,

Indonesia Kedepankan Diplomasi Soft Power di Afghanistan

Peran Indonesia dalam menengahi konflik Afghanistan tidak bisa dielakkan. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan Indonesia berkewajiban menjaga ketertiban dunia, perdamaian, dan menghapus penjajahan di atas dunia. Sebagaimana disampaikan Duta Besar Republik Indonesia untuk Afghanistan, Dr. Arief Rachman M.D, dalam acara Ambassadorial Lecture di Gedung Kuliah Umum Sardjito, Kamis (9/6). Ia menjelaskan bahwa tugas tersebut disambut baik oleh Indonesia melalui pengiriman pasukan perdamaian ke berbagai zona-zona konflik dunia. Acara ini digelar oleh Prodi Hubungan Internasional UII dan dihadiri para mahasiswa.

Adapun konflik Afghanistan menurutnya disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya anggapan jika ingin menguasai dunia, harus menguasai Asia. Jika ingin menguasai Asia, kuasai Asia Selatan karena terdapat banyak sumber daya alam di sana. Terbukti dengan ditemukannya 14 cadangan tambang dunia di negara tersebut. Berbagai negara Barat telah berusaha menguasai Afghanistan seperti Inggris, Rusia hingga Amerika Serikat. 

Namun, negara-negara tersebut tidak mampu melaksanakan keinginan mereka karena kuatnya Afghanistan. “Bahkan ada buku yang menuliskan bahwa Afghanistan merupakan graveyard (kuburan) bagi negara-negara yang ingin menguasai nya.” Ujarnya. 

Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perdamaian di Afghanistan juga dilandasi oleh kebijakan luar negeri bebas aktif. Kebijakan ini diimplementasikan salah satunya melalui usaha menjaga perdamaian. Upaya tersebut telah coba diterapkan Indonesia melalui pertemuan pihak terkait di Bogor untuk saling menyepakati gencatan senjata.

Indonesia juga rutin mengirimkan ulama ke Afghanistan sebagai salah satu bentuk diplomasi dalam menengahi konflik tersebut. Ia menyampaikan bahwa hubungan dan silaturahmi antar ulama mampu membangun kepercayaan antar negara. Hal ini kemudian memudahkan Indonesia untuk memberikan bantuan selanjutnya seperti pembangunan infrastruktur hingga pengiriman tenaga medis perempuan.

Diplomasi Indonesia di Afghanistan melalui agama memiliki efek yang cukup besar salah satunya dalam upaya pembebasan 20 orang Korea yang ditangkap Taliban. Selain melalui ulama, diplomasi juga dilaksanakan melalui pemberdayaan perempuan.

Adapun persebaran pengungsi Afghanistan ke berbagai dunia belum bisa menjadi suatu hal yang harus diselesaikan oleh Indonesia karena posisi Indonesia yang belum meratifikasi konvensi pengungsi internasional. Namun, Indonesia tetap memberikan kontribusi dalam membantu masyarakat Afghanistan melalui pemberian beasiswa kepada 10 sampai 30 orang setiap tahunnya. Selain itu, Indonesia juga membuka rumah Indonesia yang bisa didatangi oleh banyak orang. Hadirnya rumah ini bertujuan untuk menciptakan tempat yang aman bagi masyarakat yang tengah mengalami guncangan jiwa dalam kondisi perang.

Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D, dalam sambutannya menyampaikan bahwa setiap bangsa memiliki takdir masing-masing. Dalam lintasan takdir tersebut, terdapat pasang surut, konflik dan krisis yang harus dihadapi. 

“Saya menduga apa yang terjadi di Afghanistan sebagai salah satu dari bentuk krisis.” Ujarnya. Ia menambahkan bahwa pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban bisa saja menjadi sebuah awal baru bagi negara tersebut. 

“Hampir semua berita mendeskripsikan Afghanistan secara negatif. Hal ini menandakan bagaimana kekuasaan Taliban menjadi sebuah krisis.” Tukasnya. Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia seharusnya bisa hadir dalam menengahi krisis tersebut sebagai cermin terkait cerita baik yang dapat bagikan dalam menengahi konflik ini. (AP/HM/ESP)