Webinar Nasional FTI UII Bahas ergonomi dan K3

Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar National Monthly Webinar edisi ketiga dengan mengangkat tema Adaptation of Ergonomics and Occupational Health and Safety (K3) in Modern Digital-Based Work Systems pada Jumat (13/6). Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui kanal Zoom Meeting ini diikuti oleh puluhan mahasiswa, dosen, dan akademisi dari berbagai kampus di Indonesia. Webinar ini menghadirkan Atyanti Dyah Prabaswari, S.T., M.Sc. sebagai narasumber utama yang membahas pentingnya peran ergonomi dan keselamatan kerja (K3) dalam menghadapi transformasi digital yang kini membentuk pola kerja masa depan.

Dalam pemaparannya, Atyanti mengangkat urgensi teknologi dalam pekerjaan-pekerjaan berisiko tinggi, seperti pemadam kebakaran, bongkar muat pelabuhan, serta sektor transportasi dan industri berat. Ia menyoroti data dari WHO yang mencatat 1,19 juta kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2023, yang menunjukkan bahwa keselamatan kerja harus menjadi perhatian utama dalam desain sistem kerja modern. “Kita hidup di tengah kemajuan teknologi, tetapi nyawa manusia tetap harus menjadi prioritas utama. Teknologi harus menjadi alat bantu untuk mengurangi risiko, bukan hanya alat produksi,” jelasnya.

Atyanti juga menguraikan konsep Society 5.0 sebagai solusi masa depan yang seimbang antara teknologi dan kemanusiaan. Menurutnya, meskipun Industry 4.0 menekankan pada otomatisasi dan integrasi sistem cerdas, Society 5.0 justru menempatkan manusia sebagai pusat inovasi. “Kita tidak sedang berlomba menggantikan manusia dengan mesin. Justru, teknologi harus digunakan untuk meningkatkan kualitas kerja dan kehidupan manusia. Bukan hanya soal efisiensi, tetapi tentang martabat manusia yang harus tetap dijaga di tengah digitalisasi,” ungkapnya dengan tegas.

Menyinggung kecemasan banyak pihak terhadap hilangnya lapangan pekerjaan akibat kecerdasan buatan (AI), Atyanti menegaskan bahwa ketakutan itu justru bisa menjadi penghambat utama kemajuan. Ia menyampaikan bahwa pekerjaan tidak akan hilang, melainkan akan mengalami transformasi bentuk dan tuntutan. “AI bukanlah ancaman yang akan mengambil semua pekerjaan kita. Yang sebenarnya berbahaya adalah jika kita menutup diri dan gagal beradaptasi. Dunia kerja sedang berubah, dan kita harus siap berubah bersamanya,” katanya.

Ia kemudian menjelaskan bahwa AI kini menjadi katalisator global yang membuka jalan bagi 30 hingga 40 juta peluang kerja baru, khususnya dalam sektor yang menuntut keterampilan berpikir kritis, kompleks, dan berbasis pengetahuan. Oleh karena itu, menurut Atyanti, sistem pelatihan dan pendidikan kerja pun harus berubah. “Kita tidak bisa lagi hanya melatih tenaga kerja untuk menjalankan tugas teknis. Pelatihan harus diarahkan pada pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan, serta kemampuan berpikir strategis. Ini adalah investasi untuk keberlanjutan karier generasi mendatang,” ujarnya.

Dalam konteks ergonomi, Atyanti menegaskan bahwa desain sistem kerja digital tidak boleh mengabaikan faktor manusia. Ia menekankan bahwa ergonomi hari ini tidak lagi hanya berbicara soal posisi duduk atau pencahayaan ruangan, tetapi bagaimana seluruh sistem kerja — termasuk interaksi dengan AI dan mesin otomatis — dirancang agar manusia tetap sehat, fokus, dan berdaya. “Ergonomi modern adalah tentang menjamin bahwa manusia tidak kehilangan perannya dalam sistem digital. Kita perlu memastikan bahwa teknologi bekerja untuk manusia, bukan sebaliknya,” pungkasnya.

Webinar ini menjadi bagian dari komitmen UII untuk terus berkontribusi dalam penyebaran pengetahuan yang relevan dengan perkembangan zaman. Melalui forum akademik semacam ini, diharapkan mahasiswa dan sivitas akademika mampu membekali diri dengan perspektif baru dalam menyongsong dunia kerja yang tidak hanya serba digital, tetapi juga menuntut kepekaan sosial, adaptasi kognitif, dan kepedulian terhadap keselamatan manusia. (IMK/AHR/RS)

Lembaga Dakwah FIAI UII Gelar Kajian Peduli kepada Palestina

Jama’ah Al Faraby, Lembaga Dakwah Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII), berkolaborasi dengan Center of Islamic Engineers (CENTRIS) Fakultas Teknologi Industri menggelar kajian bertajuk Stelan Cuek sama Palestina, Emang Boleh? pada Jumat (13/06). Kegiatan ini berlangsung di Lobby Fakultas Teknologi Industri dengan menghadirkan Saiful Aziz, S.H., M.H., dosen Fakultas Ilmu Agama Islam UII, sebagai pemateri utama.

