Selamat atas jabatan profesor untuk Prof Sri Kusumadewi. Bu Cicie, panggilan keseharian beliau, adalah profesor ke-56 yang lahir dari rahim Universitas Islam Indonesia (UII) dan satu dari 50 profesor aktif di UII.
Alhamdulillah, saat ini proporsi dosen yang menjadi profesor adalah 6% (50 dari 833 dosen). Tampaknya sekarang, secara kelembagaan, adalah waktunya UII memanen buat investasi benih yang disemai pada dua sampai tiga dekade yang lalu.
Kini, UII masih mempunyai 295 doktor. Sebanyak 123 di antaranya sudah menduduki jabatan akademik Lektor Kepala. Mereka semua adalah para calon profesor. Semoga banyak di antaranya yang menduduki jabatan profesor dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Salah kaprah data
Izinkan saya di kesempatan yang membahagiakan ini mengajak hadirin untuk melakukan refleksi soal data dalam pengambilan keputusan. Topik ini relevan dengan bidang keilmuan Bu Cicie.
Saat ini, data dipercaya mempunyai banyak manfaat. Bahkan ada yang mengatakan, data adalah minyak bumi baru (data is the new oil), karena nilai yang dikandungnya yang dipersamakan dengan peran minyak bumi pada masa revolusi industri. Frasa ini dinyatakan pertama kali pada 2006 oleh matematikawan berkebangsaan Inggris bernama Clive Humby.
Tetapi, data tidak serta merta memberikan manfaat. Data perlu didapatkan dari sumber yang tepat (data provenance), disiapkan dengan baik (data preparation), dilindungi (data protection), dan disadari aspek privasinya (data privacy). Pemahaman seperti ini diperlukan supaya tidak terjadi “kebakaran data” yaitu beragam masalah yang muncul terkait dengan data (Talagala, 2022).
Selain itu, ada banyak salah kaprah soal dalam memosisikan data terkait pengambilan keputusan yang perlu kita pahami. Kita perlu menambah literasi data kita. Sebagai warga kampus, apalagi akademisi, pemahaman seperti ini penting, supaya kita tidak latah dan dapat terlibat dalam proses edukasi publik.
Mari, kita ambil beberapa contoh salah kaprah ini.
Pertama, sebagian dari kita percaya, jika data tersedia, maka pengambilan keputusan beres: data dianggap dapat berbicara sendiri. Mereka menganggap bahwa data secara otomatis akan menghasilkan kesimpulan yang benar, cukup dengan “melihat angkanya”.
Faktanya, supaya bermakna, data butuh konteks, interpretasi, dan kadang penjelasan kualitatif. Tanpa analisis yang tepat, data bisa menyesatkan atau diartikan keliru.
Keputusan terkait manusia, misalnya, tidak bisa hanya dengan melihat data angka, apalagi sekilas. Ada beragam cerita di belakang data yang sering kali harus masuk ke dalam radar pengambil keputusan.
Kedua, sebagian dari kita juga yakin bahwa semakin banyak data, semakin baik keputusan. Karenanya, diyakini keputusan terbaik adalah yang sepenuhnya berbasis data, dan mengabaikan faktor intuisi, pengalaman, nilai-nilai, atau etika.
Faktanya, data berlebih (information overload) justru bisa membuat proses analisis lambat atau membingungkan, apalagi kalau tidak relevan dengan masalah. Di sisi lain, kehadiran data memang membantu, tapi banyak keputusan juga butuh pertimbangan strategis dan nilai-nilai organisasi.
Belum lagi, dalam beberapa kasus, data tidak tersedia secara memadai, tetapi keputusan harus tetap diambil. Saya masih ingat hari-hari awal aktivitas bakda gempa bumi di Yogyakarta pada 2006, ketika beragam inisiatif dengan asumsi dan pengalaman, karena data yang sangat terbatas.
Ketiga, banyak dari kita yakin bahwa data selalu objektif dan bebas dari bias. Dan, kalau datanya berasal dari sumber resmi, dipastikan benar karena menganggap otoritas data menjamin kebenaran mutlak. Saya teringat seorang kawan yang sedang mengambil program doktor di Australia. Pembimbingnya menyatakan tidak setuju jika riset yang akan dilakukannya menggunakan data sekunder yang telah dikumpulkan oleh sebuah lembaga, karena dia tidak percaya dengan integritas data.
Faktanya, bias, atau kesalahan sistematis, dapat muncul di tahap pengumpulan, pemilihan variabel, metode penyampelan, maupun saat analisis. Data mentah selalu lahir dari asumsi tertentu. Selain itu, sumber resmi pun bisa punya keterbatasan metodologi, keterlambatan pembaruan, atau kesalahan input.
Terkait dengan isu ini, pada 1954, lebih dari 70 tahun lalu, Darrell Huff menulis buku berjudul How to lie with statistics yang memberikan gambaran bagaimana beragam manipulasi statistikal bisa dilakukan, mulai dari pengambilan data sampaikan dengan presentasinya.
Masih banyak buku lain yang menyoal isu serupa, seperti yang ditulis oleh Joel Best (2004) yang berjudul More damned lies and statistics: How numbers confuse public issues yang diterbitkan oleh Universitas California.
Kasus yang mencuat beberapa hari terakhir di negara kita, dapat juga menjadi ilustrasi. Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta Badan Statistik PBB (United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission untuk melalukan investigasi terhadap Badan Pusat Statistik (BPS). Apa pasal? Celios membandingkan data pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan BPS dengan kondisi riil di lapangan.
Jika dugaan Celios benar, maka di sini ada nilai-nilai intergritas yang dilanggar oleh penyelenggara negara.
Contoh lain. Pemeringkatan perguruan tinggi di Indonesia, juga tidak kalis dari potensi praktik manipulasi data. Misalnya, ada kampus yang “mengurangi” cacah mahasiswa sampai lebih dari 50%, dan ada juga yang “menambah” cacah dosennya menjadi lebih dari 150%, dari yang dilaporkan ke pangkalan data pendidikan tinggi. Soal publikasi yang ditengarai berisiko melanggar integritas akademik sudah dibuka oleh The Research Integrity Risk Index (RI²). Patut diduga, praktik ini sengaja dipilih untuk meningkatkan nilai dalam pemeringkatan.
