Ramadan, Dibukanya Pintu Rahmat

Datangnya bulan Ramadan dinantikan oleh umat muslim di seluruh penjuru bumi. Bulan Ramadan adalah bulan yang begitu berlimpah akan keberkahan dan rahmat dari Allah Swt. Banyak kabar gembira yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw tentang Ramadan ini. Kegembiraan ini juga turut dirasakan oleh Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII) dengan mengadakan kegiatan Semarak Opening Bahana Syiar Ramadhan (Basyiro) 2021. Rangkaian kegiatan Basyiro dibuka dengan kegiatan webinar dengan tema Tarhib Ramadan.

H. Habiburrahman El Shirazy, LC. Pg.D sebagai pembicara menjabarkan kisah perilaku sahabat Nabi Muhammad Saw ketika menyambut datangnya bulan yang suci itu. Diceritakan para sahabat begitu sangat merindukan Ramadan, hingga enam bulan sebelum kedatangannya (baca: Ramadan), para sahabat terlebih dahulu memanjatkan do’a agar dapat dipertemukan. Setelah memasukinya, sikap yang dilakukan adalah memaksimalkan ibadah. “Mereka bermesraan dan berinteraksi dengan Ramadan,” ujar Habiburrahman.

Kehadiran Ramadan juga membawa kabar gembira lainnya. Di antaranya terbukanya pintu rahmat oleh-Nya dan tertutupnya pintu jahannam serta dibelenggunya setan dari upaya untuk merasuki umat manusia. Habiburrahman menyoroti terbukanya pintu rahmat. Hal ini dinilai menjadi pokok bahasan penting dalam menjalani kehidupan di bulan yang berkah ini. “Kita mesti memahaminya dengan membaca kitab dan apa yang disampaikan para ulama,” tuturnya. Terbukanya pintu rahmat diiringi dibukanya pintu-pintu keberkahan lainnya.

Pintu yang turut dibuka adalah pintu taubat. Selama bulan suci Ramadhan, pintu tersebut dibuka seluas-luasnya oleh Allah Swt. Allah Swt mencari hambanya yang ingin bertaubat. Pintu yang dibuka selanjutnya adalah pintu puasa. “Puasa ini kita digembleng dan dilatih untuk kembali pada sisi kemanusiaan,” jelas Habiburrahman. Penting untuk senantiasa diingat agar kembali pada fitrah dan tingkatan awal penciptaan kita oleh Allah Swt.

Pintu berikutnya adalah pintu untuk berdiri di malam hari untuk bermesraan dengan Allah. Habiburrahman mengajak untuk berpikir sejenak. “Apakah kalau di luar Ramadan pintu itu tidak dibuka?” tanyanya. Beliau menerangkan, pintu tersebut tetap dibuka namun ada perbedaan suasana yang dirasakan. “Kita dapat melaksanakannya secara berjamaah,” terangnya.

Satu momen yang juga disoroti dalam webinar kali ini adalah tarawih. Pembicara mengajak untuk memanfaatkan betul momen tarawih di malam hari. Menurutnya, tarawih adalah salah satu hidangan luar biasa yang ada untuk dinikmati. Hal tersebut tidak lain karena di kegiatan tersebut terdapat rahmat Allah Swt. Selain itu, diperkuat juga oleh hadis yang menyatakan bahwa siapa yang berdiri shalat di malam hari pada bulan suci, entah itu tarawih dan shalat tahajjud maka akan diampuni dosanya oleh Allah Swt.

Selanjutnya pintu yang menjadi penting juga adalah pintu untuk membaca Al-Qur’an. Seperti yang kita ketahui, bulan suci juga merupakan bulan turunnya Al-Qur’an. Dipaparkan, para ulama terdahulu seperti Imam Bukhari, Imam Syafi’I dan yang lainnya menjadikan bulan suci sebagai momen untuk memasukkan ruh Al-Qur’an ke dalam jiwa mereka. “Menjadikannya darah dan daging,” jelas Habiburrahman.

Dijelaskan lebih lanjut, ketika kita hidup bersama Al-Qur’an maka kita hidup sehat, begitupun sebaliknya. “Semakin jauh darinya, maka semakin jauh dari kata ideal hidup kita,” ungkapnya. Dalam kacamatanya, orang yang hidup tanpa Qur’an itu bagaikan hidup tak bernyawa.

Lantas mengapa Qur’an itu sendiri menjadi sesuatu yang begitu penting? Habiburrahman kemudian bercerita mengenai pasukan khusus sewaktu zaman kolonial yang ingin berperang dengan muslim. Salah satu prajurit dari kompi pasukan itu membawa Al-Qur’an ke dalam sebuah pertemuan. Singkatnya, prajurit tersebut mengklaim bahwa pasukannya tidak akan bisa mengalahkan umat muslim apabila Al-Qur’an masih tertanam kuat sebagai fondasi di dasar hati umat muslim. Tentu hal tersebut menjadi sebuah diskursus menarik di dalam pasukan itu.

Lebih lanjut, Habiburrahman menilai bahwa Al-Qur’an itu bak obat. Di samping itu selain obat, tentu sebagai cahaya untuk menerangi kehidupan. Terbukti ketika Abu Jahal dan kawan-kawan yang menyelinap di waktu malam ke rumah Nabi Muhammad Saw hanya untuk mendengar lantunan ayat suci dari Baginda Rasulullah Saw. Terlebih, kisah Umar yang juga akhirnya memeluk Islam akibat mendengarkan lantunan Surah Ta Ha. Maka dapat dipastikan dari kejadian tersebut, Al-Qur’an dapat menerangi jalan yang gelap menuju jalan yang lebih terang. (KR/RS)