Islam Sebagai Solusi akan Segala Permasalahan

Tak bisa dipungkiri pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan segala aspek dalam kehidupan manusia; ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Berangkat dari hal tersebut, tentu dapat disimpulkan ada banyak orang yang terdampak dan memiliki standar hidup yang sedikit menurun dibandingkan kehidupan sebelum adanya pandemi. Dalam prosesnya, tentu ada keresahan untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.

Direktorat Pondok Pesantren UII mencoba untuk menjawab hal tersebut melalui Webinar Internasional dengan tema Islam Rahmatan Lil ‘Alamin pada Minggu (28/2) secara virtual. Webninar menghadirkan pembicara Dr. Abdul Qadir Al Naffati, Dr. Hamim Ilyas, M. Ag., dan Dr. Nur Kholis, S.Ag, S.E.I., M.Sh.Ec.

Webinar ini diawali dengan penyampaian kata sambutan dari Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., PhD. Ia menilai diskusi yang digelar merupakan agenda yang sangat penting, karena mendiskusikan bagaimana relevansi Islam itu sendiri. Kegiatan ini dianggapnya sebagai kajian yang dapat memberikan satu pencerahan dan memberikan nilai baru untuk masyarakat umum ke depannya.

Prof. Fathul Wahid menegaskan bahwa sejatinya pengembangan agama dan sains merupakan satu kerja yang beriringan dan tidak dapat dipisahkan secara individu. Terkait pandemi yang mewabah secara global, ia menyatakan bagaimana Islam itu datang sebagai solusi atas permasalahan dari setiap masalah yang ada di setiap eranya. Di akhir sambutannya, Prof. Fathul mengajak untuk lebih bekerja sama menjadikan Islam sebagai solusi yang ada dari setiap permasalahan.

Senada dengan Prof. Fathul, Abdul Qadir Al Naffati juga mencoba mengulas pandemi dari aspek keislaman. Menurutnya di situasi seperti saat ini, Islam di sini hadir untuk membantu dan memperingatkan kita semuanya. Kehadiran Islam yang digunakan sebagai pedoman hidup dinilai dapat melalui masalah kehidupan dunia dengan mudah. Melirik kondisi krisis akibat pandemi, sebagai manusia diharuskan saling tolong-menolong. Abdul Qadir juga menekankan, taqwa merupakan instrumen yang paling baik kala kondisi sekaran. “Dengan itu kita tidak akan pernah merasa takut dan ragu untuk kehidupan selanjutnya,” tandasnya.

Hamim Ilyas dalam webinar memberikan pemahaman mengenai Islam Rahmatan Lil ‘Alamin (IRLA) secara umum. Dalam presentasinya, ia memaparkan konsep jabaran IRLA dalam beberapa ajaran tetap (Ats-Tsawabit) dan pewujudannya melalui jihad, pembangunan budaya, dan komitmen yang otentik. Islam menurutnya hadir sebagai perasaan lembut yang mendorong untuk memberikan kebaikan nyata kepada yang dikasihi.

“Kebaikan nyata di sini adalah hayah thayyibah yang juga termaktub dalam Al-Qur’an: lahum ajruhum ‘inda rabbihim (sejahtera sesejahtera-sejahteranya/ ar-rafahiyyah kulluha); wa la khaufun ‘alaihim (damai sedamai-damainya/as-salamu kulluha); dan wa la hum yahzanun (bahagia sebahagia-bahagianya/as-sa’adatu kulluha) di dunia dan di akhirat,” jelas Hamim.

Lebih lanjut, Hamim juga memberikan penjelasan mengenai jenis dari Ats-Tsawabit itu sendiri. Tercatat kurang lebih ada 10 macam Ats-Tsawabit yang diungkapkan pada webinar kali ini. Semua hal tersebut dinilainya akan berujung pada komitmen manusia itu sendiri dalam menghadirkan Islam dalam wujud kehidupan nyata.

Pada kesempatan yang sama, Nur Kholis lebih mengulas tentang potret implementasi Islam Rahmatan Lil ‘Alamin itu sendiri di dalam tubuh UII. Ia mengawali penjabarannya mengenai visi dari UII. Menurutnya pada awal pembentukannya dinilai untuk mencapai IRLA: dalam hal edukasi, riset, jasa pelayanan, dan hal lainnya.

“Tujuan dari UII ialah bagaimana memproduksi insan muslim yang intelektual, tetapi juga menerapkan muslim rahmatan lil alamin secara konseptual,” tuturnya. Lebih lanjut diungkapkan di dalam visi dan misi statuta UII akan ditemukan IRLA sebagai konsep yang akan diimplementasikan.

Nilai dasar dari UII juga menurutnya salah satu metode untuk mewujudkan muslim yang Rahmatan Lil ‘Alamin. “Salah satu nilainya adalah values, innovation, perfection juga merupakan cerminan dari perwujudan konsep IRLA itu sendiri,” ungkap Kholis. Ketiga hal tersebut harapannya akan menciptakan cendekiawan Ulil Albab.

Selain itu, awal pembentukan kampus perjuangan melalui para founding fathers menyatakan bahwa UII adalah tempat bertemunya agama dengan ilmu, dalam kerjasama yang baik untuk kesejahteraan masyarakat. Proses pemberian pembelajaran juga sudah mencakup konsep untuk perwujudan Islam itu sendiri, terbukti dari adanya mata kuliah wajib universitas. Yang mana setiap mahasiswa yang ada di UII harus mengikuti mata kuliah tersebut. “Itu semua digunakan untuk menciptakan pribadi yang Ulil Albab,” tutupnya. (KR/RS)