,

IHS Hari Ke-2: Mahasiswa Mancanegara Antusias Belajar Gamelan

Indonesian Heritage Story (IHS) yang digelar oleh Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai bagian dari agenda Global Sustainable Program kini telah memasuki hari kedua kegiatannya. Pada Rabu (3/8) para peserta IHS berkesempatan untuk mendapatkan kelas singkat yang berisi latihan bermain gamelan. Kelas alat musik tradisional Jawa ini diadakan di Museum Sonobudoyo yang masih menjadi bagian dari Keraton Yogyakarta, tepatnya di Jalan Pangurakan 6 (Kompleks Alun-alun Utara), Kota Yogyakarta. 

Sebelumnya, kegiatan pada hari kedua ini dibuka dengan materi singkat yang dibawakan langsung oleh Wakil Rektor Bidang Networking & Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D. Ia bercerita tentang sejarah singkat warisan budaya dan seni Indonesia. Ia menitik beratkan materinya pada sejarah budaya dalam pakaian dan makanan tradisional. 

Untuk makanan, Wiryono mengangkat gudeg sebagai salah satu makanan khas Yogyakarta paling terkemuka, serta ada pula rendang yang menjadi makanan khas Minangkabau yang kelezatannya sudah diakui dunia.

Lebih lanjut lagi, ia juga mengenalkan beberapa pakaian tradisional khas daerah-daerah di Indonesia. Seperti pakaian adat Jawa, Kalimantan, Minangkabau, dan Sulawesi. Ia juga membawa langsung beberapa pakaian seperti sarung dan peci yang juga telah melekat erat dalam identitas masyarakat Indonesia, khususnya para pria. 

“Warisan budaya Indonesia ada banyak sekali jenisnya. Salah satu buktinya adalah kalian bisa melihat banyak sekali cara orang-orang Indonesia dalam memakai sarung” pungkasnya. Kegiatan ini juga diselingi dengan demo memakai sarung ala Indonesia.

Selanjutnya para mahasiswa mancanegara diajak bermain gamelan. Didampingi oleh seorang instruktur bernama Pranowo dan beberapa pemain karawitan senior lainnya. Mas Pran, demikian ia biasa disapa mengaku bahwa sekolah karawitan milik Keraton Jogja ini memang kerap kali didatangi turis-turis mancanegara untuk mencoba secara langsung sensasi memainkan instrumen-instrumen dalam gamelan.

Para peserta pun memegang alat musik yang berbeda, seperti gong, kenong, saron, dan lain-lain. Sebagaimana yang disampaikan Mas Pran pula, para peserta IHS diberikan materi tentang partitur dasar dalam bermain gamelan atau karawitan ini. Karena partitur dasar tersebut adalah awalan untuk bermain musik karawitan secara penuh, atau biasa disebut dengan skema tabuhan lancaran.

Para peserta nampak sangat antusias dan menikmati pelajaran gamelan yang dibawakan oleh Mas Pran. Terlihat beberapa peserta juga dengan cekatan dan cepat menguasai skema-skema dasar pukulan gamelan baik pada instrumen kecil maupun besar. 

Selain gamelan, para peserta IHS juga diajak berkeliling kompleks keraton dengan menunggangi andong atau kereta kuda khas Yogyakarta. Terdapat tujuh unit andong yang mengangkut seluruh peserta dan panitia untuk berjalan-jalan dan menuju tempat makan siang.

Muhammad Irfan, salah seorang peserta yang merupakan mahasiswa sastra Arab di Universiti Malaya, Malaysia, mengaku sangat terkesan mengikuti kelas gamelan. Ia mengaku sangat gembira dan antusias karena itu adalah kali pertama ia mencoba memainkan alat-alat gamelan. Menurutnya, walaupun di Malaysia juga terdapat alat musik serupa namun ia hanya mendengar dan menonton pentasnya saja tanpa pernah mencoba bermain secara langsung. 

“Saya kira (bermain gamelan) itu mudah, ternyata sulit. Hanya orang yang pakar (ahli) saja yang bisa dengan baik memainkannya” ujarnya. Ia juga sangat menikmati tur dengan menaiki andong, karena di negaranya kendaraan yang ditarik oleh kuda sudah tidak dapat lagi ditemukan menjadi transportasi masyarakatnya. Ia juga berharap kedepannya dapat mengikuti kegiatan serupa namun di wilayah yang berbeda di Indonesia. (HM/ESP)