Kajian ini diadakan sebagai respons atas urgensi krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina dan mengajak civitas akademika, khususnya mahasiswa UII, untuk tidak bersikap apatis terhadap konflik yang telah berlangsung panjang tersebut. Melalui pendekatan historis dan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah, kegiatan ini juga menjadi wadah reflektif agar generasi muda Muslim lebih sadar dan aktif dalam membela hak-hak rakyat Palestina.

Dalam pemaparannya, Saiful Aziz menyoroti bahwa konflik Palestina-Israel bukan hanya konflik teritorial semata, melainkan berakar dari sejarah panjang penindasan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh pihak Zionis sejak awal abad ke-20. Ia menguraikan bahwa berbagai upaya perlawanan dari negara-negara Arab sering kali terhambat oleh dominasi narasi dan propaganda Barat yang menyesatkan.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa umat Islam sejatinya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. “Muslim dengan muslim yang lain bagaikan satu tubuh yang sama, satu merasakan sakit maka yang lain akan merasakan sakit yang sama,” ujarnya di hadapan peserta kajian. Ia juga mendorong agar bentuk kepedulian tidak berhenti pada simpati semata, tetapi diwujudkan dalam aksi nyata. “Jarak jauh bukanlah masalah. Kita harus membantu mereka dengan apa yang kita bisa: edukasi, kampanye melalui media sosial, kontribusi harta, atau jika belum mampu, setidaknya lewat doa,” tambahnya.

Kepala Divisi Syiar Jama’ah Al Faraby, Muhammad Zafran Izzul Haq, menuturkan bahwa kajian ini diinisiasi guna membangun kembali kesadaran kolektif mahasiswa UII terhadap isu kemanusiaan global, khususnya di Palestina. Menurutnya, generasi Z yang hidup berdampingan dengan gawai dan internet seharusnya memiliki posisi strategis dalam menyuarakan keadilan.

Zafran menilai bahwa banyak mahasiswa saat ini memiliki akses informasi yang luas, namun tidak semuanya tergerak untuk bertindak atau menyuarakan isu kemanusiaan tersebut. “Kajian ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesadaran mahasiswa akan keadaan Palestina saat ini,” ungkap Zafran. “Mereka adalah generasi yang akrab dengan ponsel, tetapi masih banyak yang memilih untuk diam. Maka dari itu, dalam usaha kami mempertahankan kesadaran ini, diadakanlah kajian yang fokus pada isu Palestina,” jelasnya lebih lanjut.

Dengan terselenggaranya kajian ini, panitia berharap mahasiswa UII dapat lebih terbuka terhadap krisis yang menimpa umat Islam di berbagai penjuru dunia. Semangat membela Palestina tidak hanya terbatas pada medan perang, tetapi juga melalui edukasi, media sosial, serta kontribusi nyata lainnya sesuai dengan kapasitas masing-masing. (IMK/AHR/RS)

Seminar nasional perlindungan pekerja migran oleh FH UII

Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar seminar nasional bertajuk “Meneropong Masa Depan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia” pada Rabu (11/06) di Auditorium FH UII. Turut hadir 25 pekerja migran yang secara langsung hadir untuk menjadikan acara ini tidak sebatas pada forum akademik, tetapi sebagai ruang bertemu antara akademisi, pembuat kebijakan, aktivis, dan para pekerja migran.

Dalam sesi keynote speech, Dato Indera Drs. Hermono, M.A., Duta Besar RI untuk Malaysia, menekankan perlunya reformulasi menyeluruh dalam pendekatan negara terhadap pekerja migran. Ia menegaskan bahwa undang-undang nasional semestinya tidak hanya mengatur teknis pengiriman tenaga kerja, melainkan menyediakan tempat berlindung hukum dan institusional bagi Warga Negara Indonesia di luar negeri.

“Yang kita perlukan bukan sekadar perlindungan dalam arti administratif. Kita butuh pelindungan yang bermartabat, berakar pada pengakuan atas hak asasi manusia,” ujarnya, sembari mengoreksi penggunaan istilah “perlindungan” yang menurutnya kurang tepat secara terminologi hukum.

Dato Hermono juga menyoroti dua perubahan mendasar yang harus dilakukan pemerintah Indonesia. Pertama, ia menyarankan agar negara menggeser pendekatan terhadap pekerja migran dari ekonomi menjadi berbasis martabat manusia (human dignity). “Selama ini PMI dipandang sebagai komoditas ekonomi penyumbang devisa. Padahal, mereka adalah manusia yang punya hak, mimpi, dan keluarga,” tegasnya.

Perubahan kedua, lanjut Hermono, adalah perlunya perhatian yang seimbang antara pekerja migran dan keluarga mereka di tanah air. Negara, menurutnya, perlu mengembangkan sistem sosial yang juga mendukung kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan, termasuk anak-anak pekerja migran.

