Peran Pemuda dalam Pembangunan Bangsa

Peran Pemuda

Memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSH FH UII) menyelenggarakan Talkhsow bertemakan “Peran Pemuda untuk Pembangunan Bangsa”, pada Kamis, (28/10). Kegiatan ini digelar secara virtual melalui Zoom meeting online, yang juga disiarkan secara langsung melalui kanal youtube PSH FH UII.

Talkhsow menghadirkan para pemuda yang telah berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Diantaranya terdapat Fitrah Bukhari, S.H., M.S.I., M.H. (Founder Advokat Konstitusi), Deska Triani Arifin, S.Psi. (Mental Health Promotor), dan Luci Arini Syahputeri, S.H. (Content Specialist Rumah Perubahan).

Mengawali materinya, Fitrah menjelaskan terkait alasannya membentuk platform Advokat Konstitusi, diawali dari minatnya terhadap isu Hukum Tata Negara sejak kecil. Fenomena reformasi tahun 1998 juga mewarnai masa kecilnya yang kemudian menumbuhkan rasa penasaran yang tinggi terkait kekuasaan, politik, dan hukum. Menurutnya, dengan platform yang dibentuknya ini dapat menjadi wadah bagi anak-anak hukum untuk turut membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyadarkan masyarakat agar memahami mengapa mereka menjadi warga negara.

Jika melihat pada kondisi hukum saat ini, Fitrah beranggapan media memiliki peran yang cukup besar kepada masyarakat dalam menyikapi kasus hukum. Namun, sayangnya media kini lebih memberikan porsi yang cukup besar terhadap pelaku tindak pidana. Contohnya seperti memberikan informasi kronologi kejadian dan apa saja yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan. Namun, jika kasus tersebut mulai masuk ke dalam proses hukum, hal ini tidak pernah dijelaskan ke publik. Padahal masyarakat seharusnya juga diberi tahu terkait apa yang seharusnya diterima oleh pelaku dan bagaiman cara menyikapi pelaku, salah satunya dengan melakukan sanksi sosial dengan tindakan pengucilan untuk menghukum pelaku.

“Secara tidak langsung orang atau pemuda diajarkan bagaimana cara untuk menjadi penjahat. Ini yang menjadi kegelisahan saya. Jadi kita ini lebih dipertontonkan bagaimana cara melakukan kejahatan, daripada bagaimana cara kita menghukum si pelaku,” ujarnya.

Fitrah juga menyampaikan bahwa media sosial memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat dan dapat dijadikan alat untuk melakukan berbagai hal yang baik. Salah satunya dapat digunakan dalam hal penegakkan hukum, seperti untuk membongkar suatu kasus ataupun untuk memberikan sanksi sosial bagi pelaku kejahatan.

Selanjutnya, Luci Arini Syahputeri mengatakan alasannya membentuk platform Rumah Perubahan, berawal dari ketidakcocokan jurusan kuliah dengan bidang yang ia minati. Ini yang membuat Luci setelah lulus dari fakultas hukum, mencoba berbagai hal, salah satunya bidang marketing yang kemudian ditekuni hingga saat ini. Luci juga menjelaskan ada lima pandangan terhadap generasai muda, yaitu:

1) ada klasifikasi generasi millennial, yaitu early generasai dewasa, mid generasi yang mulai beranjak dewasa, mulai mencari stabilitas kehidupannya, dan late seperti Gen-z yang mulai bernjak remaja dan masih mencari identitasnya. 2) belajar dari generasi sebelumnya, pada saat ini generasi saat ini sering mengabaikannya. Padahal pentingnya juga mempelajari berbagai hal dari pencapaian generasi sebelumnya, tidak hanya generasi saat ini saja.

