,

Menciptakan Konsep Bangunan yang Nyaman dan Menarik

Seorang arsitek tidak hanya dituntut untuk menciptakan desain bangunan yang bagus namun juga mampu menghadirkan konsep bangunan yang membuat nyaman dan menarik minat calon penggunanya. Oleh karenanya, seorang arsitek dituntut untuk membuat sebuah bangunan dengan menghadirkan konsep performative aesthetics, notion of play dan multi programmatic space dalam merancang sebuah bangunan.

Hal tersebut disampaikan Daliana Suryawinata B.Sc, M. Arch, IAI, Co-Founder SHAU Architect dalam webinar Architect Talk Series ke 15 yang diselenggarakan oleh Program Profesi Arsitek Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (FTSP UII) pada Jumat (29/1).

Menurut Daliana, performative aesthetics merupakan sebuah konsep yang mampu menghadirkan nilai estetika dan memberikan kesan layak huni dalam sebuah rancangan bangunan. Untuk ukuran sebuah rumah, konsep tersebit harus diiringi dengan notion of play yang mampu memastikan bahwa calon penghuni akan merasa nyaman dengan memberikan value lebih dan menghadirkan sense of belonging yang kuat.

Berbicara mengenai bangunan yang di desain sebagai tempat umum seperti alun-alun maupun ruang terbuka di sebuah kota, Daliana merokemendasikan agar bangunan tersebut di desain dengan mengutamakan konsep multi programmatic space yang membuat semua orang bisa menggunakan tempat maupun fasilitas yang ada berdasarkan imajinasi dan keinginan masing-masing.

Sebagai contoh, Taman Film di kota Bandung yang bisa digunakan sebagai salah satu tempat pemutaran film selama Festival Film Bandung berlangsung dan juga digunakan sebagai tempat untuk menghabiskan waktu warga kota Bandung di hari normal. Selain itu, tempat duduk di alun-alun Cicendo berupa kursi dengan space kosong di bagian bawah membuat kursi tersebut terlihat seperti terowongan tempat bermain anak-anak di sore hari.

Selain itu, perempuan lulusan Berlage Institute jurusan Arsitektur dan Urban ini mengatakan bahwa desain ruang terbuka kota juga harus diikuti dengan prinsip Eco dan Socio-Friendly. Socio Friendly memiliki prinsip yang hampir sama dengan multi programming space yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menggunakan ruang terbuka berdasarkan kebutuhan masing-masing. Eco-Friendly adalah prinsip untuk meminimalisir dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat pembangunan sebuah ruang terbuka sehingga tempat tersebut bisa digunakan secara berkelanjutan untuk jangka waktu yang lama. Ia juga menegaskan bahwa SHAU selalu menerapkan 2 prinsip tersebut dalam setiap proyek yang mereka garap.

Daliana menegaskan bahwa tantangan utama yang dihadapi seorang Arsitek adalah adalah tidak bisa memuaskan dan mengakomodasi keinginan setiap orang. Sehingga hal ini harus diatasi dengan melakukan riset lapangan dan wawancara untuk mengetahui keinginan user. “Dalam melakukan order dan proyek dari Pemerintah kita sering dituntut cepat sehingga kita harus melakukan riset secepat mungkin untuk mengetahui keinginan khalayak umum,” ujar Daliana.

Ia juga menekankan penting nya seorang Arsitek membuka firma sendiri agar projek yang dilaksanakan bisa sesuai keinginan sendiri. “Namun, bekerja di sebuah firma juga penting untuk mengambil bekal ketika nanti membuka firma sendiri,” terang Daliana.

Dalam kesempatan ini, turut hadir Ahmad Saifudin Mutaqi, M.T, IAI, AA selaku kepala Program Profesi Arsitek UII. Dalam sambutannya ia menyampaikan bahwa setiap mahasiswa Pendidikan Profesi Arsitek dituntut untuk memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik dalam rangka menyambut kerja sama dengan Architectural Education (ACAE) yang memberikan kesempatan setiap mahasiswa untuk magang dan mengikuti program mentorship dari arsitek-arsitek di luar negeri yang tersebar di 21 negara.

Sementara Baritoadi Buldan Rayaganda Rito, R. R, MA, IAI yang memaparkan mengenai materi kurikulum akademik program profesi menyampaikan bahwa lulusan program profesi Arsitek UII juga diharapkan menjadi pribadi yang memiliki nilai keislaman dan memiliki peran dalam usaha pembentukan masyarakat madani. (AP/RS)