasi muda sangat vital dalam proses tersebut.
“Salah satu tujuan utama pemerintah Indonesia saat ini adalah Indonesia Emas 2045. Transformasi digital merupakan salah satu jalur kunci untuk mencapainya. Ini adalah peluang emas bagi kita. Dengan semakin meluasnya digitalisasi, ICDL hadir untuk menyediakan jalur bagi generasi muda Indonesia agar dapat berperan dalam mewujudkan visi tersebut,,” jelasnya.
Nigel juga menyoroti reputasi global ICDL yang telah teruji, dengan jutaan orang dari ratusan negara merasakan manfaat sertifikasi ini.
“Selama lebih dari 20 tahun, ICDL telah membuktikan kualitas dan reputasinya, dengan 17 juta orang dari 100 negara yang telah memperoleh sertifikasi ini. Keberhasilan ini dibangun di atas inovasi yang berkelanjutan dan standar sertifikasi yang konsisten.” ungkapnya.
Melalui kegiatan ini, UII menegaskan komitmennya untuk melahirkan lulusan yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga siap bersaing secara global dengan keterampilan digital yang terstandar internasional. (IMK/AHR/RS)
Tips Menjadi Sehat Pasca Ramadhan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) telah selesai selenggarakan Webinar Nasional dengan tajuk “Tetap Sehat Pasca Ramadhan : Tips Kesehatan Menjaga Pola Makan dan Kebugaran Fisik Setelah Berpuasa” pada Sabtu (19/4). Acara tersebut disiarkan melalui aplikasi Zoom dan diikuti oleh sekitar 250 peserta yang hadir dan mengikuti rangkain webinar dari awal hingga akhir.
Webinar kesehatan ini mengundang dua dosen di FK UII sebagai pemateri yaitu dr. Muhammad Syukron Fauzi, M.Biomed., AIFO.K, dr. Nur Aini Djunet, M.Gizi, FINEM dan dr. Andra Gita Arumsari sebagai moderator.
“Kebugaran itu ditunjang oleh aktifitas fisik kita. Gampangnya kalo kita aktifitas fisiknya baik, kebugaran kita akan terjaga,” ucap dr. Fauzi yang membawa materi tentang kebugaran fisik pasca ramadhan. Ia memaparkan bahwa orang yang kebugaran tubuhnya baik maka akan semakin terhindar dari penyakit metabolik seperti darah tinggi, diabetes, kolesterol dll. Pada saat berpuasa, tubuh kita akan mengalami perubahan metabolik secara signifikan. Tubuh menjadi lebih hemat energi.
Dalam sesi materinya, ia memberi beberapa rekomendasi aktifitas fisik yang dibagi menurut usia. Kanak-kanak, remaja, dewasa dan orang tua. Metode olahraga FITT yang paling ia rekomendasikan dalam mengembalikan kebugaran pasca ramadhan. FITT berarti Frequency (seberapa sering), Intensity (seberapa berat), Time (berapa lama durasinya), dan Type (Apa jenisnya).
Di akhir, ia menyimpulkan bahwa kunci dari kebugaran yaitu konsisten, latihan terukur dan pemulihan yang cukup.
Pemateri kedua, dr. Aini membawa materi pada bagian menjaga pola makan setelah berpuasa. Ia menjelaskan bahwa setelah tubuh berpuasa selama sebulan, tubuh perlu beradaptasi dengan pola makan yang baru.
“Biasanya kalau sahur, itu kan kita ga bisa makan banyak-banyak. Jadi lambung itu ukurannya menyesuaikan,” ujarnya pada salah satu materi yang menyinggung tentang dampak puasa pada sistem pencernaan. Adaptasi awal pada saat idul fitri, perut banyak menerima makanan yang mempunyai kadar gula tinggi sehingga terjadilah lonjakan insulin.
Ia menekankan bagaimana pentingnya transisi pola makan dari kebiasaan kita di bulan ramadhan. Tips mengontrol porsi makan juga ia anggap penting, berhenti makan sebelum kenyang dan pahami sinyal tubuh (NKA/AHR/RS)
Arsitek Baru UII Angkatan Ke-15 Diambil Sumpah
Program Studi Profesi Arsitek (PPAr) Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyelenggarakan Sumpah Keprofesian Arsitek (SKA) Angkatan ke-15. Sebanyak 30 arsitek baru berhasil menuntaskan proses pembelajaran selama 1 tahun dengan 27 arsitek berpredikat Cumlaude, 2 arsitek berpredikat sangat memuaskan, dan 1 arsitek berpredikat memuaskan secara resmi diambil sumpah pada Sabtu (19/04) di Auditorium Gedung KH. Mohammad Natsir FTSP UII.
