Hakim Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Tengah Raih Gelar Doktor di UII

Program Studi Hukum Islam Program Doktor, Fakultas Ilmu Agama Islam Univesitas Islam Indonesia (FIAI UII) kembali menambah lulusan doktor di bidang hukum Islam melalui ujian terbuka disertasi pada Rabu (5/8). Adalah Drs. H. Lutfi, S.H., M.H. yang merupakan hakim utama dan saat ini sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Tengah Palangkaraya berhasil mempertahanakan disertasinya mengenai Penerapan Kompilasi Hukum Islam pada Peradilan Agama dalam Perkara Hadhonah dan Eksekusi Pelaksanaan Putusannya. Di hadapkan Promotor Prof. Dr Amir Mu’allim, MIS dan Co Promotor Dr. M. Muslich Ks, M.Ag., serta dewan penguji Prof. Dr. Kamsi, M.A, Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A., Dr. Drs. Asmuni Mth., M.A., Promovendus dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan.

Promovendus yang merupakan lulusan ke-22 pada Program Studi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII ini memaparkan latar belakang permasalahan dari penelitian disertasinya yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan hukum terapan pada peradilan agama kedudukannya lemah. Karena KHI berbentuk Instruksi Presiden (INPRES) yang tidak masuk dalam sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

“Akan tetapi mengapa hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan menjadikan KHI yang bentuk INPRES sebagai hukum terapan ? terkhusus dalam perkara hadhonan yang eksekusi putusan perkaranya dilakukan terhadap orang dan bukan barang, dalam artian anak sebagai obyeknya. Sedangkan dalam hukum acara perdata bahwa eksekusi itu hanya dua yaitu barang dan pelelangan. Adapun demikian perkara hadhonah merupakan kompetensi absolut peradilan agama yang memerlukan KHI sebagai hukum terapan dalam rangka mengisi kekosongan hukum yang merupakan the living law,” tuturnya.

Dengan tujuan untuk menemukan argumentasi, bahwa KHI berbentuk INPRES dapat dijadikan sebagai hukum terapan pada peradilan agama, sehingga menghasilkan suatu putusan dan menemukan cara untuk melaksanakan eksekusi perkara hadhonah. Promovendus mengemukakan hasil penelitiannya yang menunjukkkan bahwa hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menggunakan KHI sebagai hukum terapan, meskipun bentuknya INPRES begitu dalam pelaksanaan eksekusi putusan perkara hadhonah yang obyeknya adalah orang (anak) bukan barang. Akan tetapi dalam penerapannya hal ini terfokus pada kepastian hukum, tanpa mempertimbangkan adanya kemanfaatan dan keadilan yang merupakan esensi dari tujuan hukum.

Lutfi menawarkan solusi berupa Teori Akumulasi Tujuan Hukum, yaitu hakim dalam memutus suatu perkara, keadilan dan kemanfaatan serta kepastian hukum yang merupakan tujuan hukum dapat tercapai secara bersamaan dan sekaligus. “Hakim di dalam memeriksa suatu perkara hadhonah dan perkara lain yang terkait yakni perceraian, maka hendaknya tujuan hukum yang berupa kepastian, kemanfaatan dan keadilan itu dapat terlaksana sekaligus,” jelasnya.

Ucapan selamat disampaikan Ketua Sidang Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. yang juga Rektor UII. Fathul Wahid juga berpesan untuk terus berikhtiar dalam merawat tiga komitmen. Pertama adalah komitmen keilmuan, kedua komitmen keislaman, dan yang ketiga adalah komitmen kebangsaan.

“Komitmen keilmuan, ini bukan akhir dari pencarian ilmu, ini adalah awal kita untuk lebih gigih dalam mencari ilmu. Selanjutnya menjaga komitmen keislaman bagaimana Islam itu hidup dalam diri kita dan hidup ketika berinteraksi dengan lingkungan kita, dan hidup ketika kita berinteraksi dengan Allah, kemudian komitmen kebangsaan bagaimana kita dalam bertindak juga mempertimbangkan bagaimana dampak dari bangsa ini,” tutur Fathul Wahid. (HA/RS)