Ketika Ibnu Sina Gagal Paham

Kita mengenal Ibnu Sina sebagai Bapak Kedokteran Modern. Bukunya yang berjudul The Canon of Medicine (Al-Qanun fi At-Thibb) menjadi buku teks utama di bidang kedokteran di seantero Eropa sampai abad ke-18. Tidak banyak yang tahu, kalau Ibnu Sina adalah pribadi yang haus ilmu dan pembelajar mandiri yang luar biasa. Pada umum 10 tahun, dia sudah hafal Al-Qur’an.

Ibnu Sina banyak membaca literatur Yunani seperti Organon, karya Aristoteles yang membahas logika, Elements karya Euclid yang berisi matematika, dan Almagest besutan Ptolomeus yang mendiskusikan astronomi dengan pendekatan matematis.

Ayahnya, yang seorang pejabat di Bukhara (Iran pada saat itu, Uzbekistn saat ini), meminta Abu Abdallah An-Natili, seorang ahli filsafat, untuk menjadi guru privat Ibnu Sina.Tapi, Ibnu Sina sering meneruskan belajar sendiri, karena An-Natili kewalahan.

Sampai pada suatu saat, ada sebuah buku yang sulit dipahami olehnya: Metaphysics karya besar Aristoteles, seperti judulnya, tentang metafisika. Ibnu Sina sudah mengulangnya 40 kali, sampai agak hafal, tetapi tetap tidak paham.

Suatu sore ketika berjalan di pojok kota, Ibnu Sina menemukan orang yang menjual buku. Awalnya dia tidak tertarik, sampai penjualnya mengatakan, yang mempunyai buku membutuhkan uang dan bukunya dijual murah. Buku itu pun akhirnya dibeli oleh Ibnu Sina seharga tiga dirham. Ternyata buku tersebut adalah karya Ibnu Nasr Al-Farabi yang berjudul On the Purpose of the Metaphysics, yang berisi telaah kritis atas buku Aristoteles.

Ibnu Sina bergegas pulang ke rumah dan segera membacanya. Akhirnya, Ibnu Sina merasa paham metafisika. Apa dilakukannya kemudian? Dia memberikan sedekah yang sangat banyak kepada fakir miskin sebagai ungkapan syukur karena memahami metafisika.

Kisah ini nampaknya menjadi ilustrasi atas doa kita setiap hari, “Rabbi zidni ilman warzuqni fahman”, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu bagiku dan berilah aku kepahaman”. Membaca buku sampai habis tidak memastikan pembacanya paham.

Ibnu Sina adalah pecinta ilmu sejati dan mensyukuri nikmat kepahaman atas ilmu. Ibnu Sina berumur 57 tahun ketika wafat dan menghasilkan 450 buku di bidang filsafat, kedokteran, metafisika, dan etika.

Dikisahkan oleh Rektor dalam menyambut doktor baru Universitas Islam Indonesia pada 30 Desember 2019.