Tentu masih banyak salah kaprah lain, termasuk di dalamnya: visualisasi data yang tidak selalu membantu, ketika didesain dengan serampangan atau dibarengi dengan niat untuk mengelabuhi atau menyesatkan. Visualisasi ini seperti ini dapat membimbing ke arah interpretasi atau bahkan kesimpulan yang salah.
Peran data
Dalam mengambil keputusan, data dapat memainkan peran yang berbeda-beda—tergantung bagaimana kita menempatkannya. Paling tidak, terdapat tiga pendekatan utama yang sering digunakan: data-driven, data-informed, dan data-inspired.
Yang pertama, data-driven. Di sini, semua keputusan digerakkan sepenuhnya oleh angka dan statistik. Bayangkan seperti autopilot di pesawat—sistem membaca semua parameter, lalu menentukan arah tanpa campur tangan emosi.
Lalu, ada data-informed. Pendekatan ini seperti mengemudi mobil dengan bantuan GPS. Kita tahu arah dan kondisi jalan dari data, tapi tetap punya ruang untuk menyesuaikan jika ada hal-hal tak terduga.
Yang terakhir, data-inspired. Ini seperti melihat peta cuaca sebelum memutuskan aktivitas luar ruang, termasuk main layang-layang. Data memberi ide awal, tapi kita bebas mengeksplorasi pilihan. Data menjadi sumber wawasan, bukan penentu hasil akhir.
Karenanya, jangan sampai kita suka berhalusinasi, bahwa dunia akan semakin indah, jika semua pengambilan keputusan ditentukan sepenuhnya oleh data dan algoritma tanpa campur tangan kita. Bisa jadi, dunia justru menjadi mengerikan, karena manusia direnggut kemerdekaannya, dan diperlakukan tak beda dengan onderdil mesin, yang mengikuti algoritma desainernya.
Data tak selalu bicara dalam nada yang sama. Kadang jadi pengemudi, kadang penunjuk jalan, kadang hanya pemantik imajinasi. Di sini, peran manusia yang kapabel dan berintegritas sangat menentukan.
Referensi
Best, J. (2004). More damned lies and statistics: How numbers confuse public issues. University of California Press.
Huff, D. (2023). How to lie with statistics. Penguin UK.
Talagala, N. (2022). Data as the new oil is not enough: four principles for avoiding data fires. Forbes. Tersedia daring: https://www.forbes.com/sites/nishatalagala/2022/03/02/data-as-the-new-oil-is-not-enough-four-principles-for-avoiding-data-fires/
Sambutan pada acara serah terima Surat Keputusan Jabatan Akademik Profesor Dr. Sri Kusumadewi di Universitas Islam Indonesia pada 12 Agustus 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
UII Gelar Upacara HUT RI Ke-80, Teguhkan Pancasila dan Solidaritas Kemanusiaan
Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar upacara bendera peringatan hari ulang tahun ke-80 Republik Indonesia di Halaman Gedung Fakultas Hukum UII, Minggu (17/08). Upacara dipimpin oleh Rektor UII, Fathul Wahid diikuti dengan penuh khidmat oleh segenap sivitas akademika UII baik dosen, tenaga kependidikan, satpam, hingga perwakilan mahasiswa.
Jalannya upacara dikomandoi oleh komandan upacara dan petuga pengibar bendera dari dosen dan tenaga kependidikan yang berhasil lolos seleksi dan melalui serangkaian latihan yang ketat dan disiplin. Bertindak sebagai pengiring lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta dari Marching Band UII dan Paduan Suara Miracle Voice UII.
Fathul Wahid selaku inspektur upacara menyampaikan amanat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bertajuk Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju yang membawa pesan untuk meneghkan kembali nilai-nilai Pancasila yang menjadi jiwa bangsa.
Dalam amanat yang dibacakan Rektor disebutkan bahwa “Indonesia Maju” harus diwujudkan dengan berpijak pada sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga setiap langkah pembangunan mendapat berkah-Nya, dilengkapi dengan sila kedua yang menegaskan bahwa kemajuan harus senantiasa menghormati martabat manusia.
Lebih lanjut, “Bersatu Berdaulat” adalah cerminan sila ketiga yang mempersatukan keberagaman untuk menjadi kekuatan besar dalam melangkah bersama dikuatkan dengan sila keempat yang merefleksikan kedaulatan rakyat dalam bingkai kebijaksanaan. Diharapkan dengan penanaman nilai yang selalu diupayakan, dapat tercipta “Rakyat Sejahtera” yang memastikan seluruh anak bangsa merasakan kesejahteraan dan ketentraman.
Diakhir amanat, Fathul Wahid mengajak untuk selalu menggelorakan nilai-nilai Pancasila sebagai kompas yang menuntun arah dan obor yang menerangi jalan menuju peradaban Indonesia yang semakin bermartabat di mata dunia.
Sebelum upacara selesai, petugas upacara membacakan pernyataan sikap terkait dukungan terhadap kemerdekaan Palestina dan seluruh sivitas akademika UII mengibarkan bendera merah putih bersanding dengan bendera Palestina sebagai perwujudan empati atas tragedi kemanusiaan yang dialami oleh saudara-saudara yang ada di Palestina dan melaksanakan salah satu amanat konstitusi yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang 1945 yaitu menghapus segala bentuk penjajahan di seluruh dunia. (AHR/RS)
Pernyataan Sikap Universitas Islam Indonesia: Kemerdekaan Palestina
UII dan Mahkamah Agung RI Jalin Kolaborasi Penguatan SDM Peradilan Agama
UII terus menjalankan komitmennya dalam menjalin kolaborasi dengan berbagai tujuan baik, tak terkecuali dalam hal penguatan sumber daya manusia (SDM) di lingkungan peradilan agama dan menyelaraskan teori hukum pada praktik nyata dengan menggandeng Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Ditjen Badilag).
Kesepakatan kerja sama secara resmi ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Rektor UII, Fathul Wahid dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI, Drs. H. Muchlis, S.H., M.H. pada Jumat (15/08) di Kantor Sekretariat MA RI, Jakarta Pusat. Hadir juga dalam kegiatan ini Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII, Dr. Drs. Asmuni, M.A, Ketua Program Studi Ilmu Agama Islam Program Magister, Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Islam Program Doktor, Dr. Anisah Budiwati, S.H.I., M.S.I, dan Ketua Program Studi Hukum Keluarga Program Sarjana, Krismono, S.H.I., M.S.I.
Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menegaskan manfaat kerjasama bukan sekadar catatan administratif atau rutinitas program tahunan. “Ia merupakan jembatan strategis yang menghubungkan dua ranah yang seringkali dipandang terpisah: dunia akademik dan dunia praktik peradilan,” kata Fathul Wahid.
Siinergitas antara UII dan MA RI memungkinkan teori hukum Islam yang diajarkan di ruang akademik untuk diuji, diperkaya, dan diaplikasikan langsung dalam dinamika peradilan agama. Sebaliknya, tantangan nyata di pengadilan agama mendapat respons akademik berupa riset, kajian, dan rekomendasi berbasis keilmuan yang mendalam.
Senada, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Drs. H. Muchlis, S.H., M.H. juga mengapresiasi UII yang telah menjadi mitra strategis. “Penandatanganan kerja sama ini bukanlah sekadar formalitas, melainkan wujud nyata dari komitmen bersama kita untuk memajukan hukum dan keadilan di negeri ini,” ujarnya.
Tambahnya, banyak hakim dan aparatur peradilan agama yang memilih UII untuk melanjutkan studi magister dan doktor, yang membuktikan kualitas pendidikan di universitas tersebut.
Selain itu, Dirjen Badilag juga menyampaikan tantangan dalam pemenuhan formasi calon hakim, di mana Dirjen Badilag menitipkan amanah kepada UII untuk membimbing mahasiswa agar siap menghadapi seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Dengan persiapan yang komprehensif, diharapkan lulusan UII dapat menjadi agen transformasi dan modernisasi peradilan agama.
Setelahnya, kegiatan dilanjutkan dengan kuliah tamu yang disampaikan oleh Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag., dengan mengangkat topik Pembentukan Pengadilan Niaga di Lingkungan Peradilan Agama Prespektif Sosio-Historis dan Yuridis yang diikuti oleh hakim Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama seluruh Indonesia.
Dalam kuliah tamu, Prof. Yusdani menyimpulkan pembentukan pengadilan niaga syariah di lingkungan peradilan agama merupakan keniscayaan baik itu sebagai hak konstitusi maupun untuk mewujudkan keadilan dalam aspek ekonomi, terutama terkait dengan kepailitan.
“Untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme para hakim agama untuk menangani kasus – kasus ekonomi syariah di Indonesia terkait aminan, kepailitan, dan sebagainya. UII dalam hal ini Fakultas Ilmu Agama Islam UII dapat memberikan kontribusi tersebut, baik melalui Program Magister Hukum Keluarga Islam maupun Program Doktor Hukum Islam,” tambah Prof. Yusdani.
Dengan diselenggarakannya penandatanganan nota kesepahaman dan kuliah tamu ini diharapkan mampu menjembatani berbagai macam kolaborasi antara UII dan MA RI serta membuka wawasan baru mengenai potensi pembentukan pengadilan niaga syariah di lingkungan peradilan agama sejalan dengan kebutuhan inovasi hukum untuk menyikapi kompleksitas sengketa ekonomi syariah yang terus berkembang. (IP/AHR/RS)
UII Tambah Deretan Dua Guru Besar
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali mengukuhkan dua guru besar dari Fakultas Ilmu Sosial Budaya (FISB) yaitu Prof. Dr. Subhan Afifi, S.Sos., M.Si dalam bidang komunikasi publik dan Fakultas Teknologi Industri (FTI) Prof. Ir. Sholeh Ma’mun, S.T., M.T., Ph.D dalam bidang rekayasa reaksi kimia heterogen. Dua guru besar ini menyampaikan pidato pengukuhan pada Kamis (12/08) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII.
Komunikasi Publik Bidang Kesehatan: Kajian Empiris dan Arah Strategis di Era Digital
Dalam pidato pengukuhannya yang bertajuk “Komunikasi Publik Bidang Kesehatan: Kajian Empiris dan Arah Strategis di Era Digital”, Prof. Subhan menyoroti fenomena ketidakpekaan pemegang otoritas terhadap perasaan dan konteks sosial terlebih saat pandemi Covid-19 yang menandakan kurang perhatiannya pemegang otoritas terhadap komunikasi publik bidang kesehatan.
“Komunikasi publik bidang kesehatan adalah salah satu pilar vital dalam strategi komunikasi publik pemerintah, yang tidak hanya bertujuan menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk perilaku, meningkatkan kesadaran kolektif, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kesehatan bersama,”
Sayangnya, untuk konteks komunikasi publik di Indonesia, kajian komunikasi kesehatan (Health Communication) masih relatif termarginalkan di tengah bidang-bidang kajian komunikasi publik dalam dimensi politik dan ekonomi. Padahal, di era digital, lanskap komunikasi kesehatan berkembang pesat seperti platform daring memungkinkan interaksi real-time antara otoritas kesehatan dan masyarakat, tetapi juga memicu tantangan seperti misinformasi, infodemi, dan fragmentasi narasi.
“Penguatan pondasi akademik menjadi krusial. Perguruan tinggi perlu memperkuat kurikulum dan pembelajaran komunikasi kesehatan, tidak hanya di program studi komunikasi tetapi juga melalui pendekatan lintas disiplin seperti kesehatan masyarakat, kedokteran, teknologi informasi, psikologi, dan kebijakan publik,” harap Profesor Ilmu Komunikasi UII ini.
Ditambahkan oleh Prof. Subhan, penting untuk menyiapkan sumber daya manusia yang mampu memahami kompleksitas isu kesehatan dari berbagai sudut pandang. Lebih jauh, perlu dibentuk Pusat Studi Komunikasi Kesehatan (Center for Health Communication) yang berfungsi sebagai pusat riset, pelatihan, dan advokasi.
Teknologi Tangkap-Guna-Simpan Karbon: Pilar Strategis Menuju Indonesia Netral Karbon
Pada kesempatan yang sama, dalam pidato pengukuhan profesornya bertajuk “Teknologi Tangkap-Guna-Simpan Karbon: Pilar Strategis Menuju Indonesia Netral Karbon”, Prof. Sholeh Ma’mun menyampaikan keresahannya terhadap triple crisis yang dihadapi oleh dunia saat ini, hingga pada tahun 2023 menjadi salah satu tahun terpanas sepanjang sejarah.