Salah satu sesi yang menyentuh peserta yang hadir adalah ketika Eni Lestari Andayani Adi, mahasiswa hukum semester dua sekaligus aktivis pekerja migran, membagikan kisahnya. Eni telah menjadi pekerja migran selama lebih dari 20 tahun dan kini aktif dalam jaringan global pekerja migran. Dalam penyampaiannya, ia menekankan pentingnya Indonesia memiliki bargaining power yang kuat dalam perundingan bilateral dengan negara-negara tujuan penempatan.

“Kita tidak bisa hanya kirim tenaga kerja tanpa kekuatan tawar. Harus ada posisi yang tegas dari negara, agar pekerja migran diperlakukan sebagai manusia, bukan buruh murah,” ujarnya dengan penuh semangat, yang langsung disambut tepuk tangan audiens.

Kehadiran Eni sebagai pekerja migran sekaligus mahasiswa hukum mencerminkan jembatan yang nyata antara teori hukum dan realitas migrasi. Kisah dan perspektifnya menjadi cermin bahwa pelindungan pekerja migran adalah soal keadilan, bukan semata angka remitansi.

Seminar ini bukan hanya ruang diskusi, melainkan langkah penting dalam memperluas kesadaran sivitas akademika UII untuk ikut terlibat dalam perjuangan hak-hak pekerja migran Indonesia baik melalui riset, advokasi, maupun penguatan kebijakan berbasis keadilan sosial. (ELKN/AHR/RS)

Diseminasi riset perubahan iklim bagi disabilitas dan kusta oleh TL UII

Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), bekerja sama dengan NLR Indonesia, menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Hasil Riset “Dampak Perubahan Iklim terhadap Anak dan Remaja dengan Disabilitas dan Kusta di Indonesia”, yang dilaksanakan secara hybrid di Auditorium Gedung Moh. Natsir Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII pada Kamis (12/06). Kegiatan ini menjadi bagian penting dari upaya akademik dan advokasi untuk memastikan bahwa suara kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim yakni anak dan remaja dengan disabilitas serta yang mengalami kusta dapat didengar dan diperhitungkan dalam perumusan kebijakan nasional maupun daerah.

Riset ini dilaksanakan di dua wilayah dengan konteks kerentanan yang kompleks, yakni Kota Ternate, Maluku Utara dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur. Keduanya merupakan wilayah dengan paparan risiko iklim yang tinggi, sekaligus menjadi rumah bagi komunitas disabilitas yang selama ini belum banyak mendapatkan perhatian dalam agenda adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Dalam sambutannya, Dr.Eng. Ir. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng., Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UII, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bentuk nyata komitmen perguruan tinggi dalam mendekatkan riset kepada kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok marginal.

“UII tidak hanya berperan sebagai pusat pengetahuan, tetapi juga sebagai penggerak perubahan sosial yang adil. Melalui riset ini, kami ingin menyampaikan bahwa ketidakadilan iklim itu nyata—dan harus direspons dengan kebijakan yang inklusif, adaptif, dan berbasis data,” jelasnya.

Senada dengan itu, Agus Wijayanto, MMID, Direktur NLR Indonesia, menyampaikan bahwa kolaborasi ini menjadi tonggak penting dalam mendorong pengarusutamaan isu disabilitas dan kusta ke dalam kebijakan perubahan iklim.

“Kami melihat masih minimnya perhatian terhadap penyandang disabilitas dan orang yang mengalami kusta dalam dokumen-dokumen strategi perubahan iklim nasional maupun daerah. Riset ini bukan sekadar kajian akademik, tetapi juga upaya untuk memperkuat basis advokasi berbasis bukti,” ujar Agus Wijayanto.

Ikrom Mustofa, M.Sc., selaku Ketua Tim Riset sekaligus dosen Jurusan Teknik Lingkungan UII, memaparkan hasil studi dengan mendalam. Ia menekankan bahwa riset ini tidak hanya mengungkap dampak fisik dari perubahan iklim, seperti kenaikan suhu, pola curah hujan ekstrem, atau peningkatan frekuensi bencana, tetapi juga menyajikan narasi sosial dan psikologis dari kelompok anak dan remaja penyandang disabilitas yang selama ini termarjinalkan.

“Riset ini menyajikan realitas yang selama ini luput dari radar kebijakan. Anak dan remaja dengan disabilitas, terutama yang mengalami kusta, berada dalam posisi yang sangat rentan. Mereka bukan hanya mengalami hambatan akses informasi iklim dan layanan kebencanaan, tetapi juga dihadapkan pada stigma sosial yang berlapis,” jelas Ikrom.

Ia menambahkan bahwa temuan menarik dari riset ini adalah tingginya komitmen anak dan remaja penyandang disabilitas untuk terlibat dalam aksi iklim, meskipun mayoritas dari mereka belum pernah dilibatkan dalam program apapun sebelumnya.

“Di Ternate dan TTU, kami melihat semangat luar biasa dari anak-anak dan remaja ini. Mereka ingin menjadi bagian dari solusi. Mereka ingin menanam pohon, membersihkan lingkungan, bahkan menyuarakan pendapat mereka dalam forum publik. Namun selama ini mereka tidak pernah diajak. Tidak pernah diberi ruang. Ini adalah kegagalan sistemik yang harus segera kita perbaiki,” lanjutnya.

