,

Memahami Islam dengan Holistik

Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Takmir Masjid Ulil Albab UII mengadakan diskusi civitas akademika bertema “Generasi Muda dan Problem Worldview”. Diskusi kali ini mengundang Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, M.A. Ed, M.Phil yang dimoderatori Herman Felani, S.S., M.A. Diskusi berlangsung di Masjid Ulil Albab UII pada Kamis (16/5).

Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi menyinggung cara pandang generasi muda saat ini yang cenderung salah mempersepsikan Islam dan Ilmu pengetahuan. Menurutnya, Islam datang untuk membimbing iman, dan iman itu harus sungguh-sungguh berasal dari perasaan seseorang. “Ketika seseorang tidak bisa sungguh-sungguh dalam perasaanya maka yang dia lakukan akan sia-sia. Karena meskipun ada seseorang yang rajin beribadah namun tidak sungguh-sungguh maka tidak akan masuk nilai-nilai Islam dalam dirinya”, ujarnya.

Ia menambahkan Islam hadir untuk memberi penerangan dan aturan sehingga tidak ada aturan dalam Islam yang sedikitpun mendatangkan kebingungan atau kesalahan. “Karena pada dasarnya Islam mengatur tanpa mempersulit umat manusia. Hanya saja umat manusialah yang mempersulit aturan dalam Islam”, pesannya.

Ia pun mencontohkan pemisahan Islam dari politik, yang sejatinya Islam juga mengajarkan politik. “Jadi memisahkan Islam dan sesuatu hal, maka ada yang telah salah dalam hal tersebut, termasuk politik, dan juga anggapan-anggapan lainnya maka datanglah Islam untuk membenarkan. Karena jika kita sudah tidak berpegang teguh pada perasaan yang mengikuti iman, maka kita sudah menjadi Islam yang sekuler. Padahal sebenarnya Islam ada pada setiap sendi kehidupan kita ini”, tuturnya.

Untuk itu ia mengajak umat Muslim melihat dan memahami Islam secara holistik. Islam memiliki dimensi lahir dan juga bathin dalam menyikapi berbagai fenomena di kehidupan ini. “Namun pada saat ini banyak yang menanggapi tentang iman itu hanya sabatas pengertian saja. Menjalankan rukun Islam juga saat ini banyak yang hanya sebatas pengertian saja. Hanya sebatas sholat, haji, umrah tapi tidak mengambil esensi apa yang ada dalam kegiatan itu. Untuk itu mendalami itu kita semau harus melihat kewajiban kita masing-masing, karena setiap orang memiliki fardhu ain-nya masing-masing. Ketika kita sudah mendalami masing-masing fardhu ain kita maka pikiran kita juga akan dibimbing ke arah yang lebih baik”, pungkasnya.

Salah seorang mahasiswa peserta, Muhammad Rafi Fakhriananda dari FH UII, mengaku senang bisa bertemu pemateri yang juga diidolakannya. Ia merasa mendapat pelajaran penting bahwa kehidupan tanpa pandangan hidup adalah kehidupan tanpa makna dan Islam-lah satu-satunya pandangan hidup yang ideal bagi setiap manusia.

“Semoga dalam diskusi civitas akademika ini kita sebagai mahasiswa tahu, bahwa apa-apa saja yang perlu kita lakukan dan yang tidak baik kita lakukan. Sehingga cita-cita para pendahulu UII untuk bisa melahirkan cendekiawan-cendekiawan muslim itu bisa tercapai”, imbuhnya. (GT/ESP)