, ,

Hidup Sehat di Tengah Pandemi

Pandemi berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Aktivitas kuliah dan sekolah yang masih berjalan secara daring juga berpotensi membuat jenuh dan stres. Berkaitan dengan topik ini, Takmir Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar seminar kesehatan bertemakan Healthy Lifestyles and Innovation Strategis for The New Normal secara virtual pada Sabtu (8/8). Agenda ini menghadirkan narasumber Founder @bismillahofficial, Narendra Rangga R, S.Ked. dan Duta Generasi Berencana Indonesia 2019, Fachri Muzaki T.A.

Narendra Rangga menyatakan pandemi sebagai musibah dimana setiap orang tidak dapat menunggu pandemi selesai baru memulai bergerak. Sebab virus Covid-19 dianggap akan terus ada di bumi. Maka perlu menjadikan new normal sebagai kebiasaan terbaik dalam kehidupan. Untuk mencapai kehidupan sehat dan selalu berinovasi selama pandemi, sarjana kedokteran ini memberikan beberapa kiat yang dapat dilakukan setiap orang.

Pertama, pentingnya bertahan hidup. Hal yang pertama kali perlu dilakukan ketika musibah muncul adalah mempertahankan hidup. Menurut Narendra, tanggapan ketika Covid-19 muncul dan hal utama yang harus dilakukan setiap orang untuk terus produktif selama karantina merupakan tanggapan yang salah. Sebab produktif tidak menjamin kehidupan seseorang akan bertahan ketika menghadapi musibah. Cara agar tetap bertahan hidup selama pandemi adalah dengan mematuhi protokol kesehatan yang ada dan menjaga kesehatan mental dengan terus berpikir positif.

Kedua, menerima posisi yang sedang dihadapi tidak baik-baik saja. Makhluk kecil yang tidak nampak secara kasat mata kecuali menggunakan bantuan alat medis perlu diakui memang benar adanya dan telah mematikan ribuan jiwa. “Diperlukan waktu dan usaha untuk menyadarkan diri sendiri akan suatu hal,” ucap Nerendra.

Ketiga, start small. Narendra mengungkapkan bahwa pekerjaan yang sering dilakukan akan menimbulkan kejenuhan dan berakibat orang menderita stres. Dengan itu diperlukan inovasi pekerjaan atau aktivitas dengan mencoba merubahnya secara perlahan-lahan. Menurutnya, manusia tidak dibentuk oleh satu dua hal besar yang dilakukan, tapi dilahirkan oleh akumulasi jutaan bahkan miliaran hal kecil yang telah dilakukan. “Otak kita bergerak perlahan-lahan, maka untuk berubah pun perlahan-lahan,” jelasnya.

Keempat, start with temptations. Yang perlu dipertanyakan, mengapa kita harus memulai suatu hal dengan bantuan penggoda? Menurut Narendra penggoda menjadi sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan hal tertentu. Misal setiap hari kemana pun seseorang pergi dan ia membawa Al-Qur’an maka lama-kelamaan ia akan tergoda untuk membacanya. Narendra menjelaskan stigma godaan tidak selalu negatif, sebab setiap orang dapat membuat dirinya tergoda untuk melakukan hal positif.

Terakhir, bilang tidak kepada perkataan bahwa terpaksa merupakan hal buruk. Narendra mengatakan ketika seseorang menginginkan perubahan namun susah, maka dapat disiasati dengan memaksanya. Memaksa di sini dapat juga dilakukan dengan pemberian sanksi yang tidak mengenakan bagi seseorang ketika melanggar aturan. “Terpaksa terpaksa terpaksa menjadi biasa, biasa biasa biasa menjadi karakter,” ucap Narendra.

Di sisi lain, Fachri Muzaki menyebut terdapat lima transisi kehidupan yang akan dialami setiap orang. Transisi tersebut terdiri dari melanjutkan sekolah, mencari pekerjaan, memulai kehidupan berkeluarga, menjadi anggota masyarakat, dan mempraktekkan hidup sehat. Menurutnya jika seseorang sejak kecil tidak terbiasa dengan perilaku atau kebiasaan baik maka ketika menghadapi setiap fase transisi kehidupan dapat dimungkinkan terjerumus ke hal besar.

Fachri dalam kesempatannya memberikan beberapa kiat yang dapat dilakukan guna menghindari hal tersebut. Seperti bertahan hidup, memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri, hidup sehat dan bersih, serta mengembangkan skill yang dimiliki. “Temen-temen dapat menyibukan diri dengan melakukan hal positif lainnya yang dapat menghindarkan diri dari perbuataan buruk,” ucap Fachri. (SF/RS)