Ikrom menegaskan bahwa riset ini menghasilkan luaran yang komprehensif, baik dalam bentuk laporan penelitian, peta kerentanan wilayah, profil komunitas, hingga rekomendasi aksi nyata untuk pemangku kepentingan.

Kegiatan diseminasi ini juga menghadirkan penanggap dari berbagai kalangan, termasuk praktisi nasional, akademisi, aktivis lingkungan, organisasi penyandang disabilitas, serta mitra lokal seperti Ikatan Keluarga Disabilitas Makugawene (IKDM) Kota Ternate dan Yayasan Sosial Ibu Anfrida Kabupaten TTU. Keduanya merupakan organisasi akar rumput yang selama ini bekerja langsung dengan komunitas disabilitas dan orang yang mengalami kusta.

Keterlibatan mereka tidak hanya memperkaya diskusi, tetapi juga menegaskan bahwa solusi yang efektif harus lahir dari kolaborasi antara ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat lokal. Para mitra lokal ini menyampaikan bahwa temuan riset telah membuka ruang refleksi mendalam atas tantangan sehari-hari yang mereka hadapi, mulai dari ketimpangan akses hingga perlunya inklusi dalam sistem peringatan dini dan pengurangan risiko bencana.

Sebagai bagian dari kegiatan, dilakukan penandatanganan Implementation Agreement antara Jurusan Teknik Lingkungan UII dan NLR Indonesia. Kesepakatan ini bertujuan memperkuat kolaborasi dalam riset terapan, pengembangan kapasitas komunitas, serta advokasi kebijakan berbasis inklusi dan keadilan iklim.

“Diseminasi ini bukanlah akhir, tapi justru awal dari langkah panjang untuk menjadikan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim benar-benar inklusif, terutama bagi anak dan remaja yang selama ini terpinggirkan,” pungkas Ikrom.

Kegiatan ini diharapkan menjadi titik tolak lahirnya kebijakan, kurikulum pendidikan, serta program pembangunan yang tidak hanya responsif terhadap krisis iklim, tetapi juga adil dan menjamin hak partisipasi semua kelompok masyarakat, khususnya mereka yang selama ini diabaikan. (IM/AHR/RS)

Kunjungan kerja Psikologi UII ke Pemkab Ogan Ilir

Dalam memperkuat kemitraan bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) melakukan kunjungan kerja ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Ilir pada Rabu (11/06). Lima dosen Fakultas Psikologi yang turut membersamai lawatan kerjasama ini yaitu Dr.Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., Psikolog, Resnia Novitasari, S.Psi., M.A., Annisaa Miranty Nurendra, S.Psi., M.Psi., Psikolog, Hazhira Qudsyi, S.Psi., MA., dan Dr. Nita Trimulyaningsih, S.Psi., M.Psi., Psikolog disambut langsung oleh Wakil Bupati Ogan Ilir, H. Wardani, S.H., M.H., dan seluruh jajaran dari Pemkab Ogan Ilir.

Adapun potensi kemitraan yang dibahas langsung dengan Pemkab Ogan Ilir meliputi pengenalan jurusan psikologi UII dan informasi beasiswa untuk melanjutkan studi pada program sarjana, profesi, hingga magister Psikologi. Peluang studi lanjut bagi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kabupaten Ogan Ilir ke Program Magister Psikologi UII.

Lebih lanjut, Fakultas Psikologi UII dan Pemkab Ogan Ilir juga akan melakukan penandatanganan nota kesepahaman di Yogyakarta yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi potensi kerjasama di bidang pengabdian masyarakat, penelitian, dan dakwah islamiah.

Lawatan kerjasama ini menjadi langkah awal kolaborasi positif bagi Fakultas Psikologi UII dan Pemkab Ogan Ilir dalam peningkatan mutu pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, dan dakwah islamiah. (MNK/AHR/RS)

Masjid Ulil Albab UII gelar Halaqah Fiqh Syi’ar 2025

Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menjadi pusat refleksi keilmuan dan spiritualitas melalui penyelenggaraan Halaqah Fiqh Syi’ar 2025 pada Selasa (10/6). Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII, INSANIA, dan International Committee of Red Cross (ICRC). Pada kesempatan ini, halaqah membahas karya monumental Ustadz Ahmad Sarwat bertajuk Islam dan Hukum Humaniter Internasional, bagian dari serial Kitab Fiqih Kehidupan.

Mengusung tema besar tentang irisan antara hukum Islam dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal, acara ini mengajak sivitas akademika dan publik untuk mengkaji bagaimana ajaran Islam secara historis dan normatif telah memuat nilai-nilai hukum humaniter, bahkan jauh sebelum istilah tersebut muncul secara formal dalam hukum internasional modern.

Direktur DPPAI UII, Nanang Nuryanta, dalam sambutannya menekankan pentingnya halaqah ini sebagai wadah dialektika yang tidak hanya membahas dimensi keagamaan, tetapi juga relevansinya terhadap isu-isu kemanusiaan global. “Kami berharap acara ini berlangsung lancar dan berkelanjutan, serta menjadi ruang sinergi yang produktif antara nilai keislaman dan tantangan zaman,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan dari ICRC, Johan Guillaume, menyampaikan bahwa acara seperti ini memiliki makna strategis dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap kondisi global, khususnya terkait krisis kemanusiaan di wilayah konflik. Ia menyoroti peran aktif Indonesia dalam kancah pendidikan global dan kontribusinya dalam mendukung perdamaian.

