Growth Festival 2021 Resmi Ditutup

Acara Growth Festival 2021 yang diadakan Direktorat Pembinaan & Pengembangan Kewirausahaan/Simpul Tumbuh UII resmi ditutup pada Kamis (28/10). Wakil Rektor IV UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D. dalam sambutan penutupan mengatakan penguatan entrepreneur mindset dari lulusan akan sulit diwujudkan tanpa ekosistem yang mendukung. Growth Festival yang khas UII ini menjadi salah satu ajang untuk belajar bersama, mengasah dan mempertajam entrepreneur mindset melalui berbagai forum diskusi dan lokakarya.

“Kami berharap tahun depan situasi pandemi sudah jauh lebih berkurang sehingga memungkinkan kembali menyelenggarakan Growth Festival secara luring atau kombinasi luring dan daring sehingga pengalaman yang diperoleh dapat lebih dalam dirasakan oleh peserta festival,” harapnya.

Sementara itu, dalam sesi keynote speech, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D., IPM., ASEAN Eng. menyampaikan desain pembelajaran lintas prodi (Merdeka Belajar) dan lintas batas (Kedaireka). Ini merupakan salah satu topik yang menarik bagaimana kita mendesain pembelajaran lintas prodi melalui semangat merdeka belajar dan lintas institusi kedaireka. 

Dunia berubah dengan sangat cepat sementara perguruan tinggi institusi dan pembelajarannya masih sama terkotak-kotak di dalam program studi. Jika mahasiswa masuk ke dalam suatu program studi, maka tidak boleh lagi menengok kanan kiri. Revolusi industri menyebabkan problem solving tidak lagi bisa diselesaikan secara linier, namun secara kolaboratif lintas keilmuan dan lintas disiplin. 

“Karenanya cara kita mendidik di era revolusi industri keempat ini juga harusnya berubah secara disruptif dan signifikan, untuk tidak lagi berada dalam ruang sempit tetapi memberikan ruang seluas-luasnya untuk mengembangkan potensinya melalui berbagai sumber dan tempat belajar,” ujarnya. 

Oleh karena itu, menurutnya kurikulum ke depan haruslah memberikan ruang bagi mahasiswa dalam mengembangkan potensinya dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di dunia kerja. Melalui kurikulum yang fleksibel semacam itu, maka SDM itu akan juga agile, fleksibel, adaptif dengan perubahan. 

“Kita harus ubah mindset kita sehingga fakta saat ini 90% lebih industri kita berbasis pada lisensi asing. Ketergantungan kita pada bahan dan alat impor itu pelan-pelan akan kita atasi dengan fokus riset kita. Platform kedaireka kita luncurkan untuk menggandengkan betul pengembangan riset di perguruan tinggi agenda pembangunan masyarakat, dan hasil riset perguruan tinggi akan mengalir ke masyarakat, pemerintah, dan industri,” ungkapnya. 

Prof. Nizam juga menyampaikan harapannya semoga dapat dirumuskan terobosan pemikiran untuk keluar dari zona nyaman menuju kemajuan. Perubahaan memang selalu tidak nyaman, tetapi setiap kemajuan membutuhkan perubahan, tanpa perubahaan tidak ada kemajuan dan yang tersisa adalah stagnasi. 

Capstone Entrepreneurship

Selanjutnya sesi webinar dan talkshow dipandu oleh Wakil Kepala IBISMA UII Bagus Panuntun, S.E., M.BA. Webinar dengan tema Capstone Entrepreneurship untuk Optimalisasi Kompetensi Mahasiswa dan Luaran Inovasi ini diisi oleh Dr. Ir. Arif Wismadi, M.Sc. Pada kesempatan kali ini ia menyampaikan bahwa para pelaku usaha harus selalu bisa berinovasi agar bisa berkembang. Jangan hanya menjual kembali barang milik orang lain. UII memfasilitasi mahasiswa dalam berwirausaha melalui program Capstone Entrepreneurship.

Salah satu contoh nyata Capstone Entrepreneurship ada dalam sosok Inventor ALGIST Firdaus, S.T., M.T., Ph.D. Inventor ALGIST ini menceritakan awal mula dapat bergabung dengan ALGIST karena ini memang fokus di bidang IoT selaras dengan risetnya. “Pengembangan produk tidak hanya memikirkan fungsi produk saja, tetapi juga mengeksplorasi alternatif solusi dengan mempertimbangkan harga. Kemudian, regulasi sangat perlu diperhatikan, keawetan produk, dan sesuai dengan demand dan riset pasar yang telah dilakukan,” jelas Firdaus.  Saat ini, produk ALGIST juga telah masuk ke dalam e-Katalog pemerintah untuk dijual ke rumah sakit di Indonesia.

CEO Startup ALGIST Hasyim Abdullah menambahkan awal mula lahirnya ALGIST atau Alarm Gas Medis. Ia mulai mengikuti program dana hibah, bergabung ke inkubator IBISMA, hingga presentasi ke pihak Kementerian untuk menjalin kerja sama. “Untuk membuat produk teknologi yang bagus dan bisa diterima pasar, menurut saya ada tiga hal yang harus berkolaborasi dengan baik, yaitu pemerintah, industri, dan akademisi,” ujar Hasyim. (MD/ESP)