Membangun Ketahanan Keluarga

Satu dari lima keluarga melakukan pengurangan porsi makan sebagai dampak dari pandemi. Hal ini salah satunya didasari oleh pendapatan ekonomi keluarga yang menurun. Hal ini adalah salah satu temuan dari survey yang dilakukan oleh Prof. Dr. Euis Sunarti, M.Si terhadap lebih dari 2000 orang. Guru Besar Ketahanan IPB ini melihat adanya ancaman kebutuhan pokok keluarga. Ancaman ini menjadi salah satu indikator kerentanan keluarga yang dapat berakibat pada krisis. Hal ini disampaikan Webinar “Ketahanan Keluarga Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Gender UII pada Minggu (30/8).

Pandemi Covid-19 menciptakan berbagai kecemasan dalam keluarga. Kecemasan yang paling utama yaitu kecemasan akan terpapar virus corona sebesar 77,7% dan kecemasan akan kondisi ekonomi sebesar 57,7%. Meski demikian, dalam surveynya Euis Sunarti menemukan bahwa sebagian besar keluarga yakin akan kemampuannya untuk bangkit dari segala disrupsi akibat Covid-19. Selain itu, Euis Sunarti juga melihat angka sumbangan sosial di masa pandemi yang masih tinggi. Hal ini diartikan sebagai nilai religiusitas keluarga yang meningkat di masa pandemi. Ia menyebut, “Mungkin karena melihat banyak korban jiwa dari pandemi ini, sehingga hati mereka terketuk untuk meningkatkan religiusitasnya”.

Dalam beberapa hal, pandemi Covid-19 memperluas kerentanan dan meningkatkan potensi krisis keluarga. Oleh karena itu lah perlu adanya antisipasi untuk menurunkan dan mencegah potensi krisis tersebut. Lalu bagaimana caranya? Menurut Euis Sunarti, diperlukan empat hal dalam melakukan ketahanan keluarga, yaitu “Ketahanan fisik ekonomi, ketahanan sosial, ketahanan psikologis, dan yang tak kalah penting adalah kelentingan keluarga”.

Ketahanan keluarga merupakan hal yang bersifat dinamis. Ketahanan keluarga dimulai dari kehidupan pra pernikahan. Sebelum menyelam ke pernikahan, seseorang agaknya perlu memperhatikan kesiapan pernikahan. Euis Sunarti menganalogikan ketahanan keluarga sebagai suatu rumah. Untuk membangunnya diperlukan kekuatan dari semua komponen termasuk pondasi. Input yang diperlukan dalam membangun ketahanan keluarga nilai, tujuan, serta sumber daya manusia.

Selain itu, perlu adanya perhatian dalam mengelompokkan fungsi dan peran dari masing-masing anggota keluarga. Mulai dari ayah, ibu, hingga anak-anaknya. Dalam prosesnya membangun ketahanan keluarga, perlu memperhatikan manajemen sumber daya manusia dan pengelolaan masalah-masalah yang timbul dalam keluarga. Keluarga juga perlu memperhatikan komunikasi yang terbangun baik antar anggota keluarga maupun ekologi keluarga yang lain, seperti lingkungan dan sosial. Ketahanan keluarga ini akan memberikan output berupa kesejahteraan.

Euis Sunarti menambahkan, ketahanan keluarga tidak sesuai dengan kesetaraan gender. Menurutnya, kesetaraan gender menuntut porsi yang sama antara kaum wanita dengan kaum laki-laki. Sedangkan ketahanan keluarga justru menuntut pembagian yang jelas mengenai peran dan fungsi ibu dan ayah. Sebagai contoh, ketika ayah pergi ke kantor, maka peran ibu harus memberikan pengawasan terhadap kemungkinan dampak negatif dari paparan internet. (VTR/RS)