“Indonesia has an important role abroad. It has the capacity to take a lot of students from conflict areas, and this is proven by the many different ethnicities and races living together peacefully in it. Thank you for having us to hold this event, as a tangible step to raise public awareness on the importance of understanding today’s global humanitarian realities,” ungkap Johan Guillaume

Perwakilan dari INSANIA, Gemilang Mahardika, dalam sambutannya menekankan bahwa lembaganya sejak lama konsisten mendalami Hukum Islam dan Hukum Humaniter Internasional (HHI), dan meyakini bahwa keduanya memiliki ruang temu yang luas.

“Kami percaya bahwa hukumislam bersifat timeless, maka hingga saat ini ia dapat dielaborasikan dengan keilmuan kontemporer seperti hukum humaniter jelasnya. Ia juga menyampaikan apresiasi atas keterlibatan semua pihak dalam menyukseskan agenda ini.

Pada sesi inti, Ustadz Ahmad Sarwat, pendiri Rumah Fiqih Indonesia, mengangkat tema yang cukup kompleks: keterkaitan Islam dengan hukum humaniter. Ia mengakui bahwa tidak bisa dipungkiri bahwa ajaran Islam kerap diasosiasikan dengan kekerasan, karena banyak ayat Al-Qur’an membahas soal peperangan, dan kehidupan Nabi Muhammad saw pun tidak lepas dari situasi konflik. Namun, menurutnya, narasi tersebut perlu dipahami dalam konteks yang utuh dan proporsional.

Ia memaparkan bahwa dalam sejarah Islam, terdapat banyak contoh di mana Nabi menampilkan etika kemanusiaan yang sangat tinggi, bahkan dalam kondisi perang. Contohnya adalah Perang Badar, di mana musuh yang tertangkap tidak dibunuh, tetapi ditawan dengan penuh adab; kemudian Fathul Makkah, yang meskipun dimenangkan, tidak diikuti dengan pembantaian; serta peristiwa Thaif, saat Nabi menolak balasan dari malaikat yang siap menghukum kaum yang menyakitinya.

“Susah untuk menampik bahwa Islam punya irisan dengan hukum humaniter internasional. Tapi sesungguhnya, kemenangan dalam Islam bukan berarti memerangi dan membunuh. Yang dimaksud menang adalah ketika kebenaran ditampakkan di atas kebatilan, bukan saat darah ditumpahkan,” tambahnya menegaskan esensi ajaran Islam yang lebih menekankan pada keadilan dan kemanusiaan, bukan dominasi kekerasan.

Ustadz Ahmad Sarwat juga mengajak peserta untuk lebih dalam menggali fiqih jihad dan hukum perang dalam Islam, bukan dari narasi konflik semata, melainkan dari sudut pandang maqashid (tujuan) syariah. “Islam hadir bukan untuk menciptakan perang, tapi untuk mengatur batasan saat perang tidak bisa dihindari,” pungkasnya.

Halaqah Fiqh Syi’ar 2025 bukan hanya menjadi ruang diskusi akademik, tetapi juga menjadi jembatan pemahaman lintas tradisi hukum, sekaligus cermin bahwa Islam memiliki sumbangan penting dalam membangun peradaban global yang lebih manusiawi. Di tengah situasi dunia yang penuh gejolak, acara ini menghadirkan secercah cahaya: bahwa agama, bila dipahami dengan bijak, dapat menjadi pelita bagi kemanusiaan. (IMK/AHR/RS)

program pengadaan pipa air bersih oleh UII ke Dusun Ngaglik

Universitas Islam Indonesia (UII) terus berkomitmen untuk terus menjalin kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan. Salah satunya diwujudkan dengan program pengadaan pipa air bersih dan bakti sosial bagi Dusun Ngaglik, Desa Pagerharjo, Kapanewon Samigaluh, Kulon Progo pada Selasa (10/06).

Program pengabdian masyarakat ini merupakan rangkaian kegiatan Milad ke-82 UII yang secara resmi ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Bupati Kulon Progo, Dr. R. Agung Setyawan, S.T., M.Sc., M.M dan Rektor UII, Fathul Wahid. Selain pengadaan pipa air bersih, UII juga mengadakan bakti sosial berupa paket sembako untuk 56 KK (Kartu Kelurga) warga Dusun Ngaglik.

Bupati Kulon Progo dalam sambutannya mengapresiasi langkah UII dalam mengadakan pipa air bersih ini. Dikatakan oleh Agus, di daerah Samigaluh khususnya Dusun Ngaglik ini relatif kesulitan air sehingga program ini dinilai tepat sasaran dan sangat bermanfaat bagi masyarakat Dusun Ngaglik.

“Saya berterima kasih secara pribadi maupun kami sebagai pemerintahan sangat memberikan apresiasi positif untuk program ini. Program ini sangat bermanfaat bagi kita semua,” ungkap Bupati Kulon Progo periode 2024-2029 ini.