Dalam laporannya, Ketua PPAr UII, Dr. Ar. Yulianto Purwono Prihatmanji, ST., MT., IPM., IAI menyampaikan mahasiswa PPAr UII belajar dengan beragam disiplin ilmu bersama para tenaga ahli multidisiplin dari bidang perancangan dengan kasus nyata hingga pengabdian masyarakat.
“Secara keseluruhan, dalam kurun masa pembelajaran, mahasiswa telah terlibat dengan beragam kegiatan pembelajaran, pengabdian masyarakat dan penguatan karakter keprofesian, sehingga manakala mereka telah lulus mampu menerapkan Kode Etik Profesi dan Kaidah Tata Laku Arsitek yang telah mereka dapatkan bersama IAI (Ikatan Arsitek Indonesia -red). Lulusan telah siap bekerja bersama para Arsitek Mentor di biro-biro arsitek yang terkoordinasi oleh IAI di provinsi-provinsi seluruh Indonesia,” ungkap Ketua APTARI periode 2024-2027 ini.
Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset, Prof. Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si dalam sambutannya berpesan kepada arsitek baru UII untuk selalu mengasah literasi teknologi dan budaya agar sebagai seorang arsitek tidak ketinggalan perkembangan. Selain itu, arsitek perlu untuk terus menumbuhkan karakter positif saat nantinya mengadikan diri dengan bekerja keras, dapat diandalkan, menghargai perbedaan, dan mampu melayani dengan profesional.
“Kunci kesuksesan itu adalah adaptasi dan inovasi yang bertahan adalah yang mampu beradaptasi dengan perubahan karena perubahan adalah suatu kepastian, baik itu perubahan teknologi maupun lingkungan. Yang mampu memimpin adalah yang senantiasa melakukan inovasi. Jadilah arsitek yang selalu melakukan inovasi. mampu berkontribusi bagi masyarakat, menjaga kelestarian lingkungan, keseimbangan ekosistem, dan membangun perkembangan dengan keselarasan lingkungan,” pesan Prof. Jaka.
Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ar. Georgius Budi Yulianto, IAI., AA berpesan juga dalam sambutannya bahwa era disrupsi dan digitalisasi khususnya kecerdasan buatan (AI) saat ini tidak terelakkan untuk semua profesi termasuk arsitek. Menurutnya, arsitek harus mengikutsertakan kecerdasan buatan dalam praktik kearsitekan tanpa melanggar etika.
“Pertama, jangan berhenti untuk memahami etika karena dengan etika yang baik akan bisa memanfaatkan AI untuk tujuan yang baik bukan untuk mengelabuhi. Kedua, harus terus melakukan literasi teknologi karena teknologi juga setiap tahun pasti ada yang baru. Ketiga adalah literasi budaya, kita tidak boleh lupa asal kita dan itu menjadi jati diri kita,” ungkap Ketua Umum IAI ini.
Sementara itu, Dewi Larasati, S.T., M.T., Ph.D selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi Perguruan Arsitektur Indonesia (APTARI) berpesan menjadi arsitek profesional saat ini bukan hanya keterampilan menggambar atau kemampuan teknis kontruksi. Arsitek dituntut menjadi agen perubahan yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat, merespons konteks lokal, dan tetap berpijak pada etika profesi ditengah tantangan krisis iklim global, ketimpangan sosial, dan tantangan urbanisme yang kompleks.
“Menjadi arsitek bukan hanya sebagai karier, melainkan amanah peradaban. Arsitek tidak hanya merancang bangunan tetapi juga mewujudkan nilai menghadirkan ruang hidup yang adil, dan merawat bumi sebagai rumah bersama. Lulusan profesi arsitektur tidak cukup dibekali dengan keterampilan individual, tetapi juga tumbuh dalam ekosistem pembelajaran lintas disiplin, berpijak pada kolaborasi, dan peka terhadap dinamika sosial budaya,” ungkapnya (MNDH/AHR/RS)
Syawalan 1446 Hijriah IKI UII Berlangsung Meriah
Ikatan Keluarga Ibu-Ibu (IKI) Universitas Islam Indonesia (UII) melaksanakan kegiatan syawalan pada Kamis (17/04) di Auditorium Prof. Abdul Kahar Muzakir, Kampus Terpadu UII. Kegiatan Syawalan 1446 H ini dihadiri oleh 450 anggota IKI yang terdiri dari pengurus struktural IKI UII, istri dosen, karyawan dan purnatugas UII. Acara juga diramaikan oleh bazar makanan & baju, pemeriksaan kesehatan, tausiyah, serta pelepasan beberapa ibu-ibu yang akan melaksanakan ibadah haji.
