Jejak-Jejak Sains Dalam Al-Qur’an

Mencari Jalan Menuju Allah

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UII (FMIPA UII) mengadakan kajian Jum’at pagi (8/4) bertemakan ‘Metode Memahami Sains dalam Al-Qur’an’ yang menghadirkan Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, S.Ag., M.Ag.

Mengawali materinya, ia mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang berfikir. Menurut Abdul Mustaqim, tafsir ilmi merupakan sebuah kajian tafsir yang ingin menghubungkan antara teori-teori ilmiah dengan Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan ayat Al-quran di Surat Fushilat ayat 53 yang artinya:

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”.

Ayat tersebut menerangkan bahwasanya Al-Qur’an itu jelas akan kebenaran isinya. Kajian kontemporer untuk menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an bukan hanya secara teologi bersifat metafisis yang diyakini orang mukmin. Namun juga menjadi sebuah kebenaran yang bersifat objektif dan empiris yang nantinya dapat diyakini juga oleh orang-orang non-muslim. 

Lebih lanjut, Abdul Mustaqim mengutip seorang penulis Prancis bernama Maurice Bucaille. Ia menjelaskan bahwa tidak ada satupun ayat Qur’an yang bertentangan dengan sains, sehingga mengantar Maurice Bucaille masuk Islam.

“Hal yang menarik untuk dikaji, Al-Quran memiliki dua gaya apabila dihubungkan dengan teori fisika,” ungkapnya. Al-Quran memiliki daya sentripetal dan daya sentrifugal. Secara teoritis dapat kita ketahui daya sentripetal adalah gaya yang membuat benda bergerak melingkar karena benda yang diputar tersebut memiliki percepatan menuju pusat lingkaran. Percepatan itu disebut dengan percepatan sentripetal. 

“Dalam konteks ini, Al-Qur’an punya kekuataan sentripetal luar biasa, di mana semua orang ingin menginternalisasi nilai dan merujukkan pikiran, sikap, teori, dan tindakannya kepada Al-Qur’an.” ucapnya. 

Sementara, gerak sentrifugal adalah lawan dari gaya sentripetal, yaitu merupakan efek semu yang ditimbulkan ketika sebuah benda melakukan gerak melingkar. Sentrifugal berarti menjauhi pusat putaran. Dalam konteks ini, al-Qur’an memiliki kekuatan mendorong seseorang untuk mengeksternalisasi nilai-nilai dari dalam dirinya, dengan memahami al-Qur’an, lalu mencoba menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, melalui proses resepsi penafsiran (eksegetik).

Dalam pembahasan lain, Al-Qur’an juga beririsan dengan teori heliosentris. Di sebuah ayat disebutkan bahwa pusat tata surya adalah matahari dan matahari berputar pada porosnya. Surah Yasin ayat 38: “Dan matahari berputar pada porosnya. Itulah ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”.

Singkatnya Al-Qur’an sangat mendorong manusia untuk melakukan penelitian. Dia pun memberikan tips agar jangan buru-buru untuk melakukan justifikasi terhadap temuan sains, sebelum benar-benar melakukan penelitian secara mendalam.

Di akhir acara Abdul Mustaqim menyampaikan bahwa Al-Qur’an sangat memungkinkan untuk didekati dengan kebenaran-kebenaran sains. Sebab Al-Qur’an memberikan ruang interpretasi yang luas. Tidak ada satupun ayat yang menghalangi kemajuan sains. Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai basis teologi, inspirasi, dan motivasi bagi kemajuan sains dan ilmu pengetahuan. (A/ESP)