“Meskipun memiliki peran penting sebagai paru-paru dunia, Indonesia juga tercatat sebagai penyumbang emisi co2 terbesar ke-7 di dunia, terutama dari penggunaan energi fosil, aktivitas industri, dan deforestasi. Untuk itu, Indonesia menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, atau bahkan lebih cepat, selaras dengan komitmen global dalam menghadapi krisis iklim,” ungkap Profesor Teknik Kimia UII ini.
Menurut Prof. Sholeh Ma’mun, salah satu senjata andalan menuju NZE adalah teknologi Tangkap-Guna-Simpan Karbon (Carbon Capture, Utilization, and Storage – CCUS), teknologi yang menangkap co2 dari industri atau pembangkit listrik. Memanfaatkannya kembali untuk Enhanced Oil Recovery (EOR) dan pembuatan produk bernilai seperti bahan bakar, pupuk, pemadam api, minuman bersoda, dan beton ramah lingkungan, atau menyimpannya permanen di bawah tanah.
“Dari perspektif Islam, CCUS bukan hanya sekadar inovasi teknologi, melainkan wujud nyata amanah manusia sebagai khalifah di bumi untuk menjaga keseimbangan alam (mizan) dan mencegah kerusakan lingkungan. Setiap upaya menurunkan emisi karbon sejatinya adalah bentuk ibadah sosial, sebuah ikhtiar kolektif untuk melindungi bumi, demi keberlangsungan hidup generasi sekarang dan generasi yang akan datang,” jelasnya.
Dengan integrasi iman, ilmu, dan inovasi, CCUS dapat menjadi jembatan menuju Indonesia yang tangguh iklim, adil secara sosial, dan lestari secara ekologis yang dapat membuktikan bahwa teknologi dan nilai-nilai spiritual bisa berjalan seiring untuk masa depan bumi. (AHR/RS)
UII Resmi Melepas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat di Kabupaten Buton
Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) melepas sepuluh mahasiswa yang akan melaksanakan pengabdian masyarakat ke Desa Kumbewaha, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara selama satu bulan dari tanggal 15 Agustus hingga 15 September 2025.
Acara pembekalan dan pelepasan dipimpin langsung oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag dan Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII, Prof. Eko Siswoyo, ST., M.Sc.ES., Ph.D pada Rabu (13/08) di Gedung GBPH Prabuningrat, Rektorat UII ditandai dengan penyematan rompi hijau bertuliskan Pengabdian Masyarakat Sinera UII.
Dr. Rohidin dalam sambutannya memberikan apresiasi terbaik kepada sepuluh mahasiswa yang telah menunjukkan tekad untuk belajar mengabdikan diri ke wilayah yang jauh dari tempat mereka menempuh ilmu saat ini.
“Anda (mahasiswa -red) sebagai duta UII, saya berpesan jaga nama baik UII, bagaimana menjaga nama baik itu? jagalah nama baik anda masing-masing, dengan cara itu insyaallah nama UII juga baik,” pesan Dr. Rohidin
Tak kalah penting, kata Dr. Rohidin, mahasiswa harus mampu menguasai geo-politik daerah Buton dan memanfaatkannya dengan bijak. Dr. Rohidin juga berpesan jika ada program pengadian masyarakat yang dilaksanakan bertentangan dengan budaya setempat agar secepatnya diubah dengan tetap mengindahkan regulasi dan syariat Islam. Tak lupa, Dr. Rohidin juga meminta mahasiswa untuk selalu menjaga kesehatan serta selalu berbuat baik kepada seluruh tokoh adat, masyarakat, dan pemuda yang ada disana.
Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan program kerja pengabdian masyarakat Sinera UII dengan mengangkat topik utama yaitu Sekolah UMKM dimana mahasiswa akan mendampingi beberapa UMKM yang bergerak di bidang pengolahan bahan makanan seperti kecap manis dan minyak kelapa serta bidang pengolahan briket. Tidak hanya mendampingi, mereka turut membantu memasarkan produk secara efektif sehingga harapannya mampu menjangkau pasar yang lebih luas.
“Kami juga memiliki beberapa program pendukung seperti workshop kehalalan dan stabilitas produk, pelatihan pencatatan keuangan sederhana, hingga membuat website yang menampilkan potensi desa yang kami namakan Klik Kumbewaha” jelas Tania Sasikirana, salah satu anggota pengabdian masyarakat Sinera UII.
Selain itu, mahasiswa pengabdian masyarakat akan mengupayakan peningkatan kepercayaan diri masyarakat melalu program Psikoedukasi. Menciptakan alat pencetak briket sederhana bernama brikel mold serta membuat blueprint penataan kawasan yang konkret terarah dengan media bertajuk Kumbewaha Wisata. (AHR/RS)
Dosen Informatika UII Raih Gelar Guru Besar
Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menambah cacah profesor. Kali ini jabatan akademik tertinggi diraih oleh Dosen Jurusan Informatika, Fakultas Teknologi Industri (FTI) yaitu Dr. Sri Kusumadewi, S.Si., M.T pada Bidang Sistem Pendukung Keputusan Klinis. Sehingga, sampai saat ini UII telah memiliki 56 guru besar yang 50 diantaranya masih aktif di segala macam bidang keilmuan.
Prosesi serah terima Surat Keputusan (SK) Kenaikan Jabatan Akademik Profesor secara resmi diserahkan pada Kamis (12/08) di Gedung Kuliah Umum, Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII oleh Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta, Prof. Setyabudi Indartono, M.M., Ph.D kepada kepada Rektor UII, Fathul Wahid dan kemudian diserahkan kepada Sri Kusumadewi.
Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan rasa syukurnya atas bertambahnya guru besar di UII. Fathul berharap capaian guru besar ini bisa membuka banyak pintu kebaikan di masa mendatang, tidak hanya bagi yang bersangkutan, tetapi juga untuk UII, dan lebih penting lagi untuk masyarakat.
Berkaitan erat dengan bidang keilmuan Sri Kusumadewi, Fathul Wahid menyampaikan data dipercaya mempunyai banyak manfaat, bahkan saat ini data menjadi minyak bumi baru (data is the new oil) sebab nilai yang dikandungnya yang disamakan dengan peran minyak bumi pada masa revolusi industri.
