Keluarga Menjadi Sekolah Utama Bagi Setiap Anak

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D, membuka Sekolah Online Ketahanan Keluarga (SEKOLA) pada Selasa malam (24/11). Acara yang diisi dengan studium generale Ketahanan Keluarga untuk Peradaban Rahmatan Lil Alamin ini menghadirkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K).

Prof. Fathul Wahid dalam sambutannya menuturkan bahwa keluarga menjadi sekolah utama setiap anak, bapak ibu adalah guru mulia, saudara adalah kelompok pendukung, sehingga keluarga menjadi tempat tumbuh anak agar siap menghadapi dunia di luar rumah. Menjaga kualitas keluarga sangat penting agar memunculkan bibit-bibit terbaik. Pertanyaannya apakah mudah menciptakannya?

Fathul Wahid menjelaskan bahwa tidak selalu mudah, namun yang terpenting ikhtiar harus selalu dilakukan. “Terdapat delapan kiat untuk menjaga ketahanan keluarga yang mudah diucapkan namun tidak selalu mudah dilakukan. Kedelapan itu adalah kelola emosi, eratkan hubungan, luruskan niat, upayakan moderasi, atur stres, rayakan kebersamaan, gaungkan pesan positif, dan asah kepercayaan. Yang kalau disingkat menjadi KELUARGA,” sebut Fathul Wahid.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menjelaskan keluarga merupaka unit analisis terkecil untuk melakukan diagnosis permasalahan. Akhir-akhir ini, masalah keluarga menjadi satu tantangan bahwa dimana penceraian meningkat dalam dua tahun terakhir. “Tercatat 70% perempuan meuntut perceraian dengan berbagai alasan,” sebutnya.

Terlepas dari perceraian yang terus meningkat, angka pernikahan di Indonesia juga terus meningkat dimana satu tahunnya mencapai dua juta lebih. Hasto Wardoyo berpendapat bahwa membangun keluarga baru sama saja dengan membangun lingkungan penduduk baru ke depannya. Jika dari keluarga dididik baik maka dimungkinkan muncul kependudukan yang baik pula.

Meski demikian, nyatanya di lingkungan keluarga muncul istilah toxic people atau toxic relationship yang dapat mendatangkan kericuhan keluarga. Penyebab toxic tentu sangat beragam, meski demikian harus segera dikendalikan. “Laki-laki sebagai tangan utama. Laki-laki harus bisa menjadi contoh dan pemimpin di keluarga dan masa depan,” terangnya.

Hasto Wardoyo menyatakan bahwa keluarga memiliki delapan kiat untuk menjaga ketahanan keluarga. Selain itu terdapat pula delapan fungsi keluarga yang tercatat dalam UU Nomor 1992, yakni agama, budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi, ekonomi, dan lingkungan. Dari ke delapan tersebut dapat diringkas menjadi tiga fungsi, yakni asah, asih, dan asuh. Asah berarti dalam hal agama, berbudaya ilmu, bersosialisasi, bertolerasi, dan peduli lingkungan. Asih berarti memberikan cinta kasih dan reproduksi. Terakhir, asuh berarti bisa mengasihi, memberi rejeki, perlindungan, penyediaan baju, rumah, dan makan.

Lebih lanjut, Hasto Wardoyo menyebut bahwa saat ini dunia didominasi oleh generasi millenial, sehingga informasi dan ilmu-ilmu persiapan membangun keluarga harus disesuaikan dengan zaman millenial. Untuk itu penting dilakukan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja di sekolah.

Penambahan darah bagi penderita anemia sebelum melakukan pernikahan penting dilakukan karena dapat menentukan kualitas janin kelak. Fungsi reproduksi dalam pernikahan menjadi hal yang sangat sentral dan mempengaruhi kualitas kelahiran. Hasto Wardoyo menegaskan bahwa minimal pernikahan bagi seorang perempuan di usia 21 tahun dan pria di usia 25 tahun. “Yang belum banyak diketahui orang bahwa sebenarnya anak kualitas anak perempuan itu tergantung juga dengan neneknya atau ibu dari ibunya,” ujarnya.

Sementara menurut Kepala Pusat Studi Gender UII, Dr. Dra. Trias Setiawati, M.Si. SEKOLA merupakan bentuk pemberdayaan akan keprihatinan terhadap runtuhnya janji suci pernikahan seperti perceraian, pernikahan di bawah umur, kekerasan keluarga, keluarga jarak jauh, dan sebagainya. Ke depan agenda SEKOLA akan dilaksankan lima kali sejak 27 November hingga 22 Desember 2020 setiap Jumat malam pukul 19.30 hingga 22.00 WIB.

Dalam setiap sesinya akan diisi oleh dua pemateri. “Kami mengusung SEKOLA online agar ketahanan keluarga menjadi kuat. Semoga ini menjadi kekayaan UII, sehingga UII memiliki kekuatan dalam membantu ketahanan keluarga,” ujar Trias Setiawati.

Sekolah Online Ketahanan Keluarga (SEKOLA) sendiri merupakan bentuk kerjasama antara Pusat Studi Gender UII, Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam UII, Program Doktoral Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam UII, Jurusan Hukum Fakultas Hukum UII, dan Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII. (SF/RS)