,

Ragam Perspektif Terhadap Covid-19

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Semakin melonjaknya angka peningkatan kasus Covid-19 yang kini mencapai 39.294, dimana kasus terkonfirmasi per 15 Juni 2020 dengan penambahan kasus sebesar 1.017 orang, Indonesia harus bersiap menghadapi new normal. Menyikapi hal tersebut Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Mini Symposium Series ke-5 dengan tema Menyikapi dari Banyak Disiplin Ilmu Tentang Pandemi Covid-19, pada Senin (15/6) yang digelar secara virtual.

Mini symposium kali ini menghadirkan dr. Wijanarto dari RS Pura Raharja Medika Kulon Progo dengan paparan materi mengenai Kesiaagaan Penanganan Kasus di UGD Menuju Isu New Normal. Sementara dua narasumber lainnya yakni dr. Try Nirmala Sari Sp.PD., dari RSI Hidayatullah Yogyakarta memaparkan materi berjudul Problematika Penilaian Awal Penegakkan Diagnosis Covid-19, serta dr. Saqib Nahdi, Sp.B. dari RSUD Soehadi P Kabupaten Sragen mengangkat materi Manajemen Perioperatif pada Masa Pandemi Covid-19.

dr. Wijanarto yang dalam symposium ini juga bertindak sebagai moderator mengatakan bahwa fokus UGD terdapat di tiga aspek yakni identifikasi yang harus dilakukan secara hati-hati dan teliti, isolasi dimana pasien harus dipisahkan dari pasien lainnya sejak dari triase pertama, dan memberikan informasi ke petugas Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan badan penanggulangan.

Dalam menghadapi new normal UGD membutuhkan manajemen terutama dari Emergency Medical Service yang berguna untuk persiapan APD sebelum pasien datang serta adanya konfirmasi apakah ada tempat atau tidak, Emergency Department Setting dimana pasien harus di pisahkan, dan idelanya pasien yang masuk kedalam UGD harus menggunakan masker, Airway Management dan Treatment yang bersifat suportif.

dr. Nirmala Sari menjelaskan tatalaksana yang direkomendasikan yaitui pasien di rawat di rumah sakit, terapi yang diberikan bersifat suportif dengan pemberian O2, pada pasien dengan infeksi berat dan gagal nafas akan dirawat di ICU untuk mendapatkan bantuan ventilator mekanik.

“Untuk terapi dini dan pemantauan yang pertama itu berikan terapi suplementasi oksigen pada pasien ISPA berat dan distress pernafasan, hipoksemia atau syok, gunakan managemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA berat tanpa syok, pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi dimana pada kasus sepsis (termasuk pengawasan Covid-19) berikan antibiotic empiric yang tepat secepatnya dalam waktu satu jam, jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk pengobatan pneumonia viral atau ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat alasan lain,” paparnya.

Lebih lanjut dr. Saqib Nahdi menjelaskan mengenai bagaimana cara penentuan pre operatif dimana dalam penentuannnya dapat menggunakan tabel scoring tetapi, tabel tersebut memiliki kelemahan dimana diharuskan untuk melakukan CT scan thorax yang menyebabkan tidak banyak rumah sakit yang menggunakannya karena cost yang sangat tinggi. “Maka dari itu di rumah sakit (RS) kami di Sragen, kami menggunakan beberapa langkah seperti formulir atau kuisioner, laboratorium termasuk rapid test IgG/IgM Covid-19,” ujarnya.

dr. Saqib juga menjelaskan mengenai Operating Room untuk menangani pasien Covid-19. “Di kamar operasi sebaiknya kita menghindari atau meminimalisir tindakan aerosol berupa intubasi, high speed drilling namun pada kasus-kasus ortopedi harus lebih hati-hati, kemudian diwajibkan di setiap kamar operasi diakukan HEPA (High Efficiency Particulate Air), wajib memiliki quality section yang bagus dan negative pressure,” terangnya.

“Di sini sebaiknya ada komunikasi equipment antar nakes (tenaga kesehatan) karena kita komunikasinya akan sangat sulit sekali jika kita menggunakan PPE 3, maka tim di luar sudah harus siap untuk berkomunikasi jika ada bahan-bahan atau alat yang diperlukan saat operasi,” imbuhnya. (DRD/RS)