Tetapi, data tidak serta merta memberikan manfaat. Data perlu didapatkan dari sumber yang tepat (data provenance), disiapkan dengan baik (data preparation), dilindungi (data protection), dan disadari aspek privasinya (data privacy). Pemahaman seperti ini diperlukan supaya tidak terjadi “kebakaran data” yaitu beragam masalah yang muncul terkait dengan data (Talagala, 2022).
“Selain itu, ada banyak salah kaprah soal dalam memosisikan data terkait pengambilan keputusan yang perlu kita pahami. Kita perlu menambah literasi data kita. Sebagai warga kampus, apalagi akademisi, pemahaman seperti ini penting, supaya kita tidak latah dan dapat terlibat dalam proses edukasi publik,”
Karenanya, jangan sampai kita suka berhalusinasi, bahwa dunia akan semakin indah, jika semua pengambilan keputusan ditentukan sepenuhnya oleh data dan algoritma tanpa campur tangan kita. Bisa jadi, dunia justru menjadi mengerikan, karena manusia direnggut kemerdekaannya, dan diperlakukan tak beda dengan onderdil mesin, yang mengikuti algoritma desainernya.
Dalam wawancara, Sri Kusumadewi menyampaikan bahwa menjadi seorang profesor membawa banyak kewajiban. Seorang profesor tidak hanya dituntut untuk menghasilkan karya melalui buku atau publikasi ilmiah bereputasi. Lebih dari itu, peran profesor juga mencakup tanggung jawab menjaga dan mengembangkan kualitas perguruan tinggi. Esensi terpenting dari perguruan tinggi, seperti pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah Islamiyah (khusus di UII), harus terus ditingkatkan. Hal ini tidak boleh diabaikan agar perguruan tinggi tetap relevan dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Sri Kusumadewi menjelaskan bahwa setelah menjadi profesor, tuntutan untuk mengajar justru harus lebih baik daripada sebelumnya. Menurutnya, membuat karya ilmiah relatif lebih mudah karena melibatkan dirinya dan tim kecil. Namun, dalam mengajar, tantangannya lebih besar karena berhadapan dengan mahasiswa yang sangat beragam. Materi perkuliahan juga harus selalu diperbarui dan didukung teknologi serta media pembelajaran yang relevan. Terlebih di era sekarang, akses terhadap materi pembelajaran relatif lebih mudah, sehingga dosen dituntut untuk memberikan nilai tambah yang bermakna.
Selain itu, Bu Cicie, sapaan akrab Sri Kusumadewi, menekankan bahwa dari sisi pengabdian kepada masyarakat, implementasi keilmuan harus selaras dengan kebutuhan masyarakat masa kini. Ia menilai pentingnya menyiapkan berbagai unsur pendukung secara matang untuk mewujudkan esensi penting perguruan tinggi. Menurutnya, seorang profesor tidak boleh hanya terfokus pada bidang akademik semata. Peran profesor juga mencakup kemampuan menerjemahkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Seorang guru besar sejatinya tidak hanya meneliti, tetapi juga mengaplikasikan keilmuannya dalam menyelesaikan permasalahan di dunia nyata. Dengan demikian, kontribusi profesor dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat luas.
Profesor yang aktif di Pusat Studi Informatika Medis (PSIMed) UII ini berharap bidang keilmuannya dapat membantu pemerintah dalam mengintegrasikan layanan kesehatan primer. Sri Kusumadewi menjelaskan bahwa Sistem Pendukung Keputusan Klinis memiliki potensi besar untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan. Namun, penerapannya di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Salah satu tantangan terbesarnya adalah faktor budaya kerja dan tingkat penerimaan teknologi informasi. Tantangan serupa umumnya juga dihadapi di sebagian besar negara berkembang.
“Saya ingin punya peran dalam memanfaatkan data kesehatan yang saat ini mulai diupayakan pemerintah untuk terintegrasi,” ujarnya. “Data ini dapat menjadi sarana penting dalam membantu proses pengambilan keputusan, terutama di bidang kesehatan.” Ia menegaskan bahwa pemanfaatan data tersebut akan sangat berguna dalam meningkatkan efektivitas kebijakan kesehatan.
Sri Kusumadewi berinisiatif membentuk Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) di lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII). Melalui Posbindu ini, data kesehatan setiap pegawai akan dicatat secara berkala untuk memantau kondisi kesehatan mereka dari waktu ke waktu. Informasi yang terkumpul akan dimanfaatkan untuk melakukan skrining kesehatan secara terukur dan sistematis. Hasil skrining tersebut dapat digunakan untuk deteksi dini, tindakan pencegahan, serta pemantauan faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Dengan demikian, Posbindu diharapkan menjadi sarana efektif dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sivitas akademika UII. (FW/AHR/RS)
Peran dan Salah Kaprah Melihat Data
Selamat atas jabatan profesor untuk Prof Sri Kusumadewi. Bu Cicie, panggilan keseharian beliau, adalah profesor ke-56 yang lahir dari rahim Universitas Islam Indonesia (UII) dan satu dari 50 profesor aktif di UII.
Alhamdulillah, saat ini proporsi dosen yang menjadi profesor adalah 6% (50 dari 833 dosen). Tampaknya sekarang, secara kelembagaan, adalah waktunya UII memanen buat investasi benih yang disemai pada dua sampai tiga dekade yang lalu.
Kini, UII masih mempunyai 295 doktor. Sebanyak 123 di antaranya sudah menduduki jabatan akademik Lektor Kepala. Mereka semua adalah para calon profesor. Semoga banyak di antaranya yang menduduki jabatan profesor dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Salah kaprah data
Izinkan saya di kesempatan yang membahagiakan ini mengajak hadirin untuk melakukan refleksi soal data dalam pengambilan keputusan. Topik ini relevan dengan bidang keilmuan Bu Cicie.
Saat ini, data dipercaya mempunyai banyak manfaat. Bahkan ada yang mengatakan, data adalah minyak bumi baru (data is the new oil), karena nilai yang dikandungnya yang dipersamakan dengan peran minyak bumi pada masa revolusi industri. Frasa ini dinyatakan pertama kali pada 2006 oleh matematikawan berkebangsaan Inggris bernama Clive Humby.