Sementara itu, Rektor UII, Fathul Wahid mengatakan sejak tahun 1992 UII sudah melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Dusun Ngaglik ini. Lebih lanjut, kegiatan pengabdian masyarakat ini menjadi salah satu ikhtiar UII untuk dekat dengan warga dan memberikan pengalaman kepada mahasiswa agar bisa terlibat langsung dalam pemecahan masalah di desa mitra KKN.

“KKN di UII menggunakan prinsip yang agak berbeda karena kami biasanya bersama dengan desa mitra bukan desa binaan, karena desa binaan itu kesannya ‘nggaya’ tapi kalo desa mitra itu sejajar. Jadi kami dengan warga desa bareng-bareng diskusi kemudian dikerjakan bersama-sama. Ada yang sudah lama, 1 dekade, ada yang baru 5 tahun, dan akan terus berlanjut,” ungkap Fathul Wahid.

Sampai saat ini, UII sudah melaksanakan KKN di lima kabupaten yaitu Kulon Progo, Kota Yogyakarta, Magelang, Klaten, Gunung Kidul, dan Purworejo serta ada 100 desa mitra yang didampingi oleh UII untuk bisa berkembang sesuai dengan potensi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing desa mitra.

“Kami (UII -red) mengatakan kepada desa mitra bahwa UII  insyaallah punya keahlian. Sehingga kami sering merancang, mendesain sampai pada merencanakan RAB dan kami mintakan dana dari sumber pendanaan seperti pemerintah kabupaten, bahkan sampai kepada nasional. Mudah-mudahan itu ikhtiar kami untuk bisa terlihat di masyarakat dan sekaligus menjadi laboratorium hidup bagi mahasiswa UII,” jelas Rektor UII ini.

Sebagai tambahan informasi, Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) UII, Prof. Eko Siswoyo, ST., M.Sc.ES., Ph.D., mengatakan program pengadaan pipa air bersih ini bekerjasama dengan PT Anindya Mitra Internasional (PT AMI). Pipanisasi dapat mengadakan pipa air bersih berkualitas HDPE (High-Density Polyethylene) sepanjang 3.000 meter dan torn atau tempat penampungan air.

“Pipa jenis HDPE ini tidak mudah pecah ketika ada tekanan air yang besar. Air bersih diambil dari mata air Plono yang jaraknya tiga kilometer dari Dusun Ngaglik, Kalurahan Pagerharjo dan ketinggiannya lebih dari 200 meter. Pipa ini bisa bertahan di atas 30 tahun,” kata Prof. Eko. (AHR/RS)

Satu hari menuju Hari Raya Idul Adha 1446 H, Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) selenggarakan PESBUKERS (Pengajian Sore dan Buka Bersama) bersama Diodiadon, Marbot Creative Real Masjid di Pelataran Auditorium Abdul Kahar Muzakkir pada Kamis (5/6). Acara ini mengangkat tema “Karena Kurban, Bukan Cuma Tentang Sapi”, mengajak para peserta yang hadir dengan suasana kajian yang seru, interaktif dan nilai-nilai yang menyentuh. Di akhir acara peserta juga diberi free takjil dan air minum bagi yang berpuasa.

Bertepatan dengan Hari Arafah, yaitu hari ketika jamaah haji di Tanah Suci melakukan wukuf di padang Arafah, Dio dibuat kagum dengan banyaknya peserta yang juga laksanakan puasa arafah. Puasa arafah sendiri merupakan yang sangat dianjurkan bagi umat Islam, terutama bagi mereka yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Dalam kalender Hijriah, puasa sunnah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, sehari sebelum Hari Idul Adha.

“Keutamaan puasa arafah itu banyak lho, dosa kita di tahun sebelumnya dan tahun depan bakal dihapuskan lagi,” ujar Dio. Selain puasa arafah, topik kurban juga menjadi highlight dalam acara PESBUKERS ini. Menurutnya, kebanyakan remaja yang tidak melakukan amalan tertentu seperti puasa arafah atau kurban bukan karena mereka tidak tau atau tidak mendapatkan hidayah, melainkan karena masih banyak yang belum tergerak karena belum mendapatkan narasi yang tepat dan mengena di hati mereka.

Dalam pemaparannya, Dio menjelaskan bahwa kurban memiliki banyak makna, yaitu kepada psikologi manusia, bagaimana mental kita menjadi lebih baik ketika kita berkurban, tentang lifestyle dan self development. Kurban bisa menjadi salah satu value tersendiri bagi manusia yang mau dan bisa menyisihkan hartanya untuk berkurban.

