Membedah Undang-undang Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Kefarmasian

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia (FMIPA UII), menyelenggarakan seminar nasional dan Family Gathering dalam rangka Lustrum V Farmasi UII. Acara bertemakan “Kupas Tuntas Dampak Undang-Undang Kesehatan terhadap Praktik Kefarmasian”, digelar pada Sabtu (14/10) di Ruang Teatrikal Lt. 2 Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. Sardjito UII.

Hadir sebagai narasumber, Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Emanuel Melkiades Laka Lena, S.Si., serta 2 alumni Farmasi UII, apt. Sudarsono. M.Sc., dan apt. Lintang Purba Jaya. M.Si., Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM) di Semarang. Turut hadir untuk membuka sekaligus memberikan sambutan, Prof. Dr. apt. Yandi Syukri, M.Si.

Pencapaian Farmasi UII saat ini disebut Prof. Dr. apt. Yandi Syukri sebagai buah dari usaha selama bertahun-tahun. “Dalam 25 tahun, ini adalah topik yang kita angkat, bagaimana memantapkan Farmasi UII sebagai rujukan nasional dan bertaraf internasional, ini adalah mimpi yang kita rancang, yang kita desain sejak 20 tahun yang lalu,” sebut Prof. Dr. apt. Yandi Syukri dalam sambutannya.

Prof. Dr. apt. Yandi Syukri menegaskan, perkembangan Farmasi UII sejatinya harus menjadi motivasi untuk mahasiswa dalam mengembangkan karakter yang kuat. “Tujuan pendidikan itu adalah melatih, mengasah karakter, kalau kampus gagal melatih karakter, percuma, tidak akan tercapai tujuan pendidikan, setelah melatih karakter, berilah ilmu farmasi itu. Tetapi jangan lupa melatih karakter yang nanti diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan, karena tujuan pendidikan nasional itu karakter dulu baru diberikan ilmu pengetahuan, dan terakhir menghasilkan mahasiswa yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis,” tegasnya.

Prof. Dr. apt. Yandi Syukri memberikan beberapa tips bagi generasi penerus bangsa agar dapat meraih kesuksesan. “Kunci sukses yang pertama adalah kejujuran, kalau kampus pendidikan gagal melatih kejujuran, tidak usahlah berfikir menjadi bangsa yang maju. Kedua adalah disiplin, kalau kampus gagal melatih kedisiplinan, masih memberikan toleransi tidak usahlah berbicara tentang kemajuan,”

Sementara itu, Emanuel Melkiades Laka Lena menuturkan bahwa Omnibus Law UU kesehatan telah resmi disahkan dalam rangka memudahkan pengadaan infrastruktur kesehatan. “Tanggal 11 Juli 2023 lalu, DPR RI sudah mengesahkan RUU Kesehatan, ini sudah diputuskan undang-undang. Sebulan kemudian pak presiden sudah menandatangani,” tuturnya.

Selain itu, Emanuel Melkiades Laka Lena menjelaskan bahwa sektor farmasi mendapatkan dampak yang cukup positif dari adanya undang-undang kesehatan yang baru ini. “Terkait dengan visi undang-undang kesehatan ini, kita informasikan bahwa dari paradigma lama kuratif menjadi pragmatis, kemudian akses badan kesehatan kita pastikan akan lebih mudah, kemudian juga ketersediaan farmasi dalam pelayanan kesehatan kita juga dorong agar melalui undang-undang ini. Ke depan kita menunjuk pada kemandirian sektor farmasi,” jelasnya menegaskan.

Ia menambahkan. “Dipastikan juga ada pemerataan kesehatan di seluruh tanah air, kemudian penyederhanaan izin praktik tenaga kesehatan,” imbuhnya.

Turut memberikan paparan, apt. Sudarsono memberikan pernyataan bahwa gelar sebagai apoteker adalah sebuah identitas yang perlu dijadikan professional branding. “Istilah itu sangat penting sekali (keapotekeran), jadi ini adalah bagian dari professional branding, reposisi professional branding, salah satu yang kecil dengan mengubah istilah, jadi kita mengkondisikan bahwa kita apoteker, ke mana-mana itu kita harus membawa identitas kita sebagai apoteker,” paparnya.

Melanjutkan pernyataan sebelumnya, apt. Lintang Purba Jaya menyebutkan beberapa tantangan bagi para apoteker di era saat ini. “Undang-undang ini adalah salah satu peningkatan dari omnibus law, jadi tantangan apoteker ada 4 tantangan terbesar yang perlu kita lihat ke depan. Salah satunya yang pertama adalah penggunaan teknologi informasi, yang kedua adalah adanya keterbatasan pasar bahwa apoteker sudah jelas media Indonesia pasarnya kelihatan ke mana, kemudian yang ketiga adalah selalu melakukan perubahan regulasi, karena regulasi ini selalu mengikuti apa yang baru, baik diluar maupun didalam,” sebut apt. Lintang Purba Jaya.

Terakhir, apt. Lintang Purba Jaya memberikan klaim bahwa undang-undang yang ada saat ini memberikan banyak keuntungan di sektor farmasi. “Secara umum, dengan adanya undang-undang ini sebetulnya memuliakan apoteker karena berisi tentang pengawasan, dan terkait dengan sanksi pidana bahwa menjual obat keras sekarang sudah ada sanksi pidananya 4 tahun dan denda 200 juta. Apabila ditemukan obat keras maka naik menjadi 5 tahun kurungan, ini artinya membatasi penjualan obat-obat keras,” pungkasnya. (JR/RS)