Tetapi, data tidak serta merta memberikan manfaat. Data perlu didapatkan dari sumber yang tepat (data provenance), disiapkan dengan baik (data preparation), dilindungi (data protection), dan disadari aspek privasinya (data privacy). Pemahaman seperti ini diperlukan supaya tidak terjadi “kebakaran data” yaitu beragam masalah yang muncul terkait dengan data (Talagala, 2022).
Selain itu, ada banyak salah kaprah soal dalam memosisikan data terkait pengambilan keputusan yang perlu kita pahami. Kita perlu menambah literasi data kita. Sebagai warga kampus, apalagi akademisi, pemahaman seperti ini penting, supaya kita tidak latah dan dapat terlibat dalam proses edukasi publik.
Mari, kita ambil beberapa contoh salah kaprah ini.
Pertama, sebagian dari kita percaya, jika data tersedia, maka pengambilan keputusan beres: data dianggap dapat berbicara sendiri. Mereka menganggap bahwa data secara otomatis akan menghasilkan kesimpulan yang benar, cukup dengan “melihat angkanya”.
Faktanya, supaya bermakna, data butuh konteks, interpretasi, dan kadang penjelasan kualitatif. Tanpa analisis yang tepat, data bisa menyesatkan atau diartikan keliru.
Keputusan terkait manusia, misalnya, tidak bisa hanya dengan melihat data angka, apalagi sekilas. Ada beragam cerita di belakang data yang sering kali harus masuk ke dalam radar pengambil keputusan.
Kedua, sebagian dari kita juga yakin bahwa semakin banyak data, semakin baik keputusan. Karenanya, diyakini keputusan terbaik adalah yang sepenuhnya berbasis data, dan mengabaikan faktor intuisi, pengalaman, nilai-nilai, atau etika.
Faktanya, data berlebih (information overload) justru bisa membuat proses analisis lambat atau membingungkan, apalagi kalau tidak relevan dengan masalah. Di sisi lain, kehadiran data memang membantu, tapi banyak keputusan juga butuh pertimbangan strategis dan nilai-nilai organisasi.
Belum lagi, dalam beberapa kasus, data tidak tersedia secara memadai, tetapi keputusan harus tetap diambil. Saya masih ingat hari-hari awal aktivitas bakda gempa bumi di Yogyakarta pada 2006, ketika beragam inisiatif dengan asumsi dan pengalaman, karena data yang sangat terbatas.
Ketiga, banyak dari kita yakin bahwa data selalu objektif dan bebas dari bias. Dan, kalau datanya berasal dari sumber resmi, dipastikan benar karena menganggap otoritas data menjamin kebenaran mutlak. Saya teringat seorang kawan yang sedang mengambil program doktor di Australia. Pembimbingnya menyatakan tidak setuju jika riset yang akan dilakukannya menggunakan data sekunder yang telah dikumpulkan oleh sebuah lembaga, karena dia tidak percaya dengan integritas data.
Faktanya, bias, atau kesalahan sistematis, dapat muncul di tahap pengumpulan, pemilihan variabel, metode penyampelan, maupun saat analisis. Data mentah selalu lahir dari asumsi tertentu. Selain itu, sumber resmi pun bisa punya keterbatasan metodologi, keterlambatan pembaruan, atau kesalahan input.
Terkait dengan isu ini, pada 1954, lebih dari 70 tahun lalu, Darrell Huff menulis buku berjudul How to lie with statistics yang memberikan gambaran bagaimana beragam manipulasi statistikal bisa dilakukan, mulai dari pengambilan data sampaikan dengan presentasinya.
Masih banyak buku lain yang menyoal isu serupa, seperti yang ditulis oleh Joel Best (2004) yang berjudul More damned lies and statistics: How numbers confuse public issues yang diterbitkan oleh Universitas California.
Kasus yang mencuat beberapa hari terakhir di negara kita, dapat juga menjadi ilustrasi. Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta Badan Statistik PBB (United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission untuk melalukan investigasi terhadap Badan Pusat Statistik (BPS). Apa pasal? Celios membandingkan data pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan BPS dengan kondisi riil di lapangan.
Jika dugaan Celios benar, maka di sini ada nilai-nilai intergritas yang dilanggar oleh penyelenggara negara.
Contoh lain. Pemeringkatan perguruan tinggi di Indonesia, juga tidak kalis dari potensi praktik manipulasi data. Misalnya, ada kampus yang “mengurangi” cacah mahasiswa sampai lebih dari 50%, dan ada juga yang “menambah” cacah dosennya menjadi lebih dari 150%, dari yang dilaporkan ke pangkalan data pendidikan tinggi. Soal publikasi yang ditengarai berisiko melanggar integritas akademik sudah dibuka oleh The Research Integrity Risk Index (RI²). Patut diduga, praktik ini sengaja dipilih untuk meningkatkan nilai dalam pemeringkatan.
Tentu masih banyak salah kaprah lain, termasuk di dalamnya: visualisasi data yang tidak selalu membantu, ketika didesain dengan serampangan atau dibarengi dengan niat untuk mengelabuhi atau menyesatkan. Visualisasi ini seperti ini dapat membimbing ke arah interpretasi atau bahkan kesimpulan yang salah.
Peran data
Dalam mengambil keputusan, data dapat memainkan peran yang berbeda-beda—tergantung bagaimana kita menempatkannya. Paling tidak, terdapat tiga pendekatan utama yang sering digunakan: data-driven, data-informed, dan data-inspired.
Yang pertama, data-driven. Di sini, semua keputusan digerakkan sepenuhnya oleh angka dan statistik. Bayangkan seperti autopilot di pesawat—sistem membaca semua parameter, lalu menentukan arah tanpa campur tangan emosi.
Lalu, ada data-informed. Pendekatan ini seperti mengemudi mobil dengan bantuan GPS. Kita tahu arah dan kondisi jalan dari data, tapi tetap punya ruang untuk menyesuaikan jika ada hal-hal tak terduga.
Yang terakhir, data-inspired. Ini seperti melihat peta cuaca sebelum memutuskan aktivitas luar ruang, termasuk main layang-layang. Data memberi ide awal, tapi kita bebas mengeksplorasi pilihan. Data menjadi sumber wawasan, bukan penentu hasil akhir.
