Jadilah Angsa Hitam, Karena Angsa Putih Terlalu Mainstream

Di Senin pagi yang cerah ini, 13 Agustus 2018, saya merasakan semangat yang luar biasa karena pada pagi ini pula saya dan seluruh sivitas akademika UII akan menyambut dengan sukacita bertambahnya anggota keluarga kami, mahasiswa dan mahasiswi baru program diploma dan sarjana UII tahun akademik 2018/2019. Izinkan saya mengucapkan selamat datang di kampus Universitas Islam Indonesia (UII). Saudara adalah insan ulil albab, manusia dengan akal rangkap, individu dengan potensi lengkap.

Kepada mahasiswa baru UII yang saya banggakan, saat ini, Saudara berada di UII, pionir pendidikan tinggi di negeri ini. UII lahir sekitar 40 hari sebelum kemerdekaan, pada 27 Rajab 1364 atau bertepatan dengan 8 Juli 1945. Pada waktu itu, nama UII adalah Sekolah Tinggi Islam (STI) yang dikedudukan di Gondangdia, Jakarta. UII didirikan oleh para pendiri republik ini, seperti Mohammad Hatta, Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir, K.H. Abdul Wahab, K.H. Wahid Hasyim, K.H. R. Fatchurrahman Kafrawi, K.H. Farid Ma’ruf, K.H. Ahmad Sanusi, K.H. Abdul Halim, dr. Soekiman Wirjosandjojo, Mr. Moeh Room, K.H. Mohammad Adnan, dan K.H. Mas Mansur.

Sebulan setelah kemerdekaan, pada September, Belanda ingin menguasai kembali Indonesia dengan menyusupkan orangnya di antara tentara sekutu. Ketika suasana Jakarta tidak kondusif, ibukota pun pindah ke Yogyakarta, pada 4 Januari 1946. Demikian juga STI.

Dosen UII pada saat itu adalah para pejabat pemerintah pusat. Sebut saja misalnya, Drs. Mohammad Hatta (Ilmu Ekonomi), H. Agus Salim (Sejarah Agama dan Agama Islam), K. H. Mas Mansur (Alquran), H. M. Rasjidi (Pengetahuan Filsafat), Mr. Ali Boediardjo (Kesusilaan), dan Mr. Sutan Takdir Alisyahbana (Bahasa Indonesia).

Ketika ibu kota kembali ke Jakarta, UII tetap berada di Yogyakarta. Pembukaan UII dilaksanakan pada 8 Jumadilawal 1365 atau bertepatan dengan 10 April 1946, di Dalem Pengulon, dan dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, yang pada saat itu menyampaikan pidato berjudul “Sifat Sekolah Tinggi Islam”.

Cerita di atas adalah cuplikan dari fragmen sejarah UII. UII tidak bisa dilepaskan dari negeri ini. Dulu, UII dan negeri ini lahir dari rahim yang sama. Para pendiri bangsa ini adalah pembesut UII. Kini, UII tumbuh berkembang bersama bangsa.

Saudara adalah anak negeri yang beruntung. Saat ini, hanya sekitar 31,5% penduduk seusia Saudara yang dapat menikmati bangku pendidikan tinggi. Bersyukurlah kepada Allah atas kesempatan mewah ini!

Saat ini, Saudara tidak lagi bergelar ‘siswa’, Saudara adalah ‘mahasiswa’, siswa yang maha, siswa yang besar. Saudara mempunyai tanggung jawab besar. Seperti kata Paman Ben Parker, pamannya Spider Man, “with great power comes great responsibility“.

Saudara adalah calon intelektual dan pemimpin masa depan bangsa. Sebagai intelektual, Saudara tidak hanya dituntut menguasai bidang pilihan, tetapi juga sensitif dengan masalah masyarakat dan bangsa. Tangan Saudaralah yang akan ikut mewarnai bangsa ini pada masa depan.

Hari ini adalah momentum awal Saudara, dengan predikat baru, ‘mahasiswa’.  Masa depan yang akan Saudara hadapi akan sangat menantang. Karenanya, persiapkan diri Saudara dengan baik. Kampus ini akan berusaha memberikan yang terbaik. Namun, tanpa peran aktif Saudara, hasilnya tentu tidak akan optimal.

Di UII, Saudara akan belajar disiplin pilihan dan juga agama. Ilmu pengetahuan dan keterampilan yang akan Saudara kuasai harus dibimbing dengan pemahaman agama yang baik. Keduanya saling melengkapi. Kata Einstein, “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu akan lumpuh”. Ini juga yang dipesankan oleh Drs. Mohammad Hatta dalam pidatonya ketika pembukaan UII di Yogyakarta pada 1946. Beliau berpesan:

“… ujud Sekolah Tinggi Islam ialah membentuk ulama’ yang berpengetahuan dalam berpendidikan luas serta mempunyai semangat dinamis. Hanya ulama’ yang seperti itulah yang bisa menjadi pendidikan yang sebenarnya dalam masyarakat. Di Sekolah Tinggi Islam itu akan bertemu agama dengan ilmu dalam suasana kerjasama yang membimbing masyarakat ke dalam kesejahteraan.”

Saudara akan mengikuti beragam aktivitas untuk meningkatkan pemahaman keberagamaan, mulai dari Pendalaman Nilai Dasar Islam (PNDI), pesantrenisasi awal, Asistensi Agama Islam (AAI), Latihan Kepemimpinan Islam Dasar (Menengah dan Lanjut), dan pesantrenisasi akhir sebelum melakukan Kuliah Kerja Nyata. Nikmati setiap momen yang akan Saudara hadapi.

