Internasionalisasi Tetap Menjadi Perhatian Utama Perguruan Tinggi

Melalui Podcast, Aufanida Ingin Mensyiarkan Ramadan

Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Program Magister Akuntansi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) telah membuka program gelar ganda, bekerjasama dengan salah satu universitas terkemuka di Australia, University of Western Australia (UWA). Hal ini menjadi salah satu bagian dari penguatan internaionalisasi UII, yang membutuhkan kemitraan dengan berbagai pihak untuk merealisasikan internasionalisasi tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, UII menyelenggarakan diskusi guna menunjang peluang kemitraan penguatan program gelar ganda dan strategi internasionalisasi perguruan tinggi melalui karyasiswa luar negeri. Diskusi dilakukan secara daring pada Selasa (21/4). Jalannya diskusi dibuka oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid., S.T., M.Sc., Ph.D. dan diikuti oleh Wakil Rektor Bidang Networking dan Kewirausahaan Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.d, serta para dosen.

Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan bahwa internasionalisasi tetap menjadi perhatian utama bagi perguruan tinggi dalam meningkatkan sumber daya manusia. Sehingga langkah ini, (diskusi ini – read) menjadi salah satu persiapan agar internasionalisasi dapat berjalan baik usai pandemi Covid-19. “Isu internasionalisasi tetap menjadi concern perguruan tinggi, terutama dalam meningkatkan SDM,” ujar Fathul Wahid.

Ganti Ariyadi selaku pemateri dalam sesi diskusi tersebut, menyampaikan bahwa ada empat hal yang perlu dipersiapkan institusi dalam hal progam beasiswa. Pertama adalah fokus area pengembangan dosen, dengan menetapkan bidang-bidang unggulan. Kedua, rencana pengembangan modal SDM meliputi topik apa, serta kampus mana yang akan dituju. Selanjutnya, institusi juga perlu menentukan kriteria seleksi internal.

Terakhir, institusi perguruan tingggi juga perlu menyiapkan asisten program, meliputi unit ktim khusus yang mengelola program beasiswa, siapkan dana beasiswa sendiri, manfaatkan akses penyedia beasiswa, membuatkan program-program penyiapan, bahasa, syarat umum, dan beasiswa lainnya. “Sementara dalam ranah individu, hal yang pelru di persiapkan adalah niat, komitmen, serta konsisten,” jelas Ganti Ariyadi.

Internasionalisasi adalah serangkaian aktifitas internasionalisasi seperti academic mobility bagi mahasiswa dan dosen, jejaring internasional, partnership and projects; program akademik internasional yang baru, serta inisiatif penelitian. Lebih lanjut menurut Purwanto Subroto, internasionalisasi sebagai bentuk penyampaian pendidikan kepada negara lain melalui berbagai bentuk penyampaian, seperti kampus cabang atau franchises dengan berbagai bentuk tatap muka ataupun jarak jauh (e-learning).

“Internasionalisasi sebagai alat untuk meningkatkan rangking institusi, baik pada skala nasional maupun global, atau untuk menarik mahasiswa internasional yang baik.” Purwanto Subroto dalam paparan materi.

Menurut Purwanto, ada beberapa alasan yang membuat mahasiswa tertarik pada program join atau double degree. Pertama yaitu kesempatan untuk mendapatkan dua gelar dari dua universitas dan negara yang berbeda. Sehingga mereka memiliki peluang untuk meningkatkan prospek kemampuan mendapatkan pekerjaan. Kedua program kerjasama dapat memberikan kualitas yang tinggi dari berbagai keahlian.

Faktor yang mempengaruhi student mobility menurut Purwanto adalah biaya pendidikan, ideologi ketertarikan yang ditandai oleh persamaan kepentingan, kemahiran bahasa, akuisisi bahasa dan budaya asing, peluang kerja, meingkatkan pendapatan di negara asal, serta kemudahan persyaratan visa.

Lebih jauh, Purwanto menambahkan bahwa ada tiga pilar internasionalisasi pendidikan tinggi yaitu program mobilitas. Baik mobilitas mahasiswa, dosen, ataupun pertukaran tenaga pengajar. Kedua kemitraan, meliputi bilateral, multilateral, dan strategic join research. Ketiga adalah pengembangan kurikulum meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.

“Internasionalisasi dapat meningkatkan kesiapsiagaan siswa untuk dunia yang terglobalisasi / internasional, menginternasionalkan kurikulum dan meningkatkan kualitas akademik, meningkatkan profil dan reputasi internasional, memperkuat penelitian dan kapasitas produksi pengetahuan, menambah jumlah, memperluas dan mendiversifikasi sumber siswa, memperluas dan mendiversifikasi sumber daya fakultas / staf, serta meningkatkan pemahaman antarbudaya fakultas.” Jelas Purwanto terkait alasan perlunya internasionaliasai perguruan tinggi.

Saat ini, ada banyak program mobilitas yang ada di Indonesia. antara lain yaitu: beasiswa untuk program doktral, enhancing international publication for local phd, scheme for academic mobility and exchange (same), asean international mobility for student (AIMS), erasmus plus, new colombo plan, join/ double degree, credit tranfer/ credit earning, summer programs, aun-seed/ net, cross-border education : mobility without movement.

Bagi Purwanto, untuk mendukung internasionalisasi, pendidikan tinggi harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu institusi pendidikan tinggi harus mudah diakses oleh semua kalangan mahasiswa, termasuk mahasiswa kurang mampu, serta mobilitas harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kurikulum internasional, yang memastikan bahwa internasionalisasi bagi semua orang.

“Internasionalisasi bukanlah suatu target, tetapi langkah untuk meningkatkan kualitas. Sebaiknya tidak semata-mata fokus pada alasan ekonomi, tetapi memberi kesempatan pada pengalaman/ keterlibatan pada tingkat internasionalisasi,” jelas Purwanto. (DD/RS)