Karenanya, jangan sampai kita suka berhalusinasi, bahwa dunia akan semakin indah, jika semua pengambilan keputusan ditentukan sepenuhnya oleh data dan algoritma tanpa campur tangan kita. Bisa jadi, dunia justru menjadi mengerikan, karena manusia direnggut kemerdekaannya, dan diperlakukan tak beda dengan onderdil mesin, yang mengikuti algoritma desainernya.
Data tak selalu bicara dalam nada yang sama. Kadang jadi pengemudi, kadang penunjuk jalan, kadang hanya pemantik imajinasi. Di sini, peran manusia yang kapabel dan berintegritas sangat menentukan.
Referensi
Best, J. (2004). More damned lies and statistics: How numbers confuse public issues. University of California Press.
Huff, D. (2023). How to lie with statistics. Penguin UK.
Talagala, N. (2022). Data as the new oil is not enough: four principles for avoiding data fires. Forbes. Tersedia daring: https://www.forbes.com/sites/nishatalagala/2022/03/02/data-as-the-new-oil-is-not-enough-four-principles-for-avoiding-data-fires/
Sambutan pada acara serah terima Surat Keputusan Jabatan Akademik Profesor Dr. Sri Kusumadewi di Universitas Islam Indonesia pada 12 Agustus 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
Integrated Career Days dan Job Fair 2025: UII Siapkan Mahasiswa Hadapi Dunia Kerja
Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni (DPKA) kembali menggelar Integrated Career Days (ICD) dan Job Fair 2025. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, Jumat–Sabtu (8–9/8/2025), di Auditorium Prof. Abdul Kahar Muzakir, Kampus Terpadu UII, dengan menghadirkan 22 booth perusahaan dan sederet pembicara inspiratif dari berbagai bidang.
Direktur DPKA UII, Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H., dalam sambutannya menegaskan bahwa ICD dan Job Fair menjadi agenda tahunan UII yang berperan penting dalam mempersiapkan lulusan menghadapi dunia kerja dan wirausaha.
“Acara ini diselenggarakan rutin setiap tahun yang tujuannya adalah untuk mempersiapkan karir, terutama membekali dan memberikan tips bagaimana mempersiapkan dunia usaha dan dunia industri,” ujar Allan.
Sambutan berikutnya datang dari Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni UII, Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag. Dalam pesannya, ia berharap kegiatan ini menjadi jembatan nyata antara dunia pendidikan dan dunia kerja.
“Semoga acara ini tidak hanya menjadi acara biasa, tetapi mewujudkan sinergi antara dunia pendidikan dan dunia kerja, demi kemajuan bangsa dan negara,” ungkap Rohidin.
Setelah sambutan, prosesi seremonial pembukaan dilakukan dengan pemencetan bel oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni UII sebagai tanda dimulainya rangkaian acara. Suasana kemudian mencair dengan penampilan musik keroncong, menambah nuansa hangat di tengah kemeriahan pembukaan.
ICD dan Job Fair 2025 menyediakan 22 booth perusahaan yang dapat diakses secara langsung oleh mahasiswa maupun alumni. Perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari berbagai sektor industri, mulai dari keuangan, teknologi, manufaktur, hingga industri kreatif. Pengunjung dapat langsung mengajukan lamaran, melakukan konsultasi karier, maupun menjalin jaringan dengan perwakilan perusahaan.
Tak hanya berorientasi pada rekrutmen, acara ini juga dirancang untuk memperluas wawasan peserta tentang dinamika dunia kerja dan peluang usaha. Oleh karena itu, panitia menghadirkan sesi materi dengan pembicara dari latar belakang beragam.
Hari pertama dan kedua ICD dan Job Fair diisi oleh tokoh-tokoh berpengaruh di bidangnya. Beberapa di antaranya adalah:
Kehadiran para pembicara ini diharapkan memberi sudut pandang komprehensif, mulai dari karier profesional, kewirausahaan, hingga peluang pendidikan global.
Selama dua hari, peserta dapat berpindah dari satu booth ke booth lain, mengikuti seminar, dan melakukan sesi networking. Banyak mahasiswa memanfaatkan kesempatan ini untuk menggali informasi rekrutmendan mendapatkan masukan langsung dari praktisi industri.
ICD dan Job Fair 2025 tidak hanya memfasilitasi pertemuan antara pencari kerja dan pemberi kerja, tetapi juga membangun kesadaran bahwa kesiapan mental, keterampilan interpersonal, dan jejaring profesional merupakan faktor penting untuk sukses di dunia kerja.
Kegiatan ini sekaligus menegaskan komitmen UII untuk terus mendukung pengembangan karier mahasiswa dan alumni. Melalui DPKA, universitas menyediakan wadah yang menghubungkan lulusan dengan dunia industri, sekaligus memotivasi mereka untuk menjadi insan mandiri, berdaya saing, dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.
Dengan antusiasme tinggi dari peserta, dukungan penuh dari universitas, serta keterlibatan berbagai pihak, ICD dan Job Fair 2025 diharapkan menjadi langkah nyata UII dalam membekali generasi muda menghadapi tantangan karier dan bisnis di masa depan.(MFPS/AHR/RS)
PPK ORMAWA LDF JAFANA UII Bentuk Komunitas Petani Cabai
Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK ORMAWA) Lembaga Dakwah Fakultas Jamaah Fathan Mubina (LDF JAFANA) UII mengadakan kegiatan Sosialisasi Program Kerjasama tentang Pembentukan Komunitas Petani Cabai Pakembinangun pada Sabtu (09/08) di Aula Kalurahan Pakembinangun. Kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh sejumlah pemangku kepentingan dan para petani cabai berpengalaman yang terlibat dalam upaya penguatan dan pembentukan komunitas di sektor pertanian cabai di Kalurahan Pakembinangun, termasuk dari Tim PPK ORMAWA LDF JAFANA UII, PJ Pemerintah Kalurahan Pakembinangun, dan Direktur Bumdes (Badan Usaha Milik Kalurahan).
