Demokrasi Amerika Serikat Tengah Defisit

Amerika Serikat (AS) di mata dunia tidak hanya negara demokrasi, tetapi negara dengan militer terkuat. Sampai saat ini militer AS masih menduduki peringkat nomor wahid dunia berdasarkan indeks yang dirilis Global Fire Power (GFP). Namun beberapa kebijakan baru yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump, seperti membangun dinding perbatasan dan kebijakan senjata api membuat demokrasi AS dipertanyakan.

Terlebih tahun 2020 Amerika Serikat kembali akan mengadakan pemilihan presiden. Dari titik ini, tak sedikit warga dunia khawatir dan bertanya-tanya “bagaimana demokrasi Amerika Serikat saat ini?”. Pertanyaan ini menjadi pokok bahasan kuliah yang diselenggarakan oleh Prodi Hubungan Internasional (HI) Universitas Islam Indonesia (UII) pada Jumat, (04/10) di Gedung GBPH lantai 2. Pembicara yang hadir adalah Lex Rieffel, Nonresident Senior Fellow, yang selama delapan tahun terakhir berfokus pada dinamika perekonomian di Myanmar selama masa transisi demokratis.

Lex sendiri juga pernah menjadi seorang ekonomis agensi Amerika Serikat untuk pengembangan internasional di Indonesia, analis perencanaan di sebuah perusahaan percetakan internasional di New York, relawan pasukan perdamaian Amerika Serikat, dan penulis aktif di laman brookings –organisasi kebijakan nirlaba publik yang berfokus untuk menerbitkan hasil riset untuk mengatasi masalah sosial di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Lex, membagi AS ke dalam 2 wilayah politik besar, wilayah konservatif dan liberal. Amerika Serikat juga memiliki sejarah yang terbilang dinamis. “Kami pernah mengalami perang saudara di tahun 1861 untuk mengakhiri masa perbudakan, sebagian warga Amerika memutuskan untuk memisahkan diri,” Ungkap Lex.

Kemudian dilanjut dengan yang terjadi di tahun 2016, pemilihan presiden. Kemenangan Trump yang cukup kontroversial membuat sejumlah warga negara tidak nyaman tinggal di Amerika, khususnya imigran. Pasalnya, selain kecenderungan sikapnya yang terbilang rasis bagi sebagian ras dan agama, Trump juga memiliki kebiasaan untuk memberikan opini yang meresahkan di mata masyarakat.

“Tapi saya ingin berfokus pada kebijakan kontroversial, seperti kebijakan kesehatan, pendidikan, dan senjata api. Kebijakan Obamacare diisukan akan dicabut, demikian juga uang pinjaman untuk siswa. Dan untuk senjata api? ini yang tidak masuk akal, setiap rumah memiliki senjata api untuk melindungi diri dari penjahat?. Namun yang seringkali terjadi justru bahwa senjata api ini tidak digunakan untuk melindungi diri, tidak jarang mendengar berita suami membunuh istri, anak menembak mati orang tuanya, dan yang lebih parah lagi senjata api taktis yang dibawa ke sekolah oleh anak sekolah beberapa waktu lalu,” Tutur Lex.

Sesi dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab, namun Lex mengakhiri sesi dengan “Demokrasi di Amerika sedang rusak. (Bercermin dari pemilihan presiden yang lalu) Di tahun 2020, kami harap warga Amerika dapat menggunakan hak pilih dengan lebih bijak, menyuarakan aspirasinya” Pungkas Lex. (IG/ESP)