Dr. Siti Anisah S. H., M. Hum., salah satu ibu-ibu yang tergabung dalam IKI sebagai pengurus Yayasan Badan Wakaf menyambut hangat acara syawalan ini. “Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pengurus Yayasan Badan Wakaf, Keluarga Besar UII, seluruh ibu-ibu dan panitia, semoga silaturahmi ini berjalan dengan baik dan akan terus berjalan dengan baik,” ujarnya
Selain Dr. Siti, Ketua Ikatan Keluarga Ibu-ibu UII, Prof. Nurul Indarti, Sivilikonom., cand. Merc., Ph. D., juga menyambut meriah acara silaturrahmi perdana setelah lebaran ini. Ia menyebutkan bahwa acara syawalan ini tergabung dalam rangkaian kegiatan rutin silaturrahim keluarga IKI 2 bulan sekali. “ini merupakan wadah berbagi ilmu, inspirasi, menjaga silaturahmi sekaligus menjaga Kesehatan Bersama,” tegasnya.
Prof. Nurul menyampaikan partisipasi aktif IKI UII dalam rangkaian semarak milad universitas, melalui kegiatan bakti sosial, kajian bersama istri-istri pimpinan UII, dan kesenian hadroh.
“Program IKI UII lainnya adalah program tali asih Ramadhan, program ini telah berjalan untuk keempat kalinya. Sasaran penerima berbeda-beda setiap tahun, seperti pensiunan pegawai, satpam, cleaning service, dan tahun ini IKI UII menjangkau sekitar 80 pensiunan pegawai,” jelas Prof. Nurul.
Dalam berbagai kesempatan, IKI aktif mengumpulkan dana dan memberikan bantuan sosial kepada pihak-pihak yang dirasa membutuhkan, diantaranya penyintas gempa di Palu, penyintas banjir di Ciamis, dan warga Palestina.
“Perlu ibu-ibu ketahui, acara syawalan biasanya tidak disertai bazar, karena biar fokus. Tapi karena antusiasme dari anggota dan dukungan dari tuan rumah Yayasan Badan Wakaf, maka hari ini kita dapat menikmati bersama,” ucapnya.
“Kami ingin mengucapkan selamat jalan untuk para ibu-ibu yang akan melaksanakan ibadah haji tahun ini. Mari kita doakan semoga Allah memberikan kesehatan, kekuatan dan kelancaran dalam rangkaian ibadahnya.” Ujar prof. Nurul diakhir sesi sambutan sebelum ditutup dengan sesi Tausiyah serta doa bersama oleh Dr. dr. Zaenal Muttaqien Sofro, Circ&Med, AIFM. (MNDH/AHR/RS)
Integritas Pejabat Negara
“Untuk meneruskan jabatan saya sebagai Menteri Kesehatan, saya harus mendapatkan kepercayaan. Saya berhenti dari pekerjaan menakjubkan ini.”
Demikian pernyataan Ingvild Kjerkol, mantan Menteri Kesehatan Norwegia, yang dikutip oleh media. Pernyataan tersebut disampaikannya setelah memutuskan untuk mundur dari jabatannya pada pertengahan April 2024. Keputusan ini diambil menyusul kasus plagiarisme dalam tesis magisternya yang ditulis di Nord University. Seiring dengan mencuatnya skandal ini, sebagaimana dilaporkan oleh koran Aftenposten, Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Støre, memutuskan bahwa Kjerkol harus mundur. Almamaternya pun membatalkan tesis tersebut dan mencabut gelarnya.
Kepercayaan publik
Kasus ini bukanlah yang pertama di Norwegia. Tiga bulan sebelumnya, pada Januari 2024, Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Norwegia, Sandra Borch, juga memutuskan untuk mengundurkan diri segera setelah pelanggarannya terungkap. Dalam pernyataannya kepada media Norwegia, Borch mengakui, “Ketika menulis tesis magister saya sekitar 10 tahun lalu, saya membuat kesalahan besar. Saya mengambil teks dari tesis lain tanpa menuliskan sumbernya, dan untuk itu saya memohon maaf.”
Meskipun Kjerkol tidak langsung mengundurkan diri seperti Borch, keduanya menyadari bahwa kepercayaan publik adalah aset yang tak ternilai bagi seorang pejabat negara. Pelanggaran terhadap integritas akademik bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi juga indikasi dari cacat moral yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap kepemimpinan mereka. Jika pejabat negara memandang perilaku tidak etis sebagai sesuatu yang lumrah, maka publik berhak untuk merasa khawatir bahwa amanah yang diberikan dapat diselewengkan kapan saja.