Selanjutnya, 3) manusia adalah makhluk sosial, yang senantiasa butuh untuk saling bersosialisasi dan berinteraksi, 4) situasi setelah pandemi, kemungkinan akan ada dua situasi yaitu orang akan langsung ingin keluar dari rumah, jalan-jalan, shoppin, dll. Atau ada juga orang yang malah akan lebih nyaman untuk terus berada di rumah dan asing dengan kehidupan sosial di luar rumah, 5) metavers, suatu keadaan di mana dunia nyata beralih ke dalam dunia virtual. Orang dapat saling bertemu, berinteraksi, tetapi dalam dunia virtual, bukan dunia nyata.

Akibat dari pandangan tersebut, akan muncul ledakan kreativitas, orang-orang berlomba-lomba untuk mengasah kreativitasnya. Ledakan ekonomi dan kehidupan, banyak orang yang suka menetap di rumah dan pelan-pelan melakukan hobi-hobi yang dapat dilakukan di rumah saja, seperti memelihara ikan, merawat tanaman hias, dll. Ledakan wisata luar ruang, hal ini terbukti dengan data pencarian di google terkait tempat wisata mencapai 330%. Ledakan konten, ledakan kolaborasi, ledakan useless generation, dll.

“Poin terakhir ini yang mungkin kita perlu put special attention ya. Kita sebagai generasi muda perlu untuk melakukan sesuatu, kalau ngga nanti kita bisa ikut tergerus juga sama pergerakan metavers, dan insihght-insight lainnya yang dapat juga menggeser peran kita dalam mencari peningkatan ekonomi nantinya,” ujarnya.

Terkahir, Luci menjelaskan ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh generasi muda untuk menghadapi hal ini, yaitu dengan: 1) mengenal diri sendiri, 2) jangan berhenti belajar dan mengeksplor skill, dan 3) mengejar keterbatasan yang dimiliki.

Berbeda dengan Luci, Deska Triani Arifi menjelaskan terkait alasannya membentuk platform Rumah Konsul adalah berawal dari pertanyaan-pertanyaan masa kecilnya saat melihat orang yang mengalami gangguan kejiwaan, korban bullying, dll, yang mana mereka tidak memiliki tempat untuk bercerita ke orang lain. Dari itu, ia mulai mendalami ilmu psikologi, dan menemukan alasan-alasan lainnya, seperti kurangnya kepedulian orang lain terhadap luka mental, fenomena self-diagnosis, dll, hingga terbentuklah Rumah Konsul ini untuk dapat memberikan edukasi tentang psikologi terhadap masyarakat luas.

Deska juga menjelaskan terkait hustle culture yaitu budaya yang memaksa seseorang untuk multitasking dengan obsesi ekstrim, serta berlebihan untuk menjadi produktif. Banyak orang yang menilai seseorang dari tingkat keproduktivitasannya dan kemudian menjadikannya merasa insecure. Ini yang kemudian menyebabkan banyak orang mengalami toxic productivity.

“Padahal, produktif itu bukan berarti banyak melakukan kegiatan dalam sehari. Produktif itu bukan berarti sibuk terus-menerus. Tapi produktif itu apakah efesien kegiatan yang kita lakukan,” paparnya.

Dampaknya, banyak orang yang mengabaikan dirinya sendiri, banyak orang yang kehilangan waktu metime-nya, banyak orang yang terlalu menekan dirinya untuk terus bekerja, sehingga secara tidak langsung itu akan berakibat pada gangguna kesehatan orang tersebut.

Dari fenomena tersebut, Deska menyampaikan ada beberapa hal yang dapat dilakukan generasi muda untuk tetap menjaga kesehatan mental, yaitu dengan: 1) mampu mengelola stress kehidupan yang wajar, 2) produktif, dan 3) berperan di komunitasnya. Selain itu, Deska juga menekankan bahwa ‘it’s okay not to be okay’. Tidak apa-apa untuk merasa tidak baik-baik saja dan tidak pelu memaksakan diri untuk terus dalam keadaan baik-baik saja. Sebab menurutnya itu adalah hal yang wajar bagi setiap manusia. (EDN)