Dio juga berpesan untuk peserta yang hadir untuk jangan menganggap remeh ibadah-ibadah saat kita masih muda. Melalui PESBUKERS, Masjid Ulil Albab UII tidak hanya menghadirkan suasana buka bersama yang hangat dan menyenangkan, tetapi juga membangun kesadaran spiritual di kalangan generasi muda untuk lebih memahami makna ibadah kurban secara lebih mendalam. Diharapkan semangat berkurban tidak berhenti pada momentum Idul Adha saja, tetapi menjadi bagian dari gaya hidup penuh makna dan nilai. (NKA/AHR/RS)

Dalam semangat menyambut Idul Adha 1446 H, Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Forum Kajian Islam Mahasiswa (FKIM) Yogyakarta menggelar rangkaian kegiatan bertajuk “Sinar Asa Hari Raya Idul Adha 1446 H: Menyalakan Harapan dalam Keikhlasan, Menebar Makna lewat Pengorbanan”. Acara ini berlangsung selama dua hari (5-6/06), di Masjid Al-Jihad Umar bin Khattab, yang terletak di Desa Banjarasri, Kalibawang, Kulon Progo.

Dipilihnya lokasi ini bukan tanpa alasan. Desa Banjarasri dikenal sebagai wilayah dengan jumlah umat Muslim yang minoritas, namun tetap aktif dalam kegiatan keagamaan. Masyarakat menyambut kegiatan ini dengan antusias sebagai momen mempererat ukhuwah dan menumbuhkan semangat keislaman yang inklusif.

Kegiatan dimulai pada Kamis sore (5/6), dengan program “Sore Bercerita” yang melibatkan anak-anak dari desa setempat. Sesi ini dipandu oleh Ning Difani Wulan, salah satu mahasantri UII, yang menyampaikan cerita interaktif sarat nilai keislaman dan keteladanan. Suasana hangat dan penuh tawa menjadi pembuka yang mengesankan untuk seluruh rangkaian kegiatan.

Menjelang malam, masyarakat bersama panitia berbuka puasa Arafah bersama di halaman masjid. Kebersamaan itu dilanjutkan dengan Tabligh Akbar selepas salat Isya, yang menghadirkan Ust. Tajul Muluk, S.Ud., M.Ag. Dalam ceramahnya, beliau mengangkat kisah hidup Nabi Ibrahim sebagai simbol keikhlasan dan ketundukan kepada perintah Allah.

“Ketika dia (Nabi Ibrahim) membawa kebenaran, orang tuanya menolak. Makanya kalau di dalam Islam itu ada prinsip, kebenaran itu harus tetap diterima dari siapapun datangnya,” ujar Ust. Tajul dalam tausiyahnya. Ia juga menekankan pentingnya menjaga hubungan spiritual dengan Allah SWT, serta keteguhan hati dalam istiqamah. “InsyaAllah, Allah akan mengurus dan menjaga keluarga kita, jadi jangan sampai khawatir,” tambahnya.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Ustaz Dr. Suyanto, S.Ag., M.S.I., M.Pd., selaku pengasuh Pondok Pesantren UII Putra, yang memberikan dukungan penuh atas terselenggaranya acara tersebut sebagai bagian dari pembelajaran sosial dan spiritual mahasiswa.

Puncak kegiatan berlangsung pada Jumat (6/6), diawali dengan pelaksanaan salat Idul Adha di halaman Masjid Al-Jihad Umar bin Khattab. Usai salat, kegiatan dilanjutkan dengan pemotongan hewan qurban. Tahun ini, panitia dari Pondok Pesantren UII dan FKIM berhasil menghimpun 6 ekor kambing dan 1 ekor sapi yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar.

Pak Halim, salah satu jamaah sekaligus tokoh masyarakat di desa tersebut, menyambut baik pelaksanaan qurban dari PP UII. “Alhamdulillah senang bisa menerima kegiatan tebar qurban dari PP UII. Karena memang setiap tahunnya, hewan qurban di sini tidak terlalu banyak seperti di kota. Dengan adanya kegiatan ini kami sangat bersyukur dan berterima kasih, semoga dapat bermanfaat untuk semua,” ungkapnya.

Ia juga berharap agar mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat akademik terus belajar dan tumbuh menjadi individu yang peka terhadap lingkungan sosial. “Saya juga berpesan agar teman-teman mahasiswa dapat terus belajar sehingga nantinya ketika lulus dapat selalu bersosialisasi dengan masyarakat,” tambahnya.

Pak Halim menegaskan bahwa meskipun hidup di lingkungan mayoritas non-Muslim, umat Islam di desa tersebut tetap dapat menjalin ukhuwah. “InsyaAllah, walaupun kita berada di lingkungan non-Muslim yang lebih banyak, tapi Alhamdulillah masyarakat di sini dengan adanya masjid, umat Muslim dapat menjalin ukhuwah, seperti adanya pengajian sebulan dua kali dan tetap menjalin silaturahmi dengan tetangga yang non-Muslim,” ujarnya.

Rangkaian acara Idul Adha ini menjadi bukti nyata kolaborasi antara lembaga pendidikan dan masyarakat. Tidak hanya menyalakan semangat beragama di daerah minoritas Muslim, kegiatan ini juga menjadi sarana pembelajaran sosial, spiritual, dan kultural bagi mahasiswa UII.