Konsekuensi serius
Kasus pelanggaran integritas akademik yang melibatkan pejabat tinggi tidak hanya terjadi di Norwegia. Pada 2011, Menteri Pertahanan Jerman, Karl-Theodor zu Guttenberg, terpaksa mengundurkan diri setelah Bremen University mencabut gelar doktornya karena terbukti melakukan plagiarisme dalam disertasinya.
Dua tahun kemudian, pada 2013, kasus serupa kembali terjadi di Jerman. Menteri Pendidikan Annette Schavan memilih untuk mundur dari jabatannya setelah ditemukan plagiarisme dalam disertasinya yang telah ditulis lebih dari 30 tahun sebelumnya. Keputusan ini menunjukkan bahwa pelanggaran akademik, meskipun terjadi di masa lampau, tetap memiliki konsekuensi yang nyata dalam kehidupan profesional.
Di luar Eropa, kasus serupa juga mengguncang Taiwan. Pada 2013, Menteri Pertahanan Taiwan, Andrew Yang, mengundurkan diri setelah diketahui bahwa artikel yang diterbitkan atas namanya pada 2007 merupakan hasil plagiarisme. Dalam sebuah konferensi pers, Yang menyatakan, “Ini adalah kesalahan personal saya, dan saya meminta maaf karenanya.” Yang bahkan mengundurkan diri hanya enam hari setelah menduduki jabatannya, sebuah tindakan yang mencerminkan keseriusan skandal semacam ini dalam lanskap politik di Taiwan.
Fondasi kejujuran
Kasus-kasus di atas memberikan pelajaran berharga bahwa integritas akademik bukanlah sekadar norma yang berlaku di lingkungan akademisi, tetapi juga pilar fundamental dalam kepercayaan publik terhadap para pemimpin mereka. Dunia akademik dibangun di atas fondasi kejujuran dan etika; tanpa itu, seluruh sistem akan menjadi rapuh.
Pelanggaran terhadap nilai-nilai akademik membawa konsekuensi serius, bukan hanya bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi institusi yang mereka wakili. Gelar akademik yang dicabut bukan hanya hukuman administratif, melainkan juga simbol bahwa pelanggaran semacam ini memiliki dampak jangka panjang terhadap reputasi seseorang.
Selain itu, keputusan para pejabat negara yang memilih mundur menunjukkan bahwa di negara-negara dengan standar etika yang tinggi, tanggung jawab moral diutamakan dibandingkan kepentingan pribadi. Tindakan mereka menjadi preseden penting bahwa kepercayaan publik lebih bernilai daripada mempertahankan jabatan dengan mengorbankan prinsip-prinsip integritas.
Standar etika
Fenomena ini mengajukan pertanyaan mendalam tentang bagaimana standar etika dan akuntabilitas diterapkan di beragam belahan dunia. Di beberapa negara, pejabat yang terlibat dalam skandal akademik dapat tetap bertahan dalam posisinya. Dalih yang dibangun adalah bahwa kesalahan tersebut adalah bagian dari masa lalu dan tidak memengaruhi kinerja mereka saat ini. Relasi kuasa antara pejabat negara dan kampus juga dapat menjadikan penegakan etika tidak seperti yang seharusnya. .
Namun, contoh dari Norwegia, Jerman, dan Taiwan menunjukkan bahwa kepercayaan publik adalah hal yang sakral dan sekaligus rapuh. Karenanya, ia harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Keberanian untuk mengakui kesalahan dan mengambil konsekuensi adalah sikap yang patut diapresiasi. Pilihan tersebut bukan hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban pribadi, tetapi juga sebagai upaya untuk mempertahankan standar integritas dalam pemerintahan dan dunia akademik.
Mengingat hal tersebut, sudah seharusnya penegakan etika mendapatkan perhatian lebih serius. Kepercayaan publik tidak dapat dibeli, tetapi diperoleh melalui dedikasi dan komitmen yang konsisten terhadap prinsip-prinsip etika. Kasus-kasus di atas menjadi pengingat bahwa pelanggaran kecil pun dapat berakibat besar, dan bagi pejabat publik, kehilangan kepercayaan bisa berarti akhir dari karier mereka.
Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kompas pada 16 April 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
Samudera Mengabdi: Progam Mahasiswa UII untuk Pemberdayaan Gili Ketapang dan Bawean
UII Mengabdi sukses menggelar rogram pengabdian bertajuk Samudera Mengabdi: Jejak Asa di Gili Ketapang dan Bawean sukses digelar pada tanggal 5-13 April. Sebanyak 23 mahasiswa UII diterjunkan ke dua lokasi berbeda, yaitu Gili Ketapang dan Desa Lebak, Bawean. Mengusung lima sektor utama yaitu lingkungan, keagamaan, kesehatan, pendidikan, dan pariwisata, program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menjadi ajang pembelajaran langsung bagi mahasiswa dalam mengabdi di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Ketua UII Mengabdi, Audiva Nur Rahma, menjelaskan bahwa pemilihan lokasi sudah melalui berbagai pertimbangan. “Kami memilih Gili Ketapang dan Bawean karena keduanya memiliki potensi besar namun juga tantangan khas daerah 3T. Harapannya, kehadiran kami bisa menjadi stimulus pembangunan dan pemberdayaan di sana, sekaligus menjadi proses pembelajaran sosial yang nyata bagi mahasiswa,” ujarnya saat sesi wawancara, yang turut dihadiri kedua ketua tim.
Di Gili Ketapang, tim yang dipimpin oleh Muhammad Arfa menjalankan berbagai program, salah satunya adalah penanaman apotek hidup di SMPN Sumber Asih. “Kami tanam bibit herbal di lahan sekolah, sekaligus kami ajarkan kepada siswa cara merawat dan memanfaatkannya. Tujuannya agar sejak dini mereka mengenal alternatif pengobatan alami yang mudah diakses dan ramah lingkungan,” jelas Arfa.
Selain itu, sektor lingkungan juga menjadi sorotan melalui edukasi pengelolaan sampah. “Kami mengadakan penyuluhan tentang bahaya sampah plastik dan memperkenalkan cara membuat ecobrick. Kami juga ajak masyarakat membuat kerajinan dari filter sampah plastik yang hasilnya bisa dijual,” tambahnya. Meski begitu, Arfa mengakui adanya tantangan. “Masyarakat masih cukup defensif, terutama terkait kebiasaan membuang sampah sembarangan. Tapi kami tetap berusaha mendekati dengan pendekatan persuasif, terutama lewat anak-anak dan kegiatan bermain sambil belajar,” tuturnya.
Sektor pariwisata pun tak luput dari perhatian. Tim Gili Ketapang menggagas pembuatan website dan akun media sosial untuk mempromosikan potensi wisata pulau tersebut. “Kami ingin memperluas jangkauan promosi Gili Ketapang ke dunia digital. Dengan adanya website, wisatawan bisa lebih mudah mengakses informasi destinasi, penginapan, hingga kegiatan lokal yang menarik,” ujar Arfa dengan semangat.
Sementara itu di Desa Lebak, Bawean, tim pengabdian yang dipimpin Muhammad Aji Bayu Saputra fokus pada pengembangan ekonomi kreatif dan digitalisasi pariwisata. “Kami mendirikan UMKM berbasis bahan lokal tepatnya hasil laut seperti kerupuk ikan Produk-produk ini dikemas menarik dan kami bantu pemasarannya lewat media sosial,” jelas Aji saat ditemui pada sesi wawancara.
Untuk mendukung sektor wisata, tim Bawean menyusun guidebook berisi informasi sejarah, lokasi wisata, serta budaya lokal Bawean. “Buku panduan ini kami bagikan ke penginapan dan pusat informasi wisata. Selain itu, kami juga buat konten digital berupa video dan poster yang disebarkan di media sosial untuk memperluas jangkauan promosi,” tambahnya. Tak hanya itu, tim juga aktif dalam kegiatan pendidikan dan keagamaan seperti mengajar di TPA serta memberikan pelatihan manajemen usaha bagi warga.
“Respon masyarakat sangat baik, mereka terbuka dengan ide-ide baru. Kami justru belajar banyak dari mereka soal nilai kebersamaan dan kearifan lokal,” kata Aji. Ia juga menegaskan bahwa program ini bukan hanya soal memberi, tetapi juga tentang bertumbuh bersama.
Menutup sesi wawancara Audiva Nur Rahma menyampaikan apresiasi mendalam serta harapan untuk kedepannya,
“Saya berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah bekerjasama menyukseskan program pengabdian ini. Saya berharap kerjasama ini tidak akan lekang oleh waktu, serta semoga semakin banyak pihak yang dapat berkolaborasi secara maksimal bersama pengabdian kami” pungkasnya. (IMK/AHR/RS)