,

Prof. Sardjito Diusulkan Sebagai Pahlawan Nasional

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Periode 1964-1970, Prof. Dr. dr. M. Sardjito, MD., MPH. diusulkan sebagai pahlawan nasional atas dasar berbagai kontribusinya bagi bangsa dan Negara. UII turut serta dalam pengusulan ini bersama Universitas Gadjah Mada (UGM), Palang Merah Idonesia (PMI) dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.

Sebagai tahapan pengusulan, digelar seminar regional bertajuk Ilmuan Pejuang, Pejuang Ilmuan: Peran Prof. Sardjito dalam Revolusi Fisik Kemerdekaan RI, bertempat di Gedung Pusat UGM, Bulaksumur, Kamis (25/1). Hadir sebagai pembicara diantaranya Rektor UII, Nandang Sutrisno, SH., LLM., MHum., PhD., Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., Ketua PMI Yogyakarta, Drs. GBPH Prabukusumo, Psi. dan Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Dr. dr. Darwinto SH., Sp.B (K)Onk. Penyelenggaraan seminar regional ini juga akan dilanjutkan dengan seminar nasional di Jakarta pada 27 Februari 2018 mendatang.

Tidak dapat dipungkiri, sosok Prof. Sardjito dikenal telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam sejarah perkembangan Republik Indonesia. Kontribusi Prof. Sardjito terhadap bangsa Indonesia beberapa diantaranya yakni pada bidang kesehatan, perjuangan kemerdekaan, bidang kemanusiaan, sandi negara, hingga pada bidang pendidikan.

Menurut Nandang Sutrisno saat memaparkan materinya, Prof. Sardjito sangat layak diberikan gelar sebagai Pahlawan Nasional Indonesia karena kontribusinya tidak hanya dibidang kesehatan dan kemanusiaan, namun juga dibidang pendidikan. Rektor ke-3 UII ini menurut Nandang Sutrisno memiliki hubungan yang sangat erat dengan sejarah pendidikan perguruan tinggi di Indonesia, tidak hanya dengan UII tetapi juga beberapa perguruan tinggi lainnya.

“Di bawah kepemimpinan Prof. Sardjito, UII betul-betul berkembang dan meluaskan sayapnya. Fakultas yang dimiliki UII tersebar di berbagai daerah dan tidak hanya di Yogyakarta,” ujarnya.

Nandang Sutrisno menambahkan, pada 3 Desember 1968, Kepala Biro Perguruan Tinggi Swasta dan Kedinasan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi mengelkuarkan SK yang mengatur setiap kelas cabang atau kelas paralel universitas harus memiliki status sendiri. Dengan demikian, beberapa fakultas UII yang tersebar diberbagai daerah kemudian berdiri sendiri.

Nandang Sutrisno memaparkan, beberapa fakultas UII selanjutnya ada yang menjadi Perguruan Tinggi baru seperti Universitas Islam Gorontalo yang juga merupakan cikal bakal beridirnya IAIN Sultan Amai Gorontalo. Ada pula fakultas UII yang bergabung dengan fakultas sejenis di daerah masing-masing seperti Fakultas Kedokteran UII di Purwokerto yang melebur dengan Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Kedokteran UII Surakarta yang melebur dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

“Bagaimanapun, UII di bawah kepemimpinan Prof. Sardjito tidak hanya mengembangkan pendidikan dan keilmuan tidak hanya di lingkungan Universitas Islam Indonesia saja, namun juga menjadi bagian di dalam sejarah sejumlah kampus yang ada di berbagai daerah di Indonesia,” ungkapnya

Nandang Sutrisno menegaskan, pendirian berbagai cabang di bawah kepemimpinan Prof. Sardjito menekankan peran penting yang dilakukannya dan berpengaruh hingga saat ini. Dibukanya cabang-cabang UII di berbagai daerah di bawah kepemimpinan Prof. Sardjito  menjadi bukti dan jejak penting yang akan selalu terekam dalam sejarah tentang betapa penting kepahlawananannya dalam bidang pendidikan.

Nandang Sutrisno menambahkan, kepemimpinan Prof. Sardjito dalam memajukan UII hingga menjadi salah satu universitas terbaik di Indonesia dilakukan dengan watak beliau yang berdedikasi tinggi, jujur, terbuka dan selalu bekerja keras tanpa pamrih. Prof Sardjito tidak pernah mau digaji oleh UII, selalu menolak uang sidang atau uang gaji yang diberikan UII.

“Beliau mempunyai semboyan door het geven wordt men rijk yang berarti dengan memberi kita akan menjadi kaya,” ungkap Nandang Sutrisno. (MHH/RS)