Dengan mengusung semangat menyalakan harapan dalam keikhlasan dan menebar makna lewat pengorbanan, acara ini diharapkan dapat menjadi inspirasi kegiatan dakwah sosial yang lebih luas dan berkelanjutan. Idul Adha bukan hanya tentang ritual ibadah, tapi juga tentang bagaimana nilai pengorbanan dan kepedulian sosial mampu dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari. (MFPS/AHR/RS)

Praktik penyembelihan kurban oleh santri PP UII

Menyambut Iduladha, Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar pelatihan penyembelihan hewan qurban yang diikuti oleh seluruh santri putra dan putri. Kegiatan yang berlangsung pada Ahad (1/6) pukul 15.30 hingga 18.00 WIB ini bertempat di Aula Pondok Pesantren UII Putra, Jl. Selokan Mataram, Dabag, Condongcatur, Sleman.

Pelatihan ini menghadirkan narasumber utama Ust. Fathurrahman Al Katitanji, S.H.I., anggota Juru Sembelih Halal (JULEHA) D.I. Yogyakarta. Turut hadir pula Ust. Dr. Suyanto, M.S.I., M.Pd., selaku pengasuh pondok pesantren UII Putra, yang membuka kegiatan dengan sambutan penuh motivasi dan harapan terhadap para santri.

Dalam sambutannya, Ust. Suyanto menekankan pentingnya santri memiliki pemahaman mendalam terhadap ilmu syariat, termasuk dalam hal penyembelihan hewan kurban. Ia menyampaikan bahwa santri UII harus mampu menjadi sosok ensiklopedis yang tidak hanya mendalami ilmu keagamaan, tetapi juga memahami ilmu lainnya seperti bisnis, teknologi, dan sosial kemasyarakatan.

“Belajar ilmu ini itu penting, sekaligus kita juga akan melihat bagaimana syariat nabi. Santri UII itu sangat ensiklopedis, jadi harus ada yang menguasai berbagai macam ilmu. Ada yang di bisnis, ada yang di ilmu keagamaan, dan sebagainya. Jadi ilmu agama ini harus ada yang mengawal. Ilmu syariat di semua sektor harus ada yang pandai, harus ada bagian-bagiannya,” ujar Ustaz Suyanto.

Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan sesi pelatihan yang dipandu langsung oleh Ust. Fathurrahman Al Katitanji. Dalam pemaparannya, beliau membahas berbagai aspek fikih kurban, mulai dari ketentuan sahnya hewan kurban, cara penyembelihan yang sesuai syariat, hingga etika menyembelih yang ihsan, yakni dengan memperlakukan hewan dengan penuh kasih sayang dan tidak menyiksanya.

Fashalli li rabbika wanhar,” kutip Ust. Fathurrahman saat menyampaikan urgensi ibadah qurban. “Maka kalau misal temen-temen ada kemampuan, maka bisa berqurban. Kalau misal hukumnya sunnah muakkadah, maka sudah seharusnya bagi kita untuk berupaya menunaikan ibadah qurban ini.”

Dalam sesi ini, Ustaz Fathurrahman juga memutar beberapa video yang memperlihatkan praktik penyembelihan yang tidak ihsan sebagai bahan pembelajaran. Ia mengingatkan bahwa tidak semua praktik penyembelihan yang dilakukan masyarakat sudah sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

“Jadi kalau mau qurban, nanti perlu dicek sesuai dengan ketentuan atau tidak, maka kalau tidak sesuai dengan ketentuan maka tidak sah qurbannya,” tambahnya.

Usai sesi materi, para peserta langsung mengikuti praktik penyembelihan. Meskipun belum menggunakan hewan sungguhan, kegiatan praktik tetap dilakukan secara serius menggunakan alat peraga berupa dua buah gedebog pisang dan karung goni sebagai simulasi tubuh hewan. Dalam praktik tersebut, santri dilatih mulai dari cara mengasah pisau sembelih yang benar hingga gerakan tangan saat menyembelih.

Peralatan yang digunakan pun tidak main-main. Ust. Fathurrahman membawa satu set perlengkapan penyembelihan lengkap, mulai dari pisau sembelih, pisau daging, hingga sarung tangan standar yang biasa digunakan oleh juru sembelih profesional. Hal ini menunjukkan pentingnya keseriusan dalam belajar, karena praktik ini bukan sekadar simbolik, melainkan sebagai bekal nyata bagi para santri untuk menjadi pelaku penyembelihan yang kompeten dan syar’i.

Antusiasme para santri pun tampak tinggi. Mereka mengikuti setiap sesi dengan saksama, mencatat poin-poin penting, dan berpartisipasi aktif dalam sesi tanya jawab maupun praktik langsung. Pelatihan ini menjadi momen edukatif yang tidak hanya memperkaya ilmu fikih, tetapi juga membentuk karakter santri agar lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap implementasi ajaran Islam dalam kehidupan nyata.

Pelatihan penyembelihan hewan qurban ini diharapkan menjadi program rutin pondok pesantren UII ke depannya, agar para santri tidak hanya memahami teori keagamaan, tetapi juga mampu menerapkannya dalam praktik ibadah sehari-hari. Di tengah tantangan zaman modern, kegiatan seperti ini menjadi sangat relevan untuk memperkuat peran santri sebagai penjaga nilai-nilai syariat Islam dalam berbagai bidang kehidupan. (MFPS/AHR/RS)