,

Kemiskinan dan Lingkungan Permisif Bisa Dorong Remaja Terlibat Prostitusi

Komunitas Mahasiswa Psychology Study Club (PSC) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar diskusi umum yang bertajuk “Isu Prostitusi di Kalangan Individu yang Berpendidikan” pada Sabtu (14/10) bertempat di Auditorium Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) UII. Acara ini merupakan hasil kerjasama PSC UII dengan Himpunan Mahasiswa Magister Psikologi Profesi (HIMAPRO) UII.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan membentuk forum diskusi sejumlah 12 panel yang diikuti oleh para peserta. Acara diskusi tersebut dipandu oleh Tri Himawan Sutanto, S.Psi yang juga merupakan Ketua HIMAPRO.

M. Novvaliant Filsuf Tasaufi. S. Psi., M. Psi., selaku pembicara menilai bahwa diskusi yang mengangkat isu prostitusi adalah hal yang menarik meski sering dianggap tabu. Ia juga menilai, isu prostitusi masih dianggap suatu aib di beberapa negara. Kemudian ia menjelaskan mengenai arti prostitusi yaitu pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan.

Selanjutnya, psikolog yang ahli dalam bidang psikologi klinis tersebut memaparkan bahwa motif seseorang tergabung dalam prostitusi beragam. Ada yang berawal dari dorongan ekonomi, varian dan modeling contohnya adalah orang tua yang merupakan Pekerja Seks Komersial (PSK), materialisme dan lingkungan permisif.

“Sebenarnya kebutuhan akan seksualitas seseorang adalah hal yang mendasar dari kehidupan di mana seseorang itu memiliki derajat yang berbeda-beda” katanya.

Ia kembali menjelaskan bahwa prostitusi memiliki karakter tantangan yang adiktif sehingga ada risiko ketika seseorang tidak melakukan lagi hal tersebut. Ia juga berbagi mengenai tugas perkembangan remaja agar terhindar dari prostitusi.

“Menerima kondisi fisik, memperoleh hubungan yang lebih matang dengan usia sebaya, menerima kondisi dan belajar hidup sesuai jenis kelamin, mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua, mulai membangun kemandirian dalam hal ekonomi, dan memperoleh nilai-nilai dan falsafah dalam hidup adalah kuncinya”, tegasnya.

Sementara, Thobagus Muhammad Nu’man, S. Psi., MA. S.Psi., Psikolog yang merupakan pembicara kedua menjelaskan bahwa faktor ekonomi adalah faktor paling dominan mengapa orang terjerumus ke dalam prostitusi untuk memenuhi kebutuhannya. Faktor lain dapat berupa paksaan dan penganiayaan orang tua, narkoba, kecemburuan sosial atau faktor mencari kesenangan. Apalagi wanita yang mudah masuk dalam prostitusi dianggap sebagai faktor penarik sedangkan kemiskinan merupakan faktor pendukung.

“Kemudian Prostitusi yang dilakukan oleh mahasiswa masih dianggap memiliki nilai tinggi dimana status mahasiswa tersebut menunjukkan adanya tantangan. Hal itu berbeda dan dianggap biasa jika dilakukan di tempat lokalisasi. Sehingga memiliki nilai tawar yang tinggi’’. Tambahnya. Ia berharap dari diskusi tersebut dapat memperdalam analisa dalam memandang suatu fenomena hingga mendapatkan jawaban pasti.

“Namun, jika hal itu terjadi terhadap mahasiswa yang notabenenya adalah laki-laki maka kita coba cari tahu melalui dinamika psiokologi, kenapa bisa sampai terjun ke prostitusi, ketika sudah masuk, apa yang terjadi, termasuk dalam titik dimana mereka ingin keluar dari dunia itu.” Ujarnya. (MNA)