,

BKSPTIS Respons Persolan Pendidikan Tinggi dan Kebangsaan

Sebagai forum kerja sama perguruan tinggi (PT) yang secara moral turut bertanggung jawab terhadap masalah bangsa, Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Indonesia (BKSPTIS) merespons perkembangan mutakhir persoalan Pendidikan Tinggi dan Kebangsaan. BKSPTIS mengapresiasi aspek positif dari perkembangan tersebut, dengan tetap bersikap kritis.

Respons BKSPTIS dilayangkan melalui pernyataan sikap yang disarikan dari rapat koordinasi BKSPTIS pada Sabtu (9/4) yang diselenggarakan secara daring. Pernyataan sikap ini ditandatangani oleh Ketua Umum BKSPTIS, Prof. Dr. H. Syaiful Bakhri, S.H., M.H. dan Sekretaris Umum, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia (UII).

Di bidang pendidikan tinggi, BKSPTIS mengusulkan kepada pemerintah untuk menanggung semua biaya akreditasi LAM melalui APBN sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjaga standar mutu pendidikan tinggi nasional. Tingginya biaya yang harus ditanggung oleh PT berpotensi berdampak terhadap keberlanjutan PT, terutama PT swasta, karena harus menanggung beban tambahan di satu sisi, namun di sisi lain harus tetap berkomitmen untuk menjaga pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau.

Selanjutnya, pengenaan beragam pajak terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai akan memberatkan keberlanjutan keuangan PTS yang masih berjuang meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan pegawainya. Berkaitan dengan hal ini, BKSPTIS mengusulkan kepada pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Masih di bidang pendidikan tinggi, BKSPTIS juga mendorong pemerintah untuk membuka ruang partisipasi publik dalam melakukan peninjauan undang-undang sistem pendidikan nasional agar jangan sampai mengabaikan kepentingan bangsa, termasuk pada nilai kesejarahan dan peran signifikan setiap komponen bangsa.

Persoalan Kebangsaan

Sementara dalam hal kebangsaan, BKSPTIS meminta pemerintah untuk membuka partisipasi publik seluas-luasnya dalam mengambil setiap kebijakan strategis, seperti kebijakan Ibu Kota Negara (IKN). Namun demikian, pemerintah juga harus melihat kapasitas keuangan dengan membuat skala prioritas dan sekaligus mengedepankan kemandirian bangsa dalam menjalankan program strategis.

Respons BKSPTIS berikutnya menyikapi masalah kebangsaan yakni meminta pemerintah menjamin ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok dengan beragam upaya, termasuk menjaganya dari perilaku oligopolis dalam memainkan pasokan dan harga. Kenaikan harga kebutuhan pokok, seperti minyak goreng dan bahan bakar minyak, yang melebihi daya beli masyarakat dapat membawa dampak sosial ekonomi, termasuk berhentinya aktivitas ekonomi usaha kecil dan menengah.

Terakhir, BKSPTIS mengajak semua komponen bangsa untuk patuh pada konstitusi, termasuk dalam mengawal perjalanan kepemimpinan nasional yang mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan. BKSPTIS memandang bahwa stabilitas sosial politik harus dijaga sebagai salah satu modal pembangunan nasional.

Dalam pernyataan sikap BKSPTIS ini disampaikan, konstitusi sebagai kontrak sosial harus dijalankan sepenuh hati dan konsisten. Meskipun konstitusi dapat diubah, namun harus dijaga steril dari kepentingan jangka pendek dan kepentingan kelompok yang menafikan kepentingan masa depan bangsa. Wacana perpanjangan periode jabatan presiden, misalnya, telah terbukti membuat gaduh dan membocorkan energi bangsa.