Acara sosialisasi dibuka secara simbolis dengan pemotongan pita oleh sejumlah pihak perwakilan yang hadir dari PPK ORMAWA LDF JAFANA UII dan Kalurahan Pakembinangun kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari Ihya Muhammad Salman (Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Program Sarjana Angkatan 2022) sebagai Ketua Tim Pelaksana PPK ORMAWA LDF JAFANA UII mengenai berbagai rencana-rencana kegiatan dari program mereka.
Dalam pemaparannya, Ihya memilih Pakembinangun sebagai lokasi tim PPK ORMAWA LDF JAFANA UII untuk melakukan pendampingan budidaya cabai dan pembentukan komunitasnya karena Pakembinangun memiliki topografi yang subur sehingga dapat mendukung pertanian hortikultura.
“Topografi wilayah Pakembinangun yang terletak di lereng Gunung Merapi menjadi keunggulan tersendiri karena menghasilkan tanah yang subur untuk ditanam tanaman seperti cabai,” ungkap Ihya.
Selain itu, Ihya menyampaikan bahwa Pakembinangun memiliki 86% penduduk dengan usia produktif yang mendukung potensi besar Pakembinangun dalam mengembangkan pertanian cabai sebagai komoditas utama. Ihya juga menyampaikan bahwa akan segera melaksanakan rencana program awal yaitu pembentukan komunitas petani cabai “SRI BINANGUN” yang bergerak dalam pemberdayaan petani, pemetaan kebutuhan, dan pelatihan dasar berkelanjutan.
Lebih lanjut, Joko Winarno selaku PJ Pemerintah Kalurahan Pakembinangun berterimakasih dan mengapresiasi langkah-langkah dari UII dalam menggerakkan mahasiswanya untuk turut serta dalam mengabdi di masyarakat salah satunya dengan pendampingan program pertanian.
“Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada sivitas akademika UII untuk melakukan pendampingan pertanian, ini selaras dengan visi misi pemerintah kabupaten tentang bagaimana memaksimalkan pertanian, itu harus diperhatikan karena kita memiliki keunggulan geografis. Mau tidak mau kita harus mengikuti perkembangan zaman, siapa tahu anak-anak ini bisa menurunkan teknologi bagaimana bertani cabai semakin gampang,” ungkapnya.
Di akhir sesi, Supriyanto, sebagai Direktur Bumdes (Badan Usaha Milik Kalurahan) mewakili petani-petani cabai yang hadir dalam sosialisasi tersebut menambahkan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah melihat dan melakukan survei terlebih dahulu kondisi pertanian cabai di Pakembinangun. Ia juga mengaku petani-petani cabai yang diundang dalam kegiatan sosialisasi ini adalah hasil rekrutmen mereka yang menunjukkan bahwa para petani tersebut memiliki kapabilitas dan kapasitas dalam menyukseskan program sehingga ia berharap program pendampingan ini efektif dan tepat sasaran.
“Sebagai seorang petani kami merasa masalah yang sering dihadapi adalah kurangnya pendampingan. Selain workshop, sebelum itu kita akan melakukan kunjungan agar melihat dimana tempat budidaya cabai dan bagaimana kondisinya,” jelasnya.
Ia juga mengharapkan bahwa program-program yang sudah dibuat dan dijalankan tidak berakhir setelah timeline program pengabdian Tim PPK ORMAWA LDF JAFANA selesai. Ia menyampaikan bahwa pendampingan dari mahasiswa akan selalu dibutuhkan oleh masyarakat karena mahasiswa memiliki intelektualitas yang lebih tinggi sehingga diharapkan program pengembangan lebih cepat dan efektif.
“Membuat program itu gampang, karena ini dari pihak UII kami berharap sebisa mungkin tidak melepaskan. Munculnya lembaga ini, sanggatani SRI BINANGUN akan bermanfaat bagi khalayak luas. Jangan sampai hanya sekali periode program ini berjalan, harapannya berkelanjutan karena program yang dibawakan berpotensi menguatkan SDM dan ekonomi,” harapnya. (AAO/AHR/RS)
Global Leadership Program 2025: Bekal Mahasiswa FH UII Menjadi Pemimpin Dunia
Program Studi Hukum Program Internasional (PSHPI), Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Cilacs Universitas Islam Indonesia menggelar kegiatan Global Leadership Program (GL Pro) 2025 sebagai upaya membekali mahasiswa dengan keterampilan kepemimpinan (leadership), berpikir kritis (critical thinking), dan kemampuan komunikasi (communication skill).
Kegiatan ini diikuti oleh 47 mahasiswa PSHPI FH UII angkatan 2022, 2023, dan 2024, yang saat ini tengah menjalani program English for Academic Presentations (EAP) bersama Cilacs UII.
Kegiatan ini berlangsung selama dua hari Jumat–Sabtu (08-09/08) dengan konsep perpaduan antara pembelajaran di dalam ruangan (indoor learning) dan di luar ruangan (outdoor learning). Pada hari pertama, sesi indoor learning dan kegiatan bonfire digelar di Hotel Griya Persada, Kaliurang, Sleman. Sementara itu, pada hari kedua, kegiatan berlanjut di Ledok Sambi dengan rangkaian outbound yang interaktif. Seluruh peserta tampak antusias mengikuti setiap agenda yang telah dipersiapkan.
Acara resmi dibuka pada Jumat (8/8) pukul 14.00 WIB oleh Sekretaris Program Studi Hukum Program Internasional, Dr. Aroma Elmina Martha, S.H., M.H. Dalam sambutannya, beliau mendorong para peserta untuk mengikuti program ini dengan dengan penuh kesungguhan, karena pengalaman ini akan menjadi bekal soft skills yang sangat berharga bagi masa depan mereka.
Sesi kedua menghadirkan Dr.rer.nat. Dian Sari Utami, S.Psi., M.A. dengan materi berjudul “Strong Minds, Strong Leaders: Navigating Pressure in a Globalized World.” Dalam paparannya, ia mengajak peserta memahami pentingnya ketangguhan mental serta kepemimpinan yang adaptif dalam menghadapi tantangan global.
Kegiatan ini juga mendapat perhatian langsung dari Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana FH UII, yang turut hadir meninjau jalannya acara. Menurut Dodik, acara Global Leadership Program, merupakan program unggulan bagi mahasiswa Program Internasional FH UII. Diharapkan dengan program ini mahasiswa semakin percaya diri untuk menjadi pemimpin dunia di masa yang akan datang. (ANK/AHR/RS)