Nilai-nilai Islam adalah akar UII. Akar ini haruslah menghujam dalam, supaya cabangnya kuat, dan buahnya lebat.

Sebagai penuntut ilmu, Saudara adalah para mujahid, Saudara berada di jalan Allah sampai Saudara selesai.

Selama kuliah di UII, Saudara akan mempunyai waktu yang cukup untuk mengasah diri. Tiga sampai empat tahun memang waktu yang sangat pendek untuk menuntut ilmu, tetapi waktu yang sangat panjang untuk disia-siakan. Karenanya, mulai hari ini, jadikan pembelajar sejati yang pandai mengelola waktu dan diri.

Menjadi serupa dengan yang lain, tidak akan menjadikan Saudara menonjol dan menjadi pemenang. Ketika kawan Saudara, setiap hari meluangkan 30 menit membaca, Saudara tidak akan mengungguli pengetahuannya dengan menjalankan hal yang sama. Jadilah angsa hitam, karena angsa putih terlalu mainstream.

Mari kita putar ulang kisah Nabi Muhammad ketika muda, seusia Saudara. Muhammad pada umur belasan tahun adalah seorang gembala kambing. Beliau menggembalakan kambing keluarga dan penduduk Mekah. Setelah menjadi Nabi, beliau pernah berkata, “Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing. Musa diutus, dia gembala kambing; Daud diutus, dia gembala kambing; Aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad.”

Pada masa itu, pemuda Mekah seusia beliau senang menggunakan waktu untuk bermain-main. Muhammad muda, pun pernah tergoda. Suatu hari beliau meminta kawan gembalanya untuk menjaga kambing, karena ingin turun ke Mekah. Sesampai di pinggiran Mekah, beliau tertarik dengan sebuah pesta pernikahan dan beliaupun hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba beliau tertidur.

Pada malam berikutnya, beliau datang lagi ke Mekah dengan maksud yang sama. Terdengar oleh beliau musik yang indah, seolah turun dari langit. Beliau duduk mendengarkan. Lalu, tertidur lagi sampai pagi. Karena kehendak Allah, Nabi Muhammad terhindar dari cacat, ma’shum.

Ketika menjadi gembala inilah, Muhammad muda menjadi pemikir yang andal. Beliau mengalami fase kehidupan yang berbeda dengan yang sebagian besar orang. Mulai ditinggal ayahnya ketika belum lahir, ditinggal ibunya ketika masih kecil, dan kemudian kakeknya.

Bentangan gurun yang luas, udara bebas di siang hari, kemilau bintang di malam hari, adalah suasana yang serasi untuk merenung dan berpikir. Muhammad muda menikmati masa itu dan bahagia. Muhammad Husain Haekal dalam buku Sejarah Hidup Muhammad melukiskan dengan indah, bahwa Muhammad muda adalah “gembala pemikir, yang telah menggabungkan alam ke dalam dirinya dan telah pula berada dalam pelukan kalbu alam”.

Singkatnya, Nabi Muhammad, tidak seperti pemuda-pemuda Mekah pada saat itu. Beliau adalah manusia anti mainstream.

Karenanya, teladanilah Nabi Muhammad, baik ketika muda, maupun setelah menjadi nabi. Beliau adalah teladan terbaik umat.

Jadilah pemikir mandiri. Dekatkan diri pada lingkungan yang sehat. Jangan mudah tergoda dengan pergaulan yang tidak sehat.

Selama di UII, Saudara akan mempunyai banyak pilihan aktivitas selain di kelas dan laboratorium. Saudara hanya perlu mengidentifikasi minat Saudara, mulai dari olahraga, penelitian, dan pengembangan diri lainnya. Banyak sekali unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang siap menyambut Saudara dengan suka cita.

Juga, luangkan waktu untuk belajar berorganisasi. Di sini, Saudara akan belajar banyak hal: bersosialisasi, berkomunikasi, manajemen waktu, manajemen konflik, strategi, ketahanan, hanya untuk menyebut beberapa. Organisasi adalah simulasi dunia nyata. Softskill Saudara akan terasah di sana.

Jika ini dilakukan dengan serius, Saudara sudah pada jalur yang tepat untuk bermetamorfosis menjadi insan ulil albab.

Tiga atau empat tahun lagi, saya ingin melepas Saudara dalam acara wisuda yang mengantarkan Saudara ke dunia nyata. Saudara akan menjadi duta rahmatan lil alamin, wakil UII di masyarakat yang siap menyebar manfaat dan menghadirkan dampak.

Mulai saat ini, mari luruskan niat. Saya yakin, dengan niat yang lurus, semua ikhtiar Saudara akan dimudahkan Allah subhanahu wata’ala. Jangan lupa, selalu minta doa dari orang tua, wali atau guru-guru Saudara. Doa mereka akan menjadi penerang jalan dan pembuka pintu kemudahan ketika Saudara menuntut ilmu.

Pada tahun ini, lebih dari 26.000 anak negeri ingin studi di UII, namun kami harus memohon maaf, karena hanya sekitar 5.000 yang terlayani. Insya Allah kami akan melakukan yang terbaik untuk amanah ini. Pada bulan kemerdekaan Indonesia ini, kami memanjatkan rasa syukur dan mengucapkan terima kasih atas kepercayaan bangsa ini kepada Universitas Islam Indonesia. Semoga